Mereka menempuh perjalanan panjang sekitar 5 jam dari tempat mereka bertemu dengan tabib. Kini mereka telah tiba di hutan pembatas antara Tumapel dan Daha, karena dirasa hari sudah mulai gelap Tarachandra menyewa sebuah penginapan untuk mereka berdua.
"Istirahatlah," ujar Tarachandra pada Maya yang tengah merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur penginapan itu.
"Omong-omong, apa yang akan kita lakukan ketika kita tiba di Daha nanti? Aku sendiri bahkan tidak mengetahui apa yang akan aku lakukan untuk kedepannya, disana aku juga tidak mengenal siapapun," celetuk Maya pada Tarachandra.
"Aku akan membelikanmu rumah disana, kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan. Tadinya aku ingin menempatkanmu di Arya Warinjing, namun sepertinya kau tidak akan betah dengan adanya penganggu yang akan mengganggu kehidupanmu nanti."
Maya merasa mengerti dan paham, hidupnya tidak akan tenang ketika ia terus bergantung kepada Tarachandra yang merupakan seorang pendekar yang telah mengabdikan dirinya pada Mpu Nambi.
"Lalu, kau akan membiarkan aku sendirian disana?" tanya Maya dengan raut memelas.
"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu sendirian." Maya terlihat senang dengan jawaban yang keluar dari bibir Tarachandra. Mereka berdua memutuskan untuk beristirahat setelahnya, karena memang tubuh mereka sangatlah lelah.
***
Keesokan paginya Tarachandra dan Maya keluar dari penginapan serta melanjutkan perjalanan mereka menuju Daha. Mereka menaiki kuda dengan sedikit kencang, karena agar mereka tidak kemalaman di jalan.
Sekitar 4 jam kemudian, mereka tiba di pusat kota Daha, Daha sendiri memiliki jarak yang dekat dengan Trowulan , dimana letak kedhaton Majapahit berada. Tarachandra menghentikan kudanya di depan sebuah rumah yang terlihat cukup besar, rumah itu terbuat dari batuan gosok yang di kaitkan satu sama lain.
Bangunan rumah itu memiliki bentuk layaknya candi atau pura yang pernah Maya temui di masa depan. Maya juga kagum dengan pemandangan yang berada di samping rumah yang memperlihatkan kota Daha dari atas bukit tempat rumah ini berada.
Rumah ini berdiri dengan kokoh di atas bukit yang jaraknya berkisar 5 km dari pusat kota. Maya tersenyum kegirangan, karena Tarachandra mengatakan bahwa rumah ini adalah rumah masa kecilnya dan ia memberikan rumah ini pada Maya.
Maya memeluk Tarachandra dengan begitu erat "Aku harap kamu bisa memenangkan pertempuranmu dengan Majapahit," lirih Maya di sela pelukannya.
"Aku mencintaimu," ujar Tarachandra sembari membalas pelukan Maya.
Maya dan Tarachandra saling bekerja sama untuk membersihkan seluruh rumah ini, mereka juga menata ulang beberapa perabot yang telah lama ditinggalkan. Rumah ini sudah sangat lama kosong semenjak Tarachandra ikut bersama Mpu Nambi ke Lamajang, sesekali Tarachandra mampir kesini ketika ia melakukan perjalanan jauh dan melintasi Daha.
Setelah hampir seharian membersihkan rumah ini, Maya dan Tarachandra merebahkan tubuh mereka di atas sebuah ranjang yang berukuran besar yang ada pada salah satu kamar di rumah ini. Mereka menatap lurus ke langit-langit kamar, sesekali Tarachandra melirik ke arah Maya.
"Daripada aku mati kebosanan, bisakah kamu mengajariku tentang jenis-jenis tanaman herbal dan tolong ajari aku membuat ramuan herbal," pinta Maya pada Tarachandra.
"Aku akan dengan sangat senang hati membantu dan mengajarimu," jawab Tarachandra sembari tersenyum lembut pada Maya. Maya bangkit dari posisinya, dan ia terlihat tengah menyunggingkan senyuman manis kepada Tarachandra.
"Mau pergi kemana?" tanya Tarachandra sembari menahan lengan Maya.
"Pergi ke pawon , aku ingin mengambil air di sana," balas Maya, namun Tarachandra tak melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Maya. Tarachandra menarik lengan Maya dengan sedikit keras, sehingga membuat Maya terjatuh tepat ke atas dada bidang Tarachandra,
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historická literaturaRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...