Kicauan burung membangunkan Maya dari tidurnya yang begitu lelap. Sesekali ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sangat linu karena upacara pernikahannya dengan Tarachandra yang sangat melelahkan.
Ia menguap sembari melirik sekilas ke arah Tarachandra yang masih tertidur dengan pulas. Ia menyunggingkan senyuman manis ketika melihat suaminya yang tertidur.
"Kenapa saat tidur kamu tetap terlihat tampan?"lirihnya sembari mendekatkan wajahnya pada Tarachandra.
"Terimakasih." Maya terlonjak kaget dan merasa de javu dengan kejadian ini, ia sedikit menjauhkan dirinya dari Tarachandra yang ternyata sudah terbangun dari tidurnya.
"Astaga Chandra, kamu mengagetkanku," timpalnya pada Tarachandra yang saat ini tersenyum dengan lembut pada Maya.
"Maafkan aku, aku tidak bisa tidur semalaman," jawab Tarachandra.
"Kenapa?" tanya Maya penasaran.
"Karena terlalu bahagia." Tarachandra menarik Maya ke dalam dekapannya.
"Tarachandra, ini sudah pagi!" gerutu Maya yang mencoba melepaskan dekapan Tarachandra.
"Biarlah seperti ini," ucap Tarachandra sembari menahan Maya agar tidak melepaskan dekapannya.
Setelah beberapa menit kemudian Maya pergi untuk menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Maya keluar dari kamarnya dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok pria yang tengah berbicara dengan Kawindra.
Pria itu menyadari kehadiran Maya , lalu ia menyunggingkan senyuman yang nampak amat sangat dipaksakan "Wilujeng Enjing," sapa pria itu pada Maya. Maya menjadi sedikit merinding karenanya.
"K-kenapa kau ada disini?" tanya Maya tanpa berniat membalas sapaan sinis pria itu.
"Kenapa kalian tidak mengundangku dalam upacara pernikahan ini hm?" tanya pria itu sembari bangkit dari posisi duduknya. Maya membeku karena tak bisa menjawab pertanyaan yang terlontar dari Wistara.
"Bisa kita bicara berdua saja?" tanyanya sembari memberi kode kepada Kawindra untuk meninggalkan mereka berdua.
"Awas saja jika kamu menyakiti adikku," ancam Kawindra pada Wistara, setelah itu Kawindra pergi berjalan meninggalkan keduanya di ruang tamu.
"Aku tidak ingin Utpala mendengar percakapan kita, bagaimana kalau berbicara di pondok yang berada di belakang rumah?" tanya Wistara pada Maya. Maya merasa sangat takut pada Wistara yang biasanya ia bersikap dingin dan cuek, sekarang ia bahkan terlihat banyak bicara dan sering menampilkan senyuman ala psikopat .
Maya menuruti Wistara, mereka berjalan menuju pondok yang berada tepat di belakang rumah Maya. Wistara duduk sembari menghela nafasnya dengan berat, Maya melihat dalam mata Wistara yang nampak dipenuhi rasa kekecewaan, amarah dan kegelisahan.
"Aku kecewa padamu," celetuk Wistara. Maya menoleh dan memandangi Wistara seolah bertanya 'Apa maksudmu?'
"Utpala curang, dia mendahuluiku. Aku sangat kesal padanya," ucap Wistara semakin membuat Maya bertanya-tanya apa yang dibicarakan oleh Wistara.
"Aku merasakan kesal, amarah dan juga kekecewaan. Apalagi saat mengetahui pernikahan kalian ini, kau tahu bukan tentang sumpah Utpala?"
"Jika kau mempermasalahkan sumpah itu tidak usah takut, aku sudah bersiap untuk menerima kemungkinan yang terburuknya," sahut Maya yang sedikit mengerti arah pembicaraan Wistara.
"Dan aku akan mendoakan yang terbaik agar kalian menang," imbuhnya. Wistara terkekeh sinis, seolah meremehkan keyakinan Maya.
"Benarkah aku tidak perlu khawatir? Seyakin itukah dirimu bahwa Utpala akan menepati janjinya? Ya, aku berpikir logis aku sedikit ragu tentang kemenangan melawan Wilwatikta terutama mereka memiliki Gajah Mada. Yang aku bicarakan adalah tentang loyalitas Utpala, jika sampai Utpala melanggar janjinya ia akan menerima kutukan yang paling mengerikan dari dewa. Aku sendiri berpikir betapa bodohnya Utpala hingga mengucapkan janji dihadapan dewa," ujar Wistara sembari tersenyum sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...