10. Terbongkar?

2.2K 128 1
                                    

"Bit, lo ngapain ke tempat balapan tadi malam?" Rembulan terus mencerca Bita.

Alis Jule menyatu. Menatap bergantian Bita dan Rembulan. "Kalian ngomongin apa? Wah, gue gak di ajak!" kata Jule dengan nada merajuk.

"Tanya Bita!" balas Rembulan.

Bita mendongak, melirik Jule sekilas kemudian kembali menunduk. Sedikit meremas perutnya yang lapar. Mungkin karena saat ini ada nyawa lain porsi makan Bita nambah berkali-kali lipat.

"Bit, jadi lo ngapain?" Jule menyenggol bahu Bita.

"Cerita dong, tumben banget lo malem-malem ke tempat gituan!" Rembulan tak kalah mendesak Bita. Apalagi saat dirinya memangil Bita, perempuan itu malah pergi seperti orang ketakutan. Rembulan jadi curiga ada hal yang Bita sembunyikan dari mereka.

"Nemuin temen aja!" jawab Bita jujur. Kan, Flara juga teman Bita. Teman yang membantunya mendapatkan uang haram.

"Temen siapa?" tanya Jule dan Rembulan bersamaan.

Bibir Bita cemberut. "Ish. Laper, jangan bawel!" keluh Bita.

Rembulan mencubit pipi Bita yang semakin hari semakin tembam. "Ini pipi lo udah melar. Lo gak nyadar badan lo udah segemuk ini?"

"No dengerin Rembulan, spesialis berat badan orang." sindir Jule yang dia tunjukan pada Rembulan.

Merasa di sindir Rembulan berdecak. Perempuan itu menarik perut Jule. "Ini lemak. Gak sehat! Jangan dengerin Jule, Bit."

Bita menghembuskan napas panjang. Menatap kedua temannya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian wajahnya dia telungkup kan pada kedua telapak tangan mungil. Awalnya hanya air mata yang menetes, lama kelamaan tangis itu berubah menjadi isak tangis.

"Bit. Lo kenapa?" tanya Rembulan panik.

"Lo sih!" Jule menyalahkan Rembulan. Pokonya Rembulan yang salah.

"Pick me girl." sindir Rembulan balik dengan bola mata memutar.

Ketika mereka sedang asik menyalahkan satu sama lain. Lantra yang melewati meja mereka menghentikan langkahnya. Membuat pengawal di belakang Lantra mau tak mau ikut berhenti. Angkasa menghembuskan napas lega saat mangkuk soto itu berhasil dirinya amankan sebelum tumpah mengenai Lantra. Bisa-bisa dirinya yang baru di angkat menjadi panglima perang oleh Lantra kembali menjadi murid biasa.

"Bocil kenapa nangis?" tanya Lantra dengan nada ketara sekali meledek.

Mendengar suara manusia menyebalkan. Bita mendongak, menatap netra Lantra yang berwarna cokelat gelap itu dengan tatapan sendu. Bibirnya yang mungil cemberut. Semakin terlihat menggemaskan di kala kedua pipi montok milik Bita mengembung.

"Hus. Jangan ganggu!" usir Bita dengan suara lirih dan tangan mengibas ke udara.

"Aduh-aduh panas." Angkasa yang tak tahan memegang soto miliknya langsung menaruh pada meja, tepat di hadapan Bita yang langsung menunduk dan menghirup aroma soto yang menggiurkan.

"Ati-ati air liur lo netes!" Ejek Angkasa. Bita langsung mengelap bibirnya dan mendapat gelak tawa dari Lantra.

"Belum makan satu tahun, lo?" tanya Lantra.

"Udah deh sana-sana, kalian rusuh!" usir Jule. Keberadaan mereka menimbulkan efek samping yang tidak baik.

Tangan Bita menyentuh ujung seragam Angkasa yang tak ia masukkan ke dalam celana. Lalu, Bita menatap wajah Angkasa dengan tatapan sendu miliknya. "Boleh buat gue? Em.., kita tukeran makanan, ya?"

"Ini punya gue aja!" Seka yang sejak tadi menyimak, menyodorkan mie ayam miliknya pada Bita. Tetapi, bau mie ayam itu malah menyebabkan perut Bita bergejolak.

Satu Semester AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang