Maya terlihat tengah sibuk menyuapi putranya yang baru saja menginjak usia satu tahun dengan sebuah pisang.
"Ayo buka mulutmu nak," perintahnya pada putranya yang diberi nama Gajendra. Putranya hanya bisa mengucapkan 'Aa..aa' seperti balita pada umumnya, Gajendra mewarisi ketampanan ayahnya serta mewarisi kulit putih bersih milik ibunya.
"Melihat dirimu semakin membuatku rindu pada ramamu," celetuk Maya. Pasalnya, sudah hampir 2 minggu Tarachandra tidak mengunjungi dirinya. Maya juga harus mengerti dengan posisi penting yang dimiliki suaminya di Sadeng.
Maya juga merasa sangat aneh, karena beberapa hari ini ia tidak melihat sosok Kawindra yang diketahui sebagai kakak kandung Prabawati. Pria itu seolah menghilang tanpa jejak, biasanya jika ia pergi ke suatu tempat ia akan berpamitan atau sekedar basa-basi pada Maya.
***
Aula Wilwaktiktapura
Setelah 3 hari kemudian pasca mendapat laporan tentang pemberontakan Sadeng dan Keta, Ratu Tribhuwana Tunggadewi mengundang petinggi Sadeng yaitu Tuan Waruyu yang di dampingi oleh Wistara dan Tarachandra.
Kebetulan sekali saat itu di Wilwatikta datang sahabat Gajah Mada dan sepupu dari Ratu Tribhuwana Tunggadewi yang bernama Adityawarman. Ia ikut andil dalam misi mengatasi pemberontakan Sadeng dan dimulai dari cara diplomasi saat ini.
"Saya meminta maaf dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu saya, saya benar-benar menyesal dengan kematian yang dialami Mpu Nambi," ucap Sang Ratu pada Tuan Waruyu. Tuan Waruyu terlihat seolah tersenyum kecut setelah mendengar permintaan maaf dari Sang Ratu Majapahit.
"Maaf? Maaf tidak akan menggantikan atau kembali menghidupkan Mpu Nambi," ujar Tuan Waruyu.
Ketika Tuan Waruyu, Ratu Tribhuwana dan Gajah Mada tengah sibuk bernegosiasi, netra Wistara menangkap suatu pergerakan mencurigakan. Ia melihat sosok yang dicurigai sebagai seorang telik sandi yang telah melaporkan pemberontakan ini, ia merasa harus mengejar sosok itu. Ia memberi kode kepada Tuan Waruyu, Tuan Waruyu mengizinkan Wistara untuk bergerak menangkap sang telik sandi .
Sosok itu berlari dengan begitu cepat meninggalkan aula, namun bukanlah hal sulit bagi Wistara untuk melumpuhkan sosok itu dengan sekali tendangan. Namun, terlihat beberapa prajurit Majapahit mencoba untuk melindungi dan menghalangi Wistara untuk menangkap telik sandi . Meskipun Wistara berhasil dihalangi, namun ternyata Tarachandra juga ikut mengejar telik sandi dari arah samping ia berhasil mengelabuhi para prajurit itu.
Telik sandi itu terlihat sangat panik dan terkejut ketika melihat Tarachandra yang tengah mengejar dirinya. Karena panik, sosok itu pun tersandung hingga membuatnya terjungkal. Tarachandra menghunuskan kerisnya kepada leher sang telik sandi.
"Siapa kau?"
Pria itu tak berniat menjawab pertanyaan Tarachandra, lalu karena itulah dengan menggunakan ujung kerisnya Tarachandra membuka penutup wajah pria yang dicurigai sebagai mata-mata Majapahit.
Betapa terkejutnya Tarachandra ketika melihat sosok yang sangat ia kenali. Bahkan Tarachandra sempat membeku karena tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Wah, ternyata iparmu seorang telik sandi. Aku sudah menduga dan mencoba mewanti-wantimu," ucap Wistara yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Kawindra? K-kenapa?" tanya Tarachandra seolah tak percaya.
"Maafkan aku, aku melakukannya demi keselamatan adikku. Mereka mengincarku, mereka mencoba untuk menjatuhkanku! Aku tak ingin kehilangan segalanya seperti dulu! Aku tidak ingin lagi dicap sebagai putra pengkhianat seperti halnya orangtuaku dulu!" teriak Kawindra.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Ficción históricaRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...