17. Kilas Balik

1.5K 133 2
                                    

Hai, selamat membaca, terima kasih masih setia menunggu ceritaku.

Oh ya, maaf karena ceritaku masih banyak kurang dan kesalahan. Tolong beri masukannya, aku akan memperbaiki sebisaku.

Salam, hangat🔥

**

Minimal Lantra berada dalam alam mimpi empat jam, tapi karena Gustira meneleponnya meminta nasi padang, mimpinya menjadi putra mahkota gagal total. Sialnya, matanya tidak mau lagi terpejam. Sekarang disaat dia harus kelihatan gagah dan berani, matanya malah enggan terbuka.

Tubuhnya ia sandarkan pada gerbang megah, menunggu seorang wanita. Pukul setengah tujuh, biasanya dia sudah bergegas menuju sekolah. Rupanya kali ini dia sedikit terlambat. Mata Lantra sayup-sayup menutup.

"Kamu ngapain di sini?" tanya wanita itu dengan raut bingung.

Lantra mengusap wajah, menepuk-nepuk pipinya agar kesadarannya sepenuhnya kembali.

"Pagi, Bu!" sapa Lantra dengan senyum lebar.

Alis Katerin menyatu, Tidak ada yang mengetahui tempat tinggalnya. Katerin tipikal manusia tertutup. Dia bahkan tidak memposting wajah di media sosialnya. Hobinya berpetualang membuat wanita berusia 30 tahun itu lebih sering memposting tentang alam. Toh, cita-citanya bukan menjadi selebgram terkenal dengan pengikut berjuta-juta.

"Kamu tau alamat rumah saya dari mana?" tanya Katerin. Wanita itu tak menyapa ramah anak didiknya. Persetan dengan gelar anak yang punya sekolahan. Dirinya tak suka jika seseorang melewati batas privasinya.

"Bu Katerin pagi-pagi cantik banget," ujar Lantra, mata lelaki itu menelisik dari ujung kaki sampai ujung kepala. Mungkin, kriteria perempuan idamannya sepuluh tahun mendatang seperti gurunya ini. Terlihat berkelas dan mahal. Kalau sekarang, tergantung FYP tiktok.

Katerin terlihat kesal, dia mendengus kasar. "Jawab, kamu tau rumah saya dari mana?"

Lantra menaik-turunkan alisnya. Merogoh sesuatu didalam saku celana. Nampak berpikir sejenak, lalu dia menyerahkan itu pada Katerin.

"Saya tidak mau menerimanya," ujar Katerin.

"Ya sudah, saya pajang saja foto Bu Katerin di mading sekolah."

"Jangan main-main sama saya! Mau kamu anak presiden sekalipun, saya tidak akan takut."

"Saya juga tidak ingin ditakuti, Bu. Saya ingin di puja. Hehe ... Bercanda!"

Lantra meraih tangan Katerin, memberikan dua lembar foto. Ini senjata kecil yang akan Lantra gunakan untuk membuat misinya berhasil.

"Kamu-" Mata Katerin membulat sempurna, mulutnya terbuka. Sepertinya foto itu berhasil membuat Katerin terkejut. "Dari mana kamu dapet semua ini?"

"Bu, dari pada ibu pusing-pusing memikirkan kenapa saya bisa dapat foto ibu di club malam. Gimana kalau kita buat kesepakatan?"

Katerin menggeleng, gila saja jika dia bisa dibodohi bocah ingusan. Katerin meremas foto memalukan itu. Membuangnya pada tong sampah.

"Saya tidak mau! Kamu silahkan pergi dari rumah saya, belajar saja yang benar dari pada terus membuat onar."

"Gimana kalau soal ini." Lantra menunjukkan sebuah alat tes kehamilan. Yup, apalagi alasannya pagi-pagi buta jika bukan untuk memanipulasi hasil tes kehamilan Bita.

Tadi malam, selepas mereka membantu Bita pindahan, Lantra langsung menghubungi teman hackernya untuk menyelidiki semua data tentang Katerin. Wanita seperti Katerin akan mudah tersinggung jika privasi miliknya diganggu.

Satu Semester AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang