19. Baru Bahagia Terhempas Realita

2K 164 38
                                    

Malam, selamat membaca. Jangan lupa baca note di akhir bab ini.

***

Melihat senyum Bita saat ini, mengingatkan Gustira pada kejadian empat tahun lalu. Dimana motor matic miliknya menabrak gerobak siomay. Waktu itu Gustira kena doa buruk gurunya- dia bolos pada saat ujian biologi- dan terjadilah siomay-siomay berceceran di jalanan.

Padahal, seingat Gustira dirinya tidak terlalu ngebut. Ya, anak bandel memang sering ketiban apes- mau insaf, tapi akhlak buruk sudah mendarah daging.

Keadaan riuh, orang-orang membantu memunguti siomay yang masih utuh. Tukang Siomay yang sibuk menangis- meratapi telor dan kentang yang hancur. Beberapa manusia lainnya yang sadar Gustira nyungsep segera menolong tubuh yang penuh lumpur.

Sialan, motor pinjaman satpam sekolahnya ringsek parah. Kalau mau hitung untung-rugi. Untungnya Tuhan membuat tubuh Gustira nyungsep kedalam got sehingga wajah tampan lelaki itu masih bisa dinikmati kaum hawa. RUGI nya dia harus menyicil berapa tahun? Apa harus menggadaikan ginjal yang belum tentu sehat ini?

Sedang frustasi, mau nangis ko rasanya malu. Tiba-tiba seorang perempuan memberikan sebotol minum dengan malu-malu karena dipaksa neneknya.

"Diminum dulu, jangan panik. Nanti ditelepon orang tua adeknya," ujar Nenek-nenek yang tadi anak perempuannya memberikan Gustira minum.

Gustira tersenyum canggung. Kan, ibunya sudah beda alam. Emang sinyalnya bisa tembus sampai akhirat?

"Tadi Bita juga liat kalo Mang Geboy mau nyebrang gak lihat ada motor," jelas Bita pada neneknya yang menyimak ucapan Bita.

Oh, namanya Bita. Pipinya lucu, balapan sama hidung yang minimalis -alias pesek.

"Mana orang tua lo, gue mau minta ganti rugi!" sewot Mang Geboy. Pria itu menarik kerah baju Gustira dan langsung dipisahkan oleh warga.

"Nggak ada," jawab Gustira, tenang, stay cool, dan mencoba tidak kencing di celana.

Mang Geboy kembali murka, pokonya kejadian ini sepenuhnya salah bocah SMP yang tidak becus naik motor.

"Tadi Bita sama nenek juga lihat Mang Geboy dorong gerobak sambil liat handphone. Dia nggak salah sepenuhnya." Bela Bita, tak merasa takut orang dewasa menatapnya penuh intimidasi. Karena, neneknya selalu mengajarkan tentang kejujuran dan menolong sesama.

Gustira tersenyum lebar, bukan karena merasa lega dirinya akan terbebas dari masalah ini. Melainkan, dia terpesona dan sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama -pada Bita, pemilik senyum manis yang berhasil membuat Gustira salah tingkah.

Dan saat ini senyum itu masih sama, membuat jantungnya berdetak lebih keras. Seperti candu, ingin terus melihatnya, walau memiliki serasa langit dan bumi. Bita terlalu baik untuk Gustira yang lupa kapan terakhir kali berbuat baik.

"Gue belum pernah naik kuda-kudaan. Dulu, cuman di kasih izin main mandi bola," oceh Bita, menatap sendu wahana yang ramai dinaiki anak-anak.

Gustira berdecak. "Lo udah mau punya anak aja masih pengen naik gituan. Badan lo kan-"

"Gendut. Iya tau, ih, body shaming. Padahal siapa hayo yang terus-terusan beliin gue makanan?"

Gustira menaikan bahunya. Pura-pura tidak merasa sedang disindir.

"Kan lo! Mana ada orang nggak ngiler malem-malem di kasih foto makanan." Bita merajuk, bibirnya maju hampir menyaingi tinggi hidungnya.

Gemes, Gustira tidak kuat menahan jemarinya untuk tidak mencubit pipi tembam Bita. Namun, saat tangannya sudah berada di udara, Gustira urungkan. Lelaki itu ikut menatap wahana yang sejak tadi menarik perhatian Bita.

Satu Semester AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang