"Kenapa kalian terkejut?" Seseorang tersebut datang sembari mengulum senyum yang terkesan jahil.
"Narayandra, kau membuatku terkejut," ucap Tarachandra yang kesal dengan kelakuan Narayandra. Setelah itu, demi keamanan Mbok Durmadi izin pamit kepada mereka berdua. Segeralah mereka pergi dari kediaman abdi dalem kedhaton, ketika mereka sampai di pintu gerbang utama seseorang memanggil mereka dari kejauhan.
Dan itu terlihat sepeti "Kanjeng Ratu Tribhuwana Tunggadewi?"ucap Narayandra yang terlihat mulai panik. Bagaimana tidak selain ada Kanjeng Ratu, tepat di sebelahnya ada Patih Gajah Mada. Tarachandra dan Narayandra mencoba untuk tetap tenang dan tidak panik ketika iring-iringan Kanjeng Ratu Tribhuana Tunggadewe berjalan ke arahnya.
"Raden Narayandra,"sapa sang Ratu dengan penuh wibawa. Keduanya memberikan penghormatannya kepada Ratu Tribhuwana Tunggadewi.
"Njeh Kanjeng Ratu," ucap keduanya serempak.
"Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabar Raden Jayatarwa?" tanya Sang Ratu kepada Narayandra.
"Beliau sehat-sehat saja," jawab Narayandra dengan hati-hati, ia mengalihkan melihat Ratu tersenyum dengan begitu anggun dan cantik.
"Omong-omong, siapa pemuda tampan di sampingmu ini?" tanya Ratu, ia mengalihkan pandangannya dari Narayandra dan menatap Tarachandra yang sedari tadi menundukkan kepalanya.
"Dia rekan saya dari Tumapel, saya memintanya untuk menemani saya untuk ke kedhaton ini," jawab Narayandra.
"Namamu siapa?" tanya Ratu pada Tarachandra.
"Saya Tarachandra," jawab Tarachandra, ia merasa curiga dengan sosok kemunculan Ratu yang secara tiba-tiba. Oleh karena itu, ia memberitahu nama saat ia kecil yaitu Tarachandra. Sedangkan orang-orang pasti akan mengenalinya sebagai pendekar jika menggunakan nama Utpala yang merupakan pemberian dari Mpu Nambi.
"Baiklah, Raden Narayandra apa kamu sudah bertemu Mpu Karwata?" tanya Ratu pada Narayandra.
"Sudah Ratu, namun saya harus segera undur diri karena ada urusan mendesak." Narayandra segera berpamitan sebelum Ratu semakin menanyakan hal yang aneh-aneh. Mereka berdua juga merasa sangat terintimidasi dengan tatapan Gajah Mada.
Ratu mengizinkan mereka berdua pergi meninggalkan kedhaton, Ratu terus melihat mereka hingga mereka berdua benar-benar menghilang dari balik pintu utama. Ratu terlihat tengah menyunggingkan senyuman yang tak bisa didefinisikan, lalu ia membisikkan sesuatu pada Gajah Mada.
"Perintahkan telik sandi untuk memantau gerak gerik mereka, terutama seseorang yang bernama Tarachandra. Aku sangat curiga dia adalah Utpala, pengikut setia Mpu Nambi. Aku mendengar dari beberapa orang bahwa Mpu Nambi memiliki seorang pengikut yang tampan dan juga sakti, aku sangat yakin dia orangnya," tutur Tribhuwana Tunggadewi pada Gajah Mada.
"Sendika dawuh, Gusti Ratu," jawab Gajah Mada.
***
Di Arya Warinjing, Lamajang
Maya terlihat menguap kebosanan, ia terlihat bosan ketika membantu para gadis memasak untuk murid yang berlatih di padepokan ini. Ia merasa sangat merindukan sosok Tarachandra, ia juga merasa sangat tertekan karena beberapa gadis menatapnya dengan sinis. Beberapa dari mereka bahkan membicarakannya karena dia dianggap sebagai seorang penggoda, ia mencoba untuk menggoda Tarachandra.
Setelah memasak, ia meminta izin kepada Dewi Kusumaningsih untuk berjalan-jalan keluar padepokan. Ia melihat suasana sekitar, masyarakat terlihat saling bahu membahu membangun kehidupan yang tentram dan damai.
Ia juga sangat tak menyangka bahwa dirinya berada disini sudah lebih dari seminggu, ia merasakan bahwa ia hampir gila karena jika ini semua mimpi adalah mustahil karena ini semua terasa sangat nyata. Bahkan ini adalah mimpi yang sangat amat panjang, membuatnya enggan terbangun untuk menghadapi realita kehidupan yang keras di masanya.
Tak sengaja ia melihat seorang anak gadis yang tersandung dan akhirnya jatuh hingga membuat lututnya terluka. Maya menghampiri gadis tersebut yang terlihat kesakitan.Namun ketika akan berjalan menuju gadis itu , Maya melihat seorang wanita yang lebih dahulu menolong si gadis kecil.
Wanita itu dengan telaten menyeka darah dari lutut gadis kecil dengan sebuah kain yang ia robek dari jariknya. Maya kagum melihat kecantikan alami yang terpancar dari wanita itu, ia juga terlihat memiliki kharisma yang begitu kuat. Wanita itu tidak terlihat seperti wanita biasa, ia juga seperti memiliki aura bangsawan yang begitu kuat.
Lalu, wanita itu beranjak dari tempatnya dan ia nampak terkejut karena wanita itu masuk ke dalam padepokan Arya Warinjing. Karena penasaran Maya mengikuti wanita itu, dan ia melihat wanita itu tengah memeluk Dewi Kusumaningsih dengan sangat erat. Maya menghampiri keduanya, yang tengah terlihat sangat saling merindukan.
"Oh, Prabawati. Perkenalkan, ini adalah murid dari Mpu Nambi yang sekarang berada di Sadeng," ucap Dewi Kusumaningsih pada Maya, Maya tersenyum pada wanita tersebut.
"Saya Sasmita," sapa Sasmita pada Maya sembari melemparkan senyumannya yang begitu cantik.
"Saya Prabawati," sahut Maya dengan ramah.
"Saya penasaran siapa sosok yang membuat hubungan Wistara dan Utpala menjadi renggang," ucap Sasmita tanpa basa-basi. Hal itu membuat Dewi Kusumaningsih terkejut, karena Tarachandra sendiri berkata bahwa hubungannya dengan Wistara baik-baik saja.
"Sepertinya kita perlu bicara," celetuk Maya sembari menarik lengan Sasmita untuk pergi menjauh dari Dewi Kusumaningsih.
"Saya juga ingin bicara banyak hal padamu," balas Sasmita. Setelah itu mereka sampai di ruangan kosong, di ruangan itu hanya terdapat dua kursi kayu dan satu meja kayu. Sasmita terlihat ia tengah bernostalgia dengan ruangan ini.
"Ini dulu kamarku," ujar Sasmita sembari mendudukkan dirinya pada salah satu kursi yang ada di dalam ruangan itu.
"Aku tidak akan berbasa-basi lagi, Prabawati." Maya terlihat serius menanggapi apa yang akan dibicarakan oleh Sasmita.
"Aku, Utpala dan Wistara. Kami adalah sahabat sedari kecil, kami juga sudah lama tinggal dalam satu padepokan yang sama, kami belajar dan makan bersama, semua kami lakukan bersama. Kami juga sangat mengenal satu sama lain, kami juga saling memahami satu sama lain. Kami tidak pernah berubah sebelum, kamu tiba." Ucapan Sasmita membuat Maya tersinggung.
"Jangan marah, tapi aku memang tidak pandai berbasa-basi atau merangkai kata yang kiranya membuatmu tidak sakit hati. Tapi ini adalah fakta, saat itu Wistara pergi menuju perbatasan Tumapel dan Trowulan hanya untuk memastikan keadaan Utpala baik-baik saja. Namun, aku sangat sedih dan terkejut karena sepulang Witara dari menjemput Utpala ia sangat terlihat emosi. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi diantara kalian, tapi aku sangat membenci seseorang yang merusak kedamaian dan persahabatan seseorang apalagi persahabatan itu sudah sangat lama hingga menganggapnya sebagai saudara sendiri," lanjutnya.
"Dan karenamu mereka hampir saling bertarung, Wistara juga melukai leher Utpala dengan pedangnya sendiri. Wistara menganggap seakan Utpala adalah musuh, aku tidak pernah melihat Wistara se-emosi itu kecuali pada musuh dan pengkhianat. Aku hanya bisa berharap agar mereka bisa berteman seperti dulu lagi, dan asal kamu tahu Utpala saat ini berada di Majapahit. Entah apa yang dia lakukan disana, aku memilih untuk diam karena ia terlihat begitu emosional. Jika sampai kaulah penyebab Utpala berubah, aku mohon dengan amat sangat...tinggalkanlah dia biarkan dia memenuhi janji dan sumpahnya pada Mpu Nambi."
Maya merasa sangat tertohok setelah mendengar semua itu dari Sasmita, bahkan wanita itu juga nampak mengeluarkan air matanya. Wanita itu terlihat sangat sedih, Maya merasa begitu bersalah dibuatnya.
"A-aku akan meninggalkannya," ucap Maya.
Bersambung..
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...