Chapter 27

1K 105 9
                                    

Ketika suasana malam begitu sunyi dan sepi, Tarachandra berniat untuk membebaskan Narayandra beserta rekan lainnya. Tarachandra sedikit heran dengan keadaan yang sunyi seperti ini, ia juga memiliki firasat buruk tentang hal ini. Tidak biasanya tawanan perang tidak dijaga seketat ini, bahkan hanya ada satu prajurit yang berjaga dan prajurit itu telah tertidur pulas di tempatnya berjaga.

Tarachandra yang berhasil membobol jeruji kayu yang kebetulan salah satu kayu disana mudah untuk dipatahkan oleh Tarachandra meskipun menimbulkan suara yang cukup keras tidak ada satupun terdengar langkah kaki prajurit menuju tempat ini. Tarachandra tidak memusingkan hal itu, iapun segera melepaskan ikatan pada beberapa rekannya dan berjalan perlahan dan pergi meninggalkan barak tentara Majapahit.

Ketika hampir keluar dari area barak, Wistara menghentikan langkahnya sehingga membuat Tarachandra menatapnya kebingungan.

"Apa yang kau lakukan? Ayo jalan!" bisik Tarachandra pada Wistara, namun Tarachandra tak bergeming dari tempatnya dan malah menyunggingkan senyuman sinis kepada Tarachandra. Tarachandra memerintahkan beberapa rekannya  untuk berjalan perlahan mengikuti Tuan Waruyu keluar dari area barak Majapahit. Dan kini hanya meninggalkan Tarachandra, Wistara dan Narayandra yang saling berpandangan.

"Kita harus keluar dari sini segera," bisik Narayandra.

"Bagaimana bisa keluar jika kita menerima kekalahan seperti ini? Tidak adil bagi Mpu Nambi yang tewas karena para petinggi Wilwatikta. Dan apa kabar sumpah palsumu tentang pembalasan dendam itu?" ujar Wistara dengan sinis. Narayandra menghela nafas berat, ia sudah mengira bahwa hal ini akan terjadi.

"Bisakah kita keluar dulu dan lalu merundingkannya lagi?" tawar Narayandra pada Wistara.

"Merundingkan apalagi? Pasukan kita sudah habis, semuanya sudah hancur gara-gara kakak dari istri tercintamu itu." Ucapan itu membuat Tarachandra sangat geram pada Wistara ketika ia hendak melayangkan pukulan pada wajah Wistara, dengan cepat Narayandra menghentikannya.

"Sudah! Jika kalian seperti ini kita akan tertangkap lagi!" teriak Narayandra kesal.

"Aku tidak peduli daripada kita kalah," ujar Wistara.

"Tapi, kita butuh strategi lagi untuk memenangkan pertempuran ini. Ku mohon kita keluar dulu, aku berjanji-" 

"Janji? Sudahlah! Jika kau takut aku akan membantai Gajah Mada dan Adityawarman sendiri!" Wistara berjalan meninggalkan Narayandra dan Tarachandra yang masih bingung dengan kelakukan Wistara yang sembrono dan gegabah.

"Kau pergilah keluar! Aku akan menghentikan Wistara, jika kami tidak keluar dari barak hingga esok pagi kau segeralah pergi dan temui Prabawati," ucap Tarachandra pada Narayandra.

Narayandra berusaha menghentikan Tarachandra, namun pria itu malah tak menggubris dan terus berjalan menyusul langkah Wistara. Narayandra  menghela nafas berat karena ia sangat khawatir dengan keadaan kedua sahabatnya itu.

***

Daha

Maya terlihat sangat tengah menimang-nimang putranya yang tengah menangis. Ia merasakan firasat buruk pada suaminya yang sudah sangat lama tidak mengunjunginya.

"Cup...cup... kamu pasti sangat merindukan ramamu bukan? sabar ya ngger," ucapnya pada sang putra.

***

Sadeng

Tarachandra berusaha mencari keberadaan rekannya, dan ia melihat Wistara tengah membantai beberapa prajurit Majapahit yang tengah tertidur lelap. menggunakan dua pedang sekaligus. Tarachandra melihat kilatan amarah pada wajah Wistara, seolah ia tengah dirasuki oleh iblis.

Wistara keluar dari tenda dimana ia berhasil membantai seluruh prajurit yang ada di dalamnya, dan terlihat beberapa prajurit yang tengah berpatroli berlari ke arah mereka. 

"Tahanan kabur!" teriak prajurit itu.

"Bersiaplah pecundang," bisik Wistara kepada Tarachandra sembari melemparkan salah satu pedang yang ia pegang pada Tarachandra. Mereka memposisikan diri saling berlawanan, prajurit berhasil mengepung mereka sembari melingkar mengelilingi kedua pendekar itu.

"Hya!" Wistara bergerak membabat seluruh prajurit itu, dan mau tidak mau Tarachandra juga ikut melawan dan menghabisi prajurit itu. Setelah hampir membantai separuh prajurit yang dibawa Majapahit, keduanya terlihat masih sangat bugar meskipun sekujur tubuhnya sudah di penuhi luka goresan maupun tusukan.

"Hebat!" ujar seseorang dari kejauhan sembari berjalan dan bertepuk tangan seolah kagum dengan apa yang dilakukan oleh kedua tawanannya.

"Sayang sekali prajurit sehebat kalian bergerak menjadi seorang pengkhianat," imbuhnya.

"Diamlah atau akan ku cabut lidahmu!" teriak Wistara.

"Baiklah, jika kalian berdua berhasil menghabisi seluruh prajurit yang ku bawa. Aku akan dengan senang hati membebaskan kalian hidup-hidup," ujar Adityawarman.

"Sialan!" gerutu Tarachandra kesal. Aditywarman memanggil separuh prajurit lainnya yang dimana itu termasuk sosok patih Gajah Mada yang memimpin separuh prajurit Majapahit yang tersisa.

"Memang kalian ini sedari dulu sudah bersikap tidak adil ya?" ujar Tarachandra.

"Bukan hanya memfitnah Mpu Nambi, kalian juga ingin menyiksa kami hidup-hidup dengan semua ini," imbuhnya.

"Kami sudah berusaha mengajak kalian berunding tetapi kalian malah menyerbu pasukan kami," celetuk Gajah Mada.

"Berunding? sedari awal kami memang berpikir terlalu naif, berpikir jika berganti pemerintahan dengan pemimpin yang baru bisa menyelesaikan masalah dengan baik dan kejadian di masa lalu tak akan terulang. Namun, kalianlah yang mengirim pasukan untuk menyerang kerajaan kami terlebih dahulu dan mengkhianati kepercayaan kami." Ucapan  Tarachandra membuat Adityawarman dan Gajah Mada terbungkam.

"Benarkan? Kalian memang pengkhianat sejak awal hingga akhir dan aku akan menghabisi kalian semua!" teriak Tarachandra sembari melakukan kuda-kuda untuk melakukan penyerangan pada lawan di depannya.

"Majulah kalian para pecundang!" teriak Wistara. Tanpa aba-aba para prajurit menyerang kedua pendekar itu, Gajah Mada dan Adityawarman hanya bisa terdiam melihat kedua pendekar itu yang tengah di serbu oleh pasukannya.

"Hya!" Terdengar suara dentingan pedang yang saling beradu satu sama lain, disertai suara erangan kesakitan yang berasal dari prajurit yang berhasil dilumpuhkan oleh Tarachandra dan Wistara.

Meskipun keduanya sudah merasa sangat kesakitan akibat luka goresan dan tusukan hal itu tidak mengurangi semangat keduanya untuk terus berperang hingga tetes darah penghabisan. Gajah Mada sedikit khawatir melihat sisa pasukan Majapahit yang kian menipis, ia segera bergerak dan menarik pedang dari tudungnya dan berlari menuju arah Tarachandra.

Gajah Mada mulai menghunuskan pedangnya, namun berhasil ditahan sekuat tenaga oleh Narayandra yang tiba-tiba datang entah darimana.

"Lawanlah aku!" Seru Narayandra kepada Gajah Mada.

Peperangan semakin sengit ketika Adityawarman mencoba bergabung ke dalam pasukan yang melawan ketiga pendekar Sadeng itu. Adityawarman membantu Gajah Mada dan pasukannya melawan ketiga pendekar itu.

Dari kejauhan, Ra Kembar mengambil panah beserta busurnya. Ia mencoba membidik Tarachandra dari kejauhan, karena sedari tadi ia mengamati bahwa Tarachandralah yang terlihat paling unggul diantara kedua rekannya. Ia juga pernah mendengar bahwa Tarachandra merupakan pendekar sakti kebanggaan Sadeng dan Ketha.

Ra Kembar mencoba untuk memfokuskan pandangannya dan mencari celah untuk meluncurkan anak panah pada sebuah busur yang  ia genggam. Dirasa melihat kondisi yang tepat dengan segera ia melepaskan anak panahnya.

JLEB...

Anak panah itu berhasil menembus dada Tarachandra. Sontak hal itu membuat perhatian Narayandra beralih pada Tarachandra yang tertancap oleh anak panah.

"Utpala!"

Bersambung....

***

KALA : The Eternal Love [Majapahit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang