Hari menjelang malam, Maya terdiam menunggu Tarachandra menyelesaikan prosesi bertapanya. Ia merasakan hawa yang sedikit aneh, ia merasakan hawa dingin menusuk kulitnya. Ketika ia melihat kembali pada air terjun, ia melihat sekilas sosok ular besar yang berwarna putih.
Maya tentu sangat terkejut setengah mati, namun ular itu terlihat hanya berdiam dan mengelilingi genangan air di bawah air terjun. Ular itu juga memiliki mahkota kecil di atas kepalanya berwarna merah.
Maya merasa akan menjadi gila jika terus-terusan melihat suatu yang sangat tak masuk akal logis manusia. Di sisi ia melakukan lintas waktu ke zaman majapahit, ia juga melihat beberapa sosok yang begitu aneh dan menakjubkan.
Beberapa saat kemudian setelah melihat sosok ular itu, ia menyadari ada sebuah simbol yang sama seperti ada pada pintu atas Gapura Bajang Ratu. Itu merupakan simbol kala yang terukir pada batu yang ada di tempat ia duduk.
Ia juga merasa sedikit aneh, ketika obor yang dinyalakan Tarachandra tadi mendadak tertiup angin yang sedikit kencang. Maya merasa bahwa dirinya menjadi sangat pusing dan kepalanya begitu sangat berat. Hingga ia pun jatuh tak sadarkan diri di atas batu tersebut, lalu muncul kepulan kabut putih yang menyelimuti gua itu.
***
Maya membuka kedua kelopak matanya yang masih terasa sangat berat, ia terperanjak kaget ketika melihat sosok Tarachandra yang tengah duduk tepat di hadapannya. Tarachandra tersenyum lembut menatap Maya yang baru saja terbangun dari pingsannya.
"Bagaimana keadaanmu?" ucap Tarachandra sembari memberikan segelas air putih untuk Maya, Maya sendiri merasa bingung karena katanya Tarachandra harus bertapa selama dua hari dua malam namun ia malah keluar dari tempatnya dan memberikan segelas air putih untuk Maya.
"Bukankah kau belum menyelesaikan bertapamu? Kenapa kau sudah keluar dari tempat itu?" tanya Maya yang nampak kebingungan.
"Aku baru saja keluar dari tempat itu dan ini memang sudah dua hari dua malam jadi sudah waktunya untukku keluar dari tempat itu, lalu aku melihatmu yang terlelap dan aku menyiapkan air putih untukmu."
"Yang benar? Aku merasa baru saja tertidur, kamu jangan bercanda," ucap Maya yang tak percaya bahwa dirinya telah tertidur selama itu.
"Iya aku tidak bohong, mungkin saja waktu aku bertapa datang sosok Batara Kala yang mungkin membuatmu menjadi terlelap bahkan selama dua hari dua malam, namun kamu merasa bahwa tidurmu hanya sebentar," jelas Tarachandra pada Maya. Maya semakin tak percaya dengan apa yang menimpanya, semakin banyak kejadian aneh dan tak masuk akal ketika ia tiba di zaman ini.
"Kakimu juga sudah sembuh, jadi ayo kita segera pergi ke Tumapel terlebih dahulu menjemput Wistara dan Narayandra," ajaknya pada Maya yang masih tertegun.
"Ini minumlah air terlebih dahulu," ucap Tarachandra sembari memberikan segelas air putih, dengan pandangan kosong ia meraih air itu dan menenggaknya secara kasar.
Setelah menyiapkan perbekalan mereka keluar dari gua itu, dan Tarachandra mengambil kudanya yang ia ikatkan pada sebuah pohon jati yang tak jauh dari mulut gua yang mereka lewati. Tarachandra menuntun kuda itu menuju ke dekat Maya yang sedari tadi menunggunya.
"Ayo naik!" ajak Tarachandra sembari mengulurkan tangannya dengan tujuan untuk membantu Maya untuk menaiki kuda tersebut. Maya bingung kenapa dia harus naik terlebih dahulu, bukannya Tarachandra dulu yang harus menaikinya?
"Cepatlah," ujar Tarachandra, dengan hati-hati Maya menaiki kuda putih itu dengan bantuan Tarachandra. Lalu, Tarachandra juga ikut menaiki kuda itu. Maya sedikit kaget karena posisi Tarachandra saat ini adalah tepat di belakangnya, ia berada di posisi belakang dan membuat suasana menjadi canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...