5. Tiga Bulan Berlalu

3K 159 5
                                    

Sudah pukul sembilan Bita masih nyaman meringkuk di dalam selimut. Ayam jago bahkan sudah kenyang memakan sarapan paginya, tinggal menggoda ayam betina kampung sebelah. Virus kemalasan Jule sepertinya menempel erat, mata saja enggan terbuka. Lapar tapi malas menyentuh lantai. Begitulah kehidupan Bita akhir-akhir ini.

Ponselnya terus berdering sejak pukul tujuh. Antara alarm dan teman-temannya yang heboh karena Bita kembali tak masuk sekolah.

"Hallo! Masih hidup atau udah mati?" Bastian berteriak di luar kamar Bita.

Bukannya menyahut, Bita semakin menenggelamkan wajahnya pada batal. Ternyata mendengar suara orang lain Bita pun malas.

"Lo pilih deh, gue dobrak atau gue bakar rumah ini?!" Opsi bodoh yang Bastian berikan berhasil membuat Bita bangkit dari tidur panjangnya.

"Kenapa, yah?" tanya Bita setelah membuka pintu kamar.

Bastian memperhatikan putrinya dengan mata mendelik. Mungkin, selama dirinya menyandang gelar 'ayahnya Bita' tak pernah melihat sosok di hadapannya. Sosok dengan rambut kusut karena terakhir kali Bita menyisir rambut seminggu yang lalu.

"Bau banget lo!" Bastian mengibaskan tangan ke udara. Ini tidak bohong, Bita memang belum mandi sejak dua hari yang lalu.

"Iya, Yah." Bita mengangguk mengakui bahwa tubuhnya memang bau asem. Sadar diri, tapi tetap niat mandi itu hanya nol koma nol delapan persen.

Kini hidung mancung itu di tutup dengan dua jari besar agar bau asem Bita tak menganggu indera penciumannya.

Dengan suara tak jelas Bastian berkata, "Si centil ke sini. Cepet keluar lo sebelum rumah ini di robohin temen-temen centil lo!"

"Siapa?" tanya Bita pelan. "Tolong bilangin, Yah. Bita lagi mau istirahat!"

Bastian tak sanggup melihat putrinya seperti hidup segan mati tak mau sehingga Bastian memilih membopong Bita, bau asam yang menguar Bastian tahan agar Bita tak kembali merenungi nasib buruknya yang memiliki ayah seperti dirinya.

Sejujurnya, Bastian hanya takut Bita gantung diri atau meminum pestisida. Nanti dirinya benar-benar menyandang gelar 'Duda yatim piatu dengan anak yang mati mengenaskan' tidak keren bukan?

"Yah, aku mau muntah!" Lagian siapa yang tidak tertekan jika di gendong seperti karung beras. "Serius!"

Tidak Bastian sedang menulikan pendengaran dan penciumannya.

Membuka pintu utama dan langsung di sambut dua makhluk centil bernama jule dan Rembulan. Bastian menurunkan Bita begitu saja tanpa berbasa-basi. Dua sahabat Bita refleks menerima tubuh Bita. Namun, semenit kemudian Bita kembali di dorong tanpa aba-aba.

"Babi, bau banget!" Jule mengibaskan tangannya ke udara. Rembulan sudah menjauh dengan radius satu meter dari Bita yang tergolek lemah di lantai.

"Kalian ngapain ke sini? Ada pelajaran pak Saipul loh!" Bita berkata dengan nada lemah. Iya, sengaja agar teman-temannya tau bahwa dirinya sedang tak berdaya.

"Nah itu masalahnya!" Kompak Jule dan Rembulan dengan nada ngegas. "TUGAS KITA TSABITA!!" teriak Jule keras sampai Bastian di dalam menyemburkan tehnya karena kaget.

"Tugas apa? Aku udah ngumpulin perasaan!" Kini Bita duduk menyandar pada tembok, perempuan itu masih tak sadar bahwa di depan sana terdapat masalah besar.

"Makalah kelompok di eloo, astagfirullah, ya allah, ingin gue berkata kasar!" Jule mengelus dadanya.

"Presentasi, Bita!' Melihat wajah Bita yang masih seperti orang bloon Rembulan ikutan memberi clue. "Diskriminasi fiksi karena rendahnya SDM masyarakat. Lo kurus banget gue babon!"

Bita menangguk. "Iya ko gue kurus!" ujar Bita. Kemudian perempuan itu menatap Jule dan rembulan. "Gue ambil dulu makalahnya."

Jule menarik tangan Bita. Dengan tatapan memohon perempuan itu berkata, "Please lo harus berangkat. Kelompok kita isinya manusia langka semua!"

Manusia langka itu terdiri dari Jule, Rembulan dan Seka. Iya, Seka memang anak pinter, sayangnya jika berbicara di depan umum lelaki itu menunjukkan bahwa dia benar-benar culun.

Melihat kedua temannya frustasi, Bita mengangguk lemah. "Oke, deh!"

Jule dan Rembulan saling tatap. Apakah Bita adalah dua orang? Kemana Bita yang selalu ambisius tentang sosiologi dan berbau psikolog?

"Jul, apa cita-cita Bita berubah jadi pasien psikolog karena capek ketemu kumisnya pak Saipul?" Rembulan merangkul bahu Jule. "Kasian ya orang pinter kalo lagi gabut, otaknya ikut ilang."

**

Tiga bulan yang lalu, Bita pasti akan memohon pada Pak Saeful agar tidak di hukum. Dan hari ini Bita yang terobsesi menjadi juara di pelajaran sosiologi membiarkan dirinya menyikat kamar mandi.

Tawa Jule menggelegar setelah perempuan itu berhasil menakuti rembulan dengan kecoa. Jule si ratu gosip juga memiliki sisi bar-bar pada hewan hidup. Sedangkan Rembulan yang baru lahir sudah mendapatkan harta warisan, merasa jijik dengan hewan berbadan kecil.

"Awas lo gue bales!" teriak Rembulan di pojok kamar mandi dengan wajah pias.

"Hidup itu harus pemberani, Mbu!" wejangan yang baik, tapi maknanya berbeda jika Jule yang mengatakannya.

Perdebatan kecil saling sahut tak henti-henti di lakukan Jule dan Rembulan sampai Bita melerai. "Sudah, nanti gak selesai-selesai!"

"Juleha dulu Noh!" Rembulan menyipratkan air pada Jule. Perempuan itu menjulurkan lidahnya mengejek kala perempuan bernama asli June Latusya Eleanor itu menatapnya tajam- Jule benci di panggil Juleha!

"Bacot lo wajah penjajah!" balas Jule tak kalah menyakitkan. Wajah Rembulan yang memang oriental karena ayah Rembulan keturunan Belanda, membuat wajah itu menjadi bahan ejekan di saat mereka adu mulut.

"STOP!" Bita berteriak. "Lo berdua mau berhenti atau gue berhentikan dari kelompok?" ancaman Bita berhasil membuat keduanya diam dan kembali menjalankan tugas.

Pusing memang mendengarkan perdebatan mereka setiap saat, tapi tanpa mereka, Bita yang sering tak memiliki uang cukup, makan siang dengan terjamin karena Rembulan selalu berbagi padanya, atau Jule yang memiliki keluarga cemara membawakan bekal untuk Bita. Mereka yang tanpa perhitungan saat Bita meminjam uang, mereka yang tak pernah menganggap Bita berbeda. Mereka teman yang selalu memeluknya, jadi tameng paling depan saat ada yang berkata buruk pada Bita.

"Bit, sini!" Jule melambai pada Bita. Formasi berdempetan tanda gosip di mulai.

"Lo tau Mela, kan? Itu anak bahasa yang adu debat sos sama lo pas kelas 11." Bita mengangguk, dirinya ingat siswa yang di maksud Jule.

Jule merangkul Rembulan dan Bita agar semakin mendekat. Padahal di kamar mandi yang luas ini hanya ada mereka bertiga.

"Dia hamil!" bisik Jule.

"HAH?" itu adalah reaksi Bita dan Rembulan bersamaan.

"Ih, kasian udah masuk semester dua!" ujar Rembulan dengan mimik wajah tulus.

"Iya, rumornya lagi sama anak kelas sepuluh, gila kan? Masa mereka gak inget pake alat kontrasepsi!" Kata Jule dengan nada menggebu-gebu.

Rembulan memperlihatkan foto sepasang kekasih yang terlihat begitu romantis. Sebuah buket bunga berisi uang dollar menjadi pemanis foto tersebut. Senyum mereka begitu lebar, dilihat mereka begitu serasi.

"Ceweknya keliatan polos padahal. Sayang banget!" keluh Rembulan. Perempuan itu terus mestalking instagram Mela.

Jule memutar bola matanya. Jaman sekarang wajah tidak mencerminkan kelakuan. Sepupunya yang terlihat cupu seperti Seka, ternyata saat dirinya meminjam laptop banyak file porno dan pencarian web haram.

"Perut kalian keras gak?" tanya Jule pada Bita dan Rembulan.

Bita yang melamun tak sadar perutnya di raba oleh Jule. Perempuan itu menatap lama perut Bita. Kedua alisnya menyatu, perut Bita berbeda tak seperti perut miliknya yang memiliki lipatan lemak.

"Bit!" panggil Jule, menyentak Bita dari lamunannya. "Perut lo... Em, lo belum BAB berapa hari? Perut lo keras kaya ibu hamil."

**

Satu Semester AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang