Chapter 22

1K 131 10
                                    

Kawindra memacu kencang kudanya menuruni bukit, tangan kananya dengan erat memegang tubuh Maya yang sangat lemas. Hingga beberapa menit kemudian tibalah Kawindra di sebuah tempat praktik tabib langganan Kawindra.

"Tabib, tolong periksa keadaanya," pinta Kawindra pada sang tabib.

"Baik Raden, baringkan dia disini." Kawindra membaringkan tubuh Maya pada sebuah ranjang yang ada di ruangan kerja tabib itu. Kemudian tabib memeriksa kondisi Maya, setelah selesai memeriksa keadaan Maya , sang tabib membuat sebuah ramuan.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Kawindra dengan penuh kekhawatiran.

"Raden, sebenarnya wanita ini tengah hamil muda. Tubuhnya terlihat sangat rapuh dan mudah lelah dikarenakan kandungannya yang sangat rentan." penjelasan dari tabib membuat Kawindra sangat terkejut setelah mengetahui fakta bahwa Maya tengah hamil muda.

***

Hari ini Tarachandra tidak memiliki kegiatan apapun, ia berencana untuk menjenguk kekasihnya yang berada di Daha. Ketika ia hendak menaiki kudanya, Prameswari datang membawa sebuah bingkisan itu terlihat seperti bingkisan daun pisang.

"Raden! Ini untukmu." Prameswari mengulurkan bingkisan yang ia pegang kepada Tarachandra.

"Apa ini?"

"Bekal untuk perjalananmu, aku tak tahu kamu akan pergi kemana tapi jangan lupa untuk makan dan minum. Jaga dirimu baik-baik," tutur Prameswari pada Tarachandra.

Tarachandra tersenyum lembut pada Prameswari "Maturnuwun," balasnya. Setelah menerima dan memasukkan bingkisan ke dalam kantong tempat perbekalannya, ia segera naik dan memacu kudanya pergi melewati gerbang belakang kadhaton Sadeng.

Prameswari tersenyum lembut melihat Tarachandra pergi, ia menatap kepergian Tarachandra hingga pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Namun, ia juga melihat sosok Wistara yang tengah memacu kudanya keluar dari gerbang dengan tergesa-gesa. Prameswari penasaran, namun ia tak mungkin bertanya pada Wistara yang terkenal dingin dan ketus.

Ia berpikir mungkin Wistara ada keperluan lainnya yang membuat Wistara harus pergi dengan terburu-buru. Prameswari tidak memusingkan itu dan memilih kembali ke kediamannya yang berada di luar kedaton, tetapi ketika ia hendak melangkahkan kakinya seseorang menghalangi langkahnya.

Prameswari melihat sosok itu yang ternyata adalah "Sasmita?" ucap Prameswari terkejut dengan keberadaan Sasmita yang tiba-tiba saja sudah berada di depannya.

"Ku mohon jangan berharap atau mendekati Utpala, kamu pasti mengerti apa maksudku bukan?" sarkas Sasmita sembari menyunggingkan senyum palsu. Prameswari berdecih ketika melihat Sasmita yang selalu posesif kepada Tarachandra.

"Sasmita, kamu tidak pernah berubah ya? selalu saja menghalangi perempuan lain yang ingin mendekati Utpala," balasnya dengan sinis.

"Wah, gadis cilik ini sudah tumbuh menjadi penggoda yang tak tahu malu. Dulu Utpala memperhatikanmu karena kamu masih kecil, ia menghormatimu sebagai putri angkat Mpu Nambi." Sasmita sedikit kesal dengan Prameswari yang terlihat berani pada dirinya.

"Aku tahu, tapi setidaknya aku tidak seperti dirimu yang posesif pada orang yang bahkan bukan siapa-siapa bagimu. Ya persamaan kita adalah sama-sama menyukai Utpala, namun aku sadar diri dan tak pernah melarang utpala dekat dengan wanita lain. Berbeda dengan dirimu yang terlihat begitu terobsesi bahkan lebih memalukan lagi, Utpala lebih memilih seseorang yang bernama Prabawati," ejek Prameswari. Hal itu semakin membuat Sasmita sangat kesal, namun ia berusaha untuk menahan amarahnya agar tak merusak imagenya.

"Lihat saja, Utpala akan memilihku daripada dirimu ataupun Prabawati!" Sasmita pergi meninggalkan Prameswari begitu saja.

"Dasar kekanakan, dia sedari dulu memang sangat terobsesi pada Utpala." Prameswari pun kembali menuju kediamannya.

KALA : The Eternal Love [Majapahit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang