Narayandra memberitahu Tuan Waruyu, saat ini pasukan tambahan Wilwatikta yang dipimpin oleh Gajah Mada dan Adityawarman telah tiba di perbatasan Sadeng. Ia juga menginformasikan bahwa pasukan itu akan bergabung dengan pasukan yang di bawa oleh Ra Kembar yang saat ini tengah mendirikan tenda di area barat Sadeng.
Tuan Waruyu menghela nafas berat "Memang mereka itu pengkhianat," ujarnya. Setelah itu Tuan Waruyu pergi dan memeriksa seluruh perlengkapan perang, dan disana ia kedatangan seorang Pangeran yang bernama Pangeran Pamelekehan. Pamelekehan juga membawa prajuritnya untuk membantu kerajaan Sadeng berperang dengan Majapahit.
Tuan Waruyu mengumpulkan beberapa punggawa kepercayaannya untuk berkumpul di suatu ruangan tertutup. Mereka membahas strateginya untuk menyerang Majapahit secara diam-diam di tempat mereka mendirikan tenda.
Pasukan dibagi menjadi beberapa kelompok yang dipimpin oleh Tarachandra yang bertugas memimpin pasukan garis depan dan menyerang dari arah utara. Sedangkan Wistara akan menyerang pasukan Gajah Mada dari arah selatan bersama dengan Narayandra secara diam-diam dan berniat untuk meluluh lantahkan tenda Majapahit.
"Ayo segera bergegas!" perintah Wistara pada pasukannya. Ketika akan berangkat menuju medan perang, Tarachandra terlihat sangat ragu dan bimbang. Ia merasa sangat khawatir dengan keadaan istri dan anaknya, ia tak sempat berpamitan atau mengabari tentang perang ini pada istrinya.
"Kawirya!" panggil Tarachandra pada salah satu prajuritnya.
"Njeh Raden?" Tarachandra memberikan isyarat kepada Kawirya untuk mengikuti langkahnya. Mereka berdua berjalan ke tempat yang sudaah dirasa aman, Tarachandra melihat kondisi sekitar dan memastikan tidak ada yang akan mendengar perbincangan mereka.
"Aku tidak akan berbasa-basi, aku ingin dirimu pergi ke kediamanku yang berada di Daha. Pantau istri dan anakku, aku merasakan perasaan yang tak enak. Dan tolong kirimkan pesan padanya bahwa aku akan segera menemuinya," perintahnya pada Kawirya.
"T-tapi bagaimana dengan perang ini?" tanya Kawirya pada Tarachandra.
"Kamu tidak perlu ikut andil dalam perang ini, aku mempercayaimu untuk melindungi istri dan anakku." Kawirya mematuhi perintah Tarachandra, dengan segera ia meninggalkan Sadeng dan pergi menuju Daha. Tarachandra kembali pada pasukannya, setelah semua perlengkapan siap Tarachandra pergi menuju medan tempur.
***
Daha
Beberapa hari belakangan ini Gajendra sangatlah rewel, Maya merasa sangat dipusingkan olehnya karena biasanya Kawindralah yang membantu dirinya untuk merawat Gajendra. Namun, ini sudah hampir seminggu lebih Kawindra pergi tanpa pamit kepada dirinya dengan waktu yang cukup lama dari biasanya.
"Cup..Cup...Diamlah nak," ujar Maya pada Gajendra yang terlihat tengah menangis. Maya menghela nafas panjang, ia merasa sangat kelelahan. Bagaimana tidak diusia yang terbilang masih muda ia harus merawat anak sendirian.
Sesekali Maya menangis karena merindukan keluarganya, ia juga merasa masih tak percaya jika disini ia sudah menikah dan memiliki anak yang kini berusia 1 tahun. Maya hanya bisa pasrah menerima takdir yang begitu rumit ini.
Maya merasa lega ketika melihat putranya telah terlelap dalam gendongannya, dengan segera ia menidurkan putranya di ranjang kamarnya secara perlahan. Maya merasa sangat kesepian karena Tarachandra sudah hampir 1 bulan tidak mengunjunginya, Maya memiliki niatan untuk pergi ke Sadeng esok hari bersama dengan Gajendra karena memang ia sudah sangat tidak tahan dengan kesepian yang saat ini ia alami.
Maya menyiapkan seluruh keperluan Gajendra dan dirinya untuk perjalanan yang melelahkan itu dengan baik. Setelah dirasa semua persiapan selesai Maya memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya di samping Gajendra hingga tak terasa ia mulai terlelap.
***
Sadeng
Pasukan Wistara mengintai pergerakan pasukan Majapahit dari kejauhan, ia mencoba untuk tetap berdiam dalam posisinya dan menunggu pasukan Tarachandra dari arah utara. Setelah pasukan Tarachandra mengambil perhatian musuh, ia baru akan menyerang dari arah belakang dan berencana mengepung pasukan Majapahit.
