16. Berlari dan Putus Asa

1.7K 145 5
                                    

"Tenang, tarik napas. Lo harus kelihatan baik-baik aja. Kita semua udah buat rencana!" Jule mengusap punggung Bita. Sejak masuk kelas muka Bita sudah pias.

Hari ini semuanya ditentukan. Cita-cita dan harapannya dipertaruhkan dengan berhasil atau tidaknya rencana yang mereka susun.

Seka tersenyum manis pada Bita. Kali ini rambut yang selalu dibelah tengah berubah menjadi model rambut pada umumnya. Sepertinya Seka mulai mempertimbangkan ucapan Jule tadi malam.

"Buat lo!" Seka menyimpan botol minum berwarna biru dan pink di hadapan Bita. "Susu kesehatan, udah gue buatin sekalian biar Bita langsung minum. Ada rasa vanila sama cokelat!"

"Susu apaan ni, ko gue ga di kasih?" tanya Jule dengan raut kesal. "Ya udah buat gue satu."

Ketika Jule akan meminum susu itu, refleks Seka mencegahnya. Dia menggeleng. "Jangan itu khusus buat Bita!"

"Engga apa-apa Jule satu, gue yang rasa cokelat aja." Bita memberikan botol susu vanila pada Jule. Perempuan itu tersenyum lebar dan langsung meminumnya sampai habis.

"Enakk. Besok-besok gue mau lagi ya. Terima kasih Seka!"

Seka menggaruk rambutnya. "Tapi itu-"

Jule memegang bahu Seka. Tatapannya tajam mengintimidasi. "Muka lo aneh, pasti lo ngasih racun ke dalam susu ini kan?" tuduh Jule. Tangan Jule mencengkram bahu Seka keras sampai lelaki itu meringis.

Seka menggeleng, mengeluarkan paper bag dari dalam tas ransel besar miliknya. "Itu susu khusus untuk ibu hamil." ujar Seka lirih.

"Ah, kenapa lo gak bilang dari awal?" teriak Jule.

"Siagaa!" Angkasa berlari ke dalam kelas.

Suasana kelas yang ramai mendadak sepi membuat Jule, Seka dan Bita menoleh ke arah pintu. Debaran jantung ketiganya meningkat ketika langkah lebar milik pak Cahyono memasuki kelas diikuti Pak Ade dan bu katerin.

Bita meremas jemarinya ketika Pak Ade mendekat ke arahnya.

"Bita tolong ikut bersama bu Katerin untuk menjalani tes. Kebetulan di kelas ini hanya kamu yang belum melakukannya."

Jule meraih tangan Bita dari balik meja. "Tenang, ok!" bisik Jule.

Mereka sudah memiliki rencana, rencana yang akan menyelamatkan Bita. Sekarang tinggal Bita yang menjalankan perannya setenang mungkin. Karena jika Bita ketakutan dan berujung dicurigai rencana mereka akan gagal.

Bu Katerin melirik Bita yang terus menundukkan kepala. Beberapa kali Bita menyenggol siswa lain.

"Kalau kamu tidak berbuat macam-macam saya yakin hasilnya negatif," ucap Bu Katerin.

"Lagian kamu murid yang selalu di bangga-banggakan guru, saya sih yakin kamu pintar dalam mengambil langkah."

Nyatanya tidak, ekspetasi orang lain yang terlalu berlebihan padanya. Kini dia hanya remaja yang tak memiliki harga diri. Jangankan di banggakan, tidak terkucilkan saja suatu hal yang patut di syukuri.

Bu Katerin menyuruhnya memasuki kamar mandi. Jika sesuai rencana, Jule akan kemari dan memberikan air seninya. Lalu Lantra akan membuat kegaduhan, sehingga Bu Katerin meninggalkan Bita.

Gigi Bita saling beradu. Kakinya gemetar tak memiliki tenaga. Deru napasnya memburu. Di dalam kamar mandi rasanya seperti berada di lubang sempit.

"Kamu tinggal celupkan saja ke dalam wadah berisi air seni. Lalu tunggu sekitar dua menit!" Bu Katerin memberikan instruksi sebelum menutup pintu. Tatapannya menelisik pada wajah Bita yang semakin pias.

"Kalau hasilnya positif. Kamu selesai Bita!"

Pintu kamar mandi ditutup. Bita menghembuskan napas. Lelehan air mata menetes. Rasanya campur aduk. Ketakutan, putus asa, dan kekecewaan melebur jadi satu.

Sayangnya, Jule tidak bisa menuju ke sana. Langkahnya tertahan karena pak Ade memaksa semua siswa segera berkumpul ke lapangan. Rembulan sejak pagi belum muncul batang hidungnya. Tubuh perempuan itu memang cengeng, pasti badan Rembulan remuk karena semalam membawa kardus-kardus milik Bita.

"Lantra di mana?" tanya Jule panik pada Angkasa.

Angkasa menggeleng lesu. "Gue gak tau sumpah! Bita gimana?"

"Ya lo jangan nanya gue dong, kita kan udah sepakat buat menyelamatkan Bita. Sekarang mana Lantra?"

"Lo tenang bisa? Lo teriak-teriak gak jelas nambah runyam." Angkasa nampak berpikir, tapi semua terasa buntu. "Ini kerja sama team, kalo kita gak kompak gak bakal jalan. Makannya lo jangan cuman marah-marah doang. Solusi, kita butuh opsi lain!"

"Kalian kenapa masih di sini? Tidak mendengar pengumuman?" Pak Agus alias satpam River menatap Angkasa dan Jule mengintimidasi. Satpam satu ini bukan hanya tubuhnya saja yang kekar, tapi memiliki jiwa disiplin yang kuat.

Ketika mulut Jule terbuka dan akan mengeluarkan alibinya. Pak Agus sudah lebih dulu menyela. "Pak Cahyono memberi amanat segera ke lapangan karena ada beberapa berita penting, urusan pribadi diselesaikan setelahnya. Mari saya antar ke lapangan!"

Sudah tamat riwayat Bita. Jule mendesah kecewa. Angkasa menepuk pundak Jule. "Tenang, lo gak tau isi kepala Lantra. Dia bakalan bantu Bita."

**

Bita berjalan lesu ke arah teman-temannya di lapangan. Jule berdiri melambai-lambai pada Bita. Suara pak Cahyono yang sedang menyuarakan pentingnya pendidikan tak di dengarkan.

"Bita, maaf. Tadi bener-bener waktunya gak pas. Mana Lantra gak ada. Gue mau gerak juga bingung!"

"Iya, gak apa-apa!" jawab Bita dengan sedikit menambah senyum tipis di akhir perkataanya.

Jule memepetkan tubuhnya pada Bita. "Hasilnya apa?" tanyanya penasaran.

"Jangan ngobrol!" Pak Ade yang berkeliling menertibkan siswanya yang tak menyimak perkataan kepala sekolah.

"Ujian sekolah akan di adakan sebentar lagi, saya dan guru-guru berharap kalian fokus belajar dan tidak membuat masalah yang menyebabkan kalian di keluarkan dari sekolah. Contohnya ... hamil!"

Pak Cahyono mengangkat sebuah kertas. "Di sini saya sudah mendapatkan nama-nama murid yang bermasalah. Sekaligus berita yang akan membuat kalian tercengang."

Bita dan Jule saling tatap. Tangan kedua perempuan itu begitu dingin. Tidak ada harapan lagi.

Kali ini Bu Katerin yang mengambil alih mic. Guru cantik yang menjadi primadona murid River. Rumornya bu Katerin memiliki kekasih seorang pejabat penting. Wajar saja, Bu Katerin adalah lulusan terbaik di universitas luar negeri dengan beasiswa full.

"Kalian tau ini?" tanya Bu Katerin pada seluruh murid yang ada di sini. Kompak semuanya menjawab. "Testpack!"

"Lalu apakah kalian mengetahui bahaya hamil di usia remaja?" Sebagian dari murid River menggeleng. Sex education adalah hal tabu yang membuat mereka hanya tau tentang sex seputar hubungan intim.

"Bayi prematur, pendarahan setelah bersalin juga Kematian ibu dan anak. Selain itu, emosional yang belum matang membuat aborsi menjadi opsi. Saya tidak melarang kalian bersenang-senang dengan usia kalian yang sedang ingin mencoba hal baru. Tapi pikirkan banyak hal sebelum bertindak, jangan menyesal setelahnya!"

Perkataan Bu Katerin secara tidak langsung menampar Bita.

Bu Katerin menunjukkan lagi testpack ke hadapan semua murid. "Dan saya tidak mau lagi mendapati murid disekolah ini menunjukkan hasil testpack garis dua. Seperti dua teman kalian yang terancam kami keluarkan."

Siapa? Siapakah dua murid tersebut? Apakah Bita salah satunya? Apakah ini akhir dari cita-citanya menjadi psikolog klinis yang mendampingi para korban pemerkosaan?

Apakah tidak ada harapan lagi Tuhan?

**

Hai... Yuk Banyakin vote dan komennya dong!! Aku suka baca komentar random kalian. Biar aku makin semangat nulis ini🔥

Selamat membaca ❤️

Satu Semester AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang