Setelah sampai di sebuah ruangan, mereka duduk di kursi yang ada di ruangan itu dan beberapa pelayan juga menyuguhkan hidangan untuk mereka. Maya sendiri duduk di samping Tarachandra, Wistara yang duduk berseberangan sembari menatap Maya dengan tajam sehingga membuat gadis itu menundukkan kepalanya.
"Bagaimana jika gadis ini adalah mata-mata majapahit yang ditugaskan mengawasi kita?" tanya Narayandra.
"Tidak mungkin dia mata-mata, dia hanyalah seorang gadis bodoh dan ceroboh," sahut Wistara. Maya merasa kesal pada Wistara, ia merasa bahwa pria ini membenci dirinya.
"Wirota Wirogati sedang mempersiapkan para rakyat untuk berperang dengan majapahit, ia merekrut warga dan melatihnya di padepokan milik Tuan Waruyu. Dan menurutku Sadeng dan Ketha tidak akan aman untuk ditinggali masyarakat sipil untuk satu tahun ke depan," ujar Tarachandra pada kedua rekannya.
"Apa kau tahu kapan beliau akan melancarkan aksinya? bukankah kau salah satu punggawa kepercayaannya? pasti kau tahu kapan beliau akan melakukan aksinya itu," tanya Narayandra pada Tarachandra.
"Jujur, aku dan Wistara adalah punggawa kepercayaannya. Namun, aku tidak bisa menebak jalan pikirannya sama sekali," jawab Tarachandra.
"Dan aku mendengar dari Wistara, kau melakukan sumpah di depan linggayoni . Apakah benar kau bersumpah untuk mengorbankan nyawamu di medan perang nanti?" tanya Narayandra.
Maya penasaran, apa maksud dari sumpah itu? kenapa dia harus mengorbankan nyawanya di medan perang?
"Iya, aku akan bertarung hingga mati. Aku akan menuntut balas atas kematian Patih Nambi, aku sangat kecewa dengan kerajaan majapahit," jawab Tarachandra.
"Kalian memang benar-benar orang yang memiliki kesetiaan yang luar biasa," puji Narayandra pada kedua rekannya itu.
"Tentu, dialah pengganti kedua orangtua kami. Beliau sangat berjasa dalam hidup kami," sahut Wistara.
***
Mereka pun di persilahkan untuk beristirahat di ruangan masing-masing. Begitu pula dengan Maya, ia masih terkejut dengan sumpah yang diucapkan oleh Tarachandra. Tarachandra mengucap sumpah, ia harus menang dalam perang jika ia menerima kekalahan ia harus mengorbankan nyawanya atau ia akan terkena kutukan yang paling menyedihkan.
Maya sendiri takut jika nanti Tarachandra akan kalah, karena nanti yang akan ia hadapi adalah sosok patih yang sangat terkenal di masa depan. Patih yang dikenal sangat kuat dan terkenal dengan sumpah amukti palapa.
Maya terdiam merenung di dalam kamarnya, ia juga merasa sedikit jenuh karena hari sudah menjelang malam dan ia tidak bisa melakukan aktivitas apapun selain mengikuti Tarachandra. Ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan melihat keadaan sekitar, pemandangan gelap dengan cahaya yang hanya bersumber dari obor menerangi lorong rumah yang besar ini. Maya juga baru mengetahui bahwa Narayandra merupakan bangsawan Tumapel, dan ibunya berasal daerah Lamajang.
Suasana sangat sepi karena hari sudah sangat larut, Maya berjalan menyusuri lorong sembari membawa obor. Ia berjalan ke sebuah taman yang ada di tengah kediaman ini, ia melihat ke arah langit yang di penuhi gemerlap bintang yang begitu indah dan sangat jelas dilihat dibanding dengan di masa depan.
"Kamu kesepian?" Maya menoleh ke sumber suara, ia sudah hafal siapa orang itu.
"Tarachandra?"
"Ya, pasti kamu merasa kesepian, aku juga merasa kesepian. Wistara dan Narayandra sudah tertidur, aku sendiri tidak bisa tidur," ucap Tarachandra.
Entah mengapa Maya merasa senang ketika ia bersama dengan Tarachandra, mereka berdua duduk di sebuah bangku yang ada di taman itu. Mereka menghabiskan malam sembari bercerita dan menikmati gemerlap bintang di langit. Tanpa mereka sadar sepasang mata yang penuh amarah mengawasi mereka berdua.
***
Keesokan paginya Maya terbangun, ia tidak tahu kapan ia sampai dan tidur di dipan empuk ini. Seingatnya ia dengan Tarachandra bersenda gurau sembari menikmati malam yang begitu indah, lalu ia jatuh tertidur. Maya merutuki kebodohannya, bisa-bisanya itu tertidur di taman bersama dengan Tarachandra.
Setelah Maya mandi, ia keluar dari kamar dan berpapasan seorang gadis yang begitu ayu. Gadis itu tersenyum dengan lembut menatap ke arahnya, gadis itu juga membawakan sebuah nampan berupa pakaian yang terlihat sangat mewah dan juga perhiasan khas puteri raja.
"Prabawati, ini gantilah pakaianmu dengan ini. Kami akan menunggumu di bangsal kencana, atau kau ingin aku membantumu berias diri?" tawarnya pada Maya.
"Eh- anda mengenal saya?" Maya terlihat bingung, gadis ini berpakaian begitu apik dan cantik. Ia melihat aura bangsawan yang terpancar dari diri gadis ini.
"Perkenalkan saya Satyawangi, saya istri Dyah Narayandra. Kemarin saya tidak sempat menemuimu dan Tarachandra, karena anak saya rewel sekali," jelas gadis-ralat wanita yang ternyata adalah istri Narayandra.
"Tidak masalah, Dewi Satyawangi," jawab Maya dengan sedikit canggung.
"Lebih baik aku akan membantumu untuk bersiap diri agar lebih cepat, bolehkan?" Maya hanya bisa mengangguk menyetujui tawaran Satyawangi.
***
Tarachandra, Wistara dan Narayandra tengah asik berbincang bersama dengan Raden Jayatarwa yang merupakan ayah kandung Narayandra.
"Tarachandra, kamu adalah sosok yang hebat kenapa tidak menjadi abdi di kedaton Majapahit saja?" tanya Raden Jayatarwa.
"Tidak Raden, saya lebih suka melatih para punggawa di padepokan saya sendiri," jawab Tarachandra.
"Aku ikut bangga padamu, kamu masih muda namun begitu cerdas dan kuat. Kamu juga sudah memiliki padepokan sendiri di Lamajang saat diusia 28 tahun ini," puji Raden Jayatarwa.
"Tidak Raden, saya masih terus belajar," ucap Tarachandra.
"Kenapa kamu tidak menikah?" Pertanyaan Raden Jayatarwa membuat Wistara tersedak, Tarachandra juga terkejut mendengar pertanyaan yang tidak terduga itu.
"Kamu juga Wistara? kenapa kalian ini tidak segera menikah?"
"Rama, sudah jangan bertanya yang aneh-aneh pada mereka, nanti malah membuat mereka tidak nyaman," sahut Narayandra. Lalu, pandangan Raden Jayatarwa beralih pada seseorang yang berada di arah pintu masuk bangsal kencana.
"Tapi sepertinya Tarachandra sudah memiliki calon, ya?" Tarachandra tidak mengerti apa maksud dari Raden Jayatarwa, ia mengikuti arah pandangan Raden Jayatarwa dan melihat sosok cantik yang dibalut dengan ageman mewah dengan rambut yang ditata serapi mungkin.
"Prabawati?" ujar Tarachandra takjub, Wistara hanya bisa menghela nafas panjang sembari menatap Maya dengan tatapan dingin.
"Duduklah di sebelah Tarachandra cah ayu," titah Raden Jayatarwa pada Maya, dan Maya hanya bisa menuruti perintah dari Raden Jayatarwa.
"Kapan kalian akan menikah?" Pertanyaan itu sukses membuat orang yang ada di bangsal kencana terperanjak kaget.
***
Setelah perbincangan yang cukup menyebalkan itu, Tarachandra, Maya, Wistara dan Narayandra izin pamit pergi menuju Lamajang. Meskipun berat, Satyawangi harus merelakan suaminya untuk pergi karena memang ia ada tugas untuk menjadi seorang punggawa kerajaan Sadeng.
Mereka berempat memulai perjalanan, mereka melewati pegunungan dan perkampungan. Maya sendiri tetap bersama Tarachandra, dan mereka kian dekat. Setelah tiga jam perjalanan, Tarachandra meminta rombongan untuk beristirahat dan mencari air bersih untuk kudanya. Mereka beristirahat tepat di bawah pohon yang begitu besar, dan udara disana juga lumayan sejuk.
Tarachandra dan Narayandra berpamitan untuk mecari air untuk kuda mereka, sedangkan Maya dan Wistara ditugaskan untuk menjaga kuda dan barang-barang mereka. Mereka duduk saling berjauhan, sesekali Wistara mencuri pandang pada Maya.
Maya merasa bahwa dirinya ditatap oleh Wistara "Ada apa?" tegurnya pada Wistara, karena memang ia merasa risih. Lalu, Wistara melihat kalung dengan permata merah yang Maya kenakan.
"Jangan memiliki hubungan apapun dengan Tarachandra," ucapnya dengan tegas, tatapannya pun menjadi sangat serius. Maya merasa merinding, kenapa dia tidak boleh memiliki hubungan dengan Tarachandra?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...