Pulang sekolah Rembulan mengajak Bita untuk melakukan USG janinnya. Sebagai calon tante yang baik dia harus memperhatikan kondisi kehamilan Bita. Walau, tak diinginkan janin itu tetap memiliki hak mendapatkan perawatan pada semestinya.
"Lo harus cek keadaan bayi lo karena ini pilihan yang lo ambil. Jangan siksa dia karena ibunya memilih abai dan bayi lo kekurangan nutrisi." Rembulan memaksa Bita yang tampak ragu.
Agak aneh memang membahas janin dan cek kehamilan di saat mereka masih menggunakan seragam sekolah.
Bita memilin ujung kerudung sekolahnya sampai kusut. Setiap malam dia pun memikirkan kondisi janinnya, terlebih selama hamil dia tidak meminum susu ibu hamil. Tapi, tak mudah menjawab pertanyaan yang membuatnya mengingat hinanya dia sampai menjual keperawanan dan hamil. Semakin banyak orang yang tahu tentang kehamilannya Bita merasa sedih. Dia merasa dunianya begitu kecil, gelap juga hancur.
"Gue sudah bilang singkatnya masalah lo, jadi tenang saja tante gue nggak akan mencemooh lo. Atau mau gue temenin lo menggugurkan janin lo?" tanya Rembulan.
Mata Bita mengerjap, kata menggugurkan membuat hatinya nyeri.
Jule yang baru tiba menatap Bita dan Rembulan dengan curiga. "Rapat apa nich? serius amat muka lo pada."
"Bita belum mau gue ajak cek janinnya!"
"Kenapa, Bit?"
"Takut ..., "
Bagaimana di sana dia bertemu orang yang dia kenal? Bagaimana nanti ternyata janinya tak berkembang karena dia sempat ingin menggugurkannya. Banyak pikiran buruk semenjak dia mengetahui di perutnya terdapat janin.
Bita rindu dirinya yang dulu, masalah hidupnya tidak jauh-jauh dari keuangan dan belajar. Tuhan dirinya sangat menyesal mengambil langkah yang Engkau murkai.
"Bit." Jule merangkul tubuh Bita yang tak lagi mungil dalam dekapannya. Bita sepertinya sudah naik puluhan kilo. "Dia engga minta dilahirkan, dia engga minta untuk hidup. Kalo sekiranya berat untuk menjalaninya, mungkin masih ada waktu untuk berhenti."
Rembulan menggenggam tangan Bita. Dia meneruskan perkataan Jule.
"Kita akan dukung pilihan lo, tapi kita minta untuk jalani sebaik-baiknya pilihan."
Anggukan itu sebagai pilihan paling tepat. Bita menyetujui untuk mengecek kehamilannya. Rembulan dan Jule memeluk Bita secara bersamaan, mereka berseru senang sambil mengelus calon keponakan mereka.
"Sehat-sehat, ya. Nanti tante ajak kamu liat cowo-cowo ganteng," ujar Rembulan yang tidak disetujui oleh Jule.
"Heh, dia belum lahir, jangan ajak-ajak dalam kecentilan lo. Mending ikut tante tinju-tinjuan."
Gelak tawa mereka disaksikan oleh Gustira dengan tatapan sendu. Dia ayahnya, tapi tak bisa hanya sekedar menyapa bayi mereka. Dia terlalu pengecut untuk mengakui semua itu.
"Maaf!" hanya itu yang bisa Gustira katakan ketika melihat Bita kesulitan dalam kehamilannya.
Hidupnya pun sulit, dia tak bisa mengorbankan perjuangan ibunya untuk masalah ini. Ada hal yang lebih besar yang harus dia urus dan mengorbankan perasaannya sebagai calon ayah.
Gustira tersenyum lebar melihat raut bahagia di wajah Bita. Setidaknya Tuhan masih memeri bahagia di kala badai yang sedang menerjang.
"Dia akan tumbuh hebat, sepertimu," ujar Gustira lirih dan berlalu pergi karena ada yang harus dia kerjakan.
**
Kemarin adalah pelajaran berharga, saat ini harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Bita grogi saat Bidan Nadia mengoleskan gel dingin pada perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Semester Akhir
Teen FictionSatu semester akhir menjadi penentu kelulusan. Namun, semua tak sesuai harapan. Tsabita siswi cerdas dan tidak neko-neko hamil di luar nikah, tanpa tahu pria seperti apa yang membelinya malam itu. Rupanya kasus Bita membuatnya terjebak pada kasus ya...