Tarachandra mendorong Maya untuk menjauh dari serangan pendekar bertopeng itu sehingga membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.
"Larilah!" teriak Tarachandra yang juga menghindari serangan sosok bertopeng itu. Maya tidak menggubris teriakan dari Tarachandra, ia malah berlari sembari melemparkan sebuah keris pada Tarachandra.
"Tangkaplah!" teriak Maya.
Dengan sigap Tarachandra menangkap keris tersebut, ia menatap tajam sosok bertopeng yang mencoba menyerangnya itu.
"Siapa kau!?" teriakan Tarachandra tak digubris oleh sosok itu, sosok itu kembali menyerang Tarachandra yang bersenjatakan keris yang ia tinggalkan untuk Maya dulu. Maya terlihat begitu panik ketika Tarachandra jatuh saat menghalau serangan brutal dari sosok bertopeng itu.
"Chandra!" Maya berusaha untuk mencari sesuatu untuk menyerang pria itu, ia menemukan batu yang berukuran sedang lalu ia lemparkan pada kepala pria itu.
Brak...
Topeng pria itu terbelah menjadi dua setelah terkena timpukan batu dari Maya, Maya segera membantu Tarachandra berdiri namun saat itu juga Tarachandra hanya bisa diam membeku melihat sosok yang tadi menyerangnya.
Terlihat darah keluar dari hidung sosok tersebut, pria itu membuang kasar pecahan topengnya. Ia kembali menggenggam pedangnya yang terjatuh di tanah.
"Wistara?" Maya terkejut mendengar nama itu terucap begitu saja dari mulut Tarachandra. Keduanya hanya bisa terdiam melihat sosok yang telah menyerang mereka.
"Apa yang kau lakukan?!" Teriak Tarachandra kepada Wistara. Pria itu hanya tersenyum dengan begitu sinis sambil menatap bergantian ke arah Maya dan Tarachandra.
"Aku sudah mengatakan berkali-kali padamu jauhi gadis itu. Aku sangat muak dan benci pada dirinya yang telah merusak persahabatan dan kesetiaanmu!" seru Wistara.
Tarachandra menarik Maya untuk berada di belakangnya, ia dalam posisi waspada mengingat Wistara bisa saja menyerang mereka disaat mereka lengah. Wistara juga tak segan untuk membunuh Maya demi sebuah kesetiaannya pada Mpu Nambi.
"Maya, larilah kumohon padamu," bisik Tarachandra kepada istrinya.
"T-tapi? Bagaimana denganmu? Kau terluka separah ini dan ingin bertarung dengan dia?" Maya merasa Tarachandra tak akan mampu menghadapi Wistara seorang diri mengingat kondisi Tarachandra yang sangat rapuh dan lemah. Ia hanya bisa menangis melihat keadaan Tarachandra yang seperti ini, ia juga sangat merasa kebingungan.
Tarachandra hanya mengulas senyuman lembut "Serahkan padaku, kembali menuju putra kita. Aku akan segera menyusul," ujarnya pada Maya.
Maya melirik sekilas ke arah Wistara yang masih menatap mereka secara tajam. Terlihat seolah ia tengah merencanakan suatu yang buruk, mendadak perasaan Maya menjadi sangat tak enak.
"Kumohon berjanjilah kita akan bertemu lagi nanti," pinta Maya pada Tarachandra.
"Tentu saja, sekarang larilah!" Maya seketika berlari kencang meninggalkan Tarachandra dengan Wistara. Sesekali ia menoleh ke arah Tarachandra, ia tak bisa melakukan banyak hal selain lari. Ia takut bahwa Wistara akan melukai putra semata wayangnya, Maya menangis sambil berlari menuju putranya.
'Ya Tuhan, sungguh mengerikan takdir yang kau berikan padaku!' teriak Maya dalam batinnya.
Tarachandra menatap tajam ke arah Wistara yang tetap berdiam di posisinya.
"Aku tak habis pikir setega ini dirimu padaku?"
"Kau yang tega pada Narayandra! Karenamu dia mati! Karenamulah rencana kita gagal! Kau berubah gara-gara gadis sialan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...