Tarachandra dengan penuh keberanian berada di posisi terdepan sembari menaiki kuda putihnya memimpin pasukan untuk menyerang musuh yang terlihat dalam posisi tidak siap menerima serangan.
"Serang!" teriak Tarachandra.
Dan benar saja Majapahit nampak sangat terkejut dan kocar-kacir melihat kedatangan musuh yang sangat tiba-tiba. Pasukan Tarachandra menyerang perkemahan majapahit dengan sangat membabi buta, Tarachandra berhasil menyerang tanpa adanya perlawanan.
Wistara memantau bahwa pasukan Tarachandra telah berhasil menerobos dan menyerang perkemahan Majapahit. Dengan begitu gegabah Wistara memerintahkan pasukannya untuk segera menyerang dari arah belakang.
Bodohnya mereka tidak menyadari bahwa setengah pasukan lain beserta Adityawarman dan Gajah Mada mendirikan tenda terpisah dengan pasukan Ra Kembar. Tenda Gajah Mada berada sekitar 9 kilometer dari perkemahan pasukan yang di pimpin Ra Kembar. Dan salah satu prajurit pergi menunggangi kuda menuju tempat Gajah Mada berada dan mengadukan apa yang terjadi pada pasukan Ra Kembar.
"Patih! Perkemahan pasukan yang di pimpin Ra Kembar telah diserang oleh musuh!" ujar prajurit tersebut dengan dipenuhi percikan darah di tubuhnya.
"Prajurit! Bersiap untuk menolong pasukan kita!" teriak Gajah Mada tanpa berbasa-basi. Mereka juga segera meminta bantuan kepada beberapa kerajaan disekitar yang masih pro terhadap Majapahit. Dengan segera Gajah Mada dan Adityawarman pergi menuju tempat Ra Kembar berada.
***
Disisi lain , Kerajaan Sadeng berhasil melumpuhkan pasukan Majapahit yang berada dibawah pimpinan Ra Kembar. Kini Ra kembar tengah di interogasi oleh Wistara dan Tuan Waruyu, namun Tarachandra merasa sangat aneh karena menurut informasi telik sandi Gajah Mada dan Adityawarman juga ke Sadeng sembari membawa pasukan yang besar.
"Dimana Gajah Mada?" selidik Tuan Waruyu pada Ra Kembar.
"Entahlah," jawab Ra Kembar dengan entengnya. Hal itu membuat Wistara naik pitam dan hampir menghunuskan pedangnya pada leher Ra Kembar jika saja tidak dihentikan oleh Narayandra.
"Kita gunakan dia sebagai sandra," celetuk Tuan Waruyu pada Wistara.
"Dan carilah informasi lebih banyak darinya," imbuhnya se,bari berjalan keluar dari salah satu tenda yang digunakan untuk tempat menginterogasi Ra Kembar. Tuan Waruyu melihat Tarachandra yang tengah terlihat sangat amat khawatir dan gelisah.
"Ada apa?" tanya Tuan Waruyu pada Tarachandra.
"Kita harus berhati-hati karena bisa saja pasukan Gajah Mada akan membalas serangan kita," ujar Tarachandra pada Tuan Waruyu. Wistara menyetujui ucapan Tarachandra karena hingga kini mereka belum mendapat informasi apapun.
Terlihat seorang prajurit tengah mendengar percakapan petinggi Sadeng secara diam-diam, setelah dirasa cukup mendengar hal penting prajurit itu segera pergi meninggalkan barak pasukan Sadeng. Ia menaiki kudanya dengan cepat, hingga tibalah ia d barak pasukan Majapahit berada.
Prajurit itu melapor pada Gajah Mada mengenai taktik dan siasat kerajaan Sadeng, ia juga memberitahu Gajah Mada beberapa tempat yang saat ini dalam pantauan Sadeng. Gajah Mada paham dan menerima baik laporan prajurit itu, lalu ia merundingkan kembali strategi untuk melawan Sadeng.
***
Keesokan harinya ketika matahari belum sempat menampakkan dirinya, terdengar kericuhan dari luar tenda yang saat ini ditempati oleh Tarachandra. Dengan segera ia mengambil senjatanya dan pergi melihat keadaan di luar tendanya, betapa terkejutnya dia ketika melihat barak pasukannya saat ini sudah diserbu secara diam-diam oleh pasukan Majapahit.
"Hya!" teriak seorang pasukan majapahit yang mencoba melukai Tarachandra. Dengan sekuat tenaga ia segera menepis serangan demi serangan yang diarahkan prajurit musuh ke arahnya.
Hingga Sadeng pun bertekuk lutut dibawah serangan kerajaan Majapahit, Tuan Waruyu, Wistara, Narayandra dan Tarachandra berada dibawa sebagai tahanan perang. Mereka terlihat sangat kesal dengan kekalahan yang kini mereka alami, tak terkecuali Tarachandra yang kini terlihat nampak amat sangat gelisah. Ia harus memutar otaknya untuk menang atau ia harus mati karena menanggung kekalahan ini.
Bersambung...
****
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...