Maya Dyah Prabawati, wanita yang kini genap berusia duapuluh tiga tahun itu tengah menguap kebosanan mendengar penjelasan dari seorang tour guide yang memandu perjalanan rombongan dalam bus pariwisata itu. Maya ikut serta dalam rombongan study tour siswa sekolah dasar kelas enam, karena ia menggantikan ibunya untuk menemani perjalanan sang adik.
Adiknya harus ditemani dan diperhatikan secara lebih dikarenakan memiliki riwayat penyakit pernafasan akut, yang sewaktu-waktu bisa saja kambuh.
"Mbak, air minumku dimana ya? Aku kok lupa ya?" tanya sang adik pada Maya yang hampir saja terlelap dalam tidurnya.
"Di dalam tasmu, coba buka saja. Mbak mau tidur sek," balas Maya dengan nada malas, adiknya hanya menatap sang kakak dengan tatapan sinis. Beberapa menit kemudian, bus berhenti dan menandakan sudah sampai di tempat study tour selanjutnya.
Maya dibangunkan oleh sang adik, dengan sedikit malas ia bangun dan segera mengikuti rombongan sang adik yang telah turun dari bus. Kini, mereka sampai di salah satu situs sejarah peninggalan kerajaan majapahit. Situs Trowulan yang berada di Mojokerto, mereka segera memasuki area tersebut secara bergantian.
Maya terperangah ketika melihat beberapa situs peninggalan yang ada di tempat itu, ia kagum pada arsitektur bangunan yang terlihat kokoh dan tak lapuk dimakan waktu. Hingga rombongan pun tiba di salah situs yang bernama 'Gapura Bajang Ratu'
Tour guide menjelaskan tentang gapura tersebut secara detail, Maya melihat relief 'Kala' yang ada di bagian atas ambang pintu. Kala disana diyakini agar dapat berumur panjang dan sebagai penolak bala. Ketika ia menatap lama ke arah gapura, ia merasakan bulu kuduknya meremang.
Maya juga merasakan ada sebuah angin yang cukup kencang berhembus ke arahnya, sehingga membuatnya mengalihkan pandangan ke salah satu sudut dan terlihat dari ekor mata, ia melihat penampakan seorang pemuda dengan pakaian kuno berdiri menatapnya dengan tatapan tajam.
Maya terlonjak kaget, namun ketika ia mencoba melihat ke arah siluet tadi, ia mencoba memastikan dengan apa yang tadi dilihatnya. Namun, tidak menemukan apapun, disana tak ada sosok apapun. Dan tanpa ia sadari, rombongan sudah pergi dari gapura itu sedari tadi. Dengan segera ia pun mengejar ketertinggalannya, ia merasakan perasaan was-was seolah sedang diintimidasi oleh sosok tak kasat mata.
"Mbak Maya sakit?" tanya seorang guru pendamping siswa Sekolah Dasar pada Maya, karena memang Maya terlihat nampak amat gelisah dan ketakutan.
"Nggak bu, mungkin kecapekan aja," balasnya pada guru tersebut, lalu guru itu meminta agar Maya beristirahat di bus. Maya mengiyakan permintaan sang guru, ia juga tak lupa menitipkan obat adiknya kepada guru itu jika sewaktu-waktu penyakit adiknya kambuh.
Ia berjalan cepat keluar area situs menuju area parkir dimana bus terparkir, dan tanpa sengaja menabrak seseorang dengan begitu keras sehingga membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.
Bruk..
"Aw!" teriak Maya kesakitan karena bokongnya harus mencium tanah dengan begitu keras sehingga menimbulkan bunyi yang begitu nyaring. Maya mengelus bokongnya yang kesakitan, lalu seseorang mengulurkan tangannya kepada gadis malang itu.
"Kamu tidak apa-apa?" Suara baritone dari pria itu membuat Maya mendongak melihat sosok jakung tersebut. Maya terpesona dengan wajah mata tajam, hidung mancung serta alis tebal pria itu. Pria itu terlihat sangatlah tampan dan gagah, menurut Maya inilah definisi sempurna yang sesungguhnya.
Maya melihat pria ini tampan dan juga memiliki tubuh yang tinggi dan gagah, Maya melongo nampak seperti orang bodoh.
"Mbak?" Suara pria itu membuat Maya tersadar dari lamunannya.
"Eh....Iya, saya gak apa-apa kok mas," balasnya sambil tersenyum seramah mungkin, pria itu membalas senyuman Maya yang mungkin saat ini membuat kedua pipi Maya menjadi merah semerah kepiting rebus.
Maya meraih uluran tangan pria itu, ketika meraih tangan pria itu Maya merasakan getaran pada tangannya seakan tangannya tersetrum oleh sengatan listrik. Reflek Maya melepaskan genggamannya kepada pria tersebut. Maya juga menatap kaget pada pria itu sembari mengibaskan tangannya.
"Apa itu tadi?" tanya Maya sambil berdiri dari posisinya, pria itu hanya menatap Maya dengan tatapan mendalam seakan menyimpan perasaan yang begitu dalam dan kuat. Lalu, pria itu tersenyum kepada Maya yang membuat wanita itu semakin kebingungan dan tentunya merasa sangat aneh.
"Aku senang bisa bertemu denganmu." Pria itu terlihat sangat tulus dalam menatap Maya. Gadis itu juga merasakan dadanya berdebar kencang, ia merasa sangat tidak asing dengan kehadiran pria ini.
"Mbak Maya!" pekik adik Maya dari kejauhan, Maya menoleh kebelakang dan benar saja sang adik berlari menghampiri dirinya yang tengah berdiri sendirian dengan raut wajah kebingungan.
"Mbak, ngapain ngelamun di sini sendirian?" Maya kaget dengan ucapan Madya, ia menyanggah ucapan adiknya namun ketika ia berbalik ia tidak mendapati pria yang tadi jelas-jelas ia tabrak dengan kencang. Maya sangat yakin, dia adalah manusia karena mana ada hantu yang bisa disentuh ataupun hantu setampan itu.
"Beneran loh dek, tadi dia ada disini. Dia make jaket kulit hitam, terus kaos putih celana jeans , dan make topi warna hitam. Jelas banget aku nabrak dia sampe aku jatuh loh," jelasnya pada Madya.
Setelah kejadian aneh itu, mereka segera pergi kembali menuju bus karena study tour di situs ini telah usai. Mereka segera pergi menuju hotel yang mereka tempati, sesampainya di hotel Maya merasakan dirinya sedang di awasi dan diperhatikan. Maya merasa takut dan semakin gelisah, apalagi dengan kejadian tadi siang.
Maya segera masuk ke dalam kamarnya yang ia tempati bersama adik dan salah satu guru adiknya yang bernama Bu Narti. Ketika Maya masuk, Maya segera menutup pintu kamar hotel tersebut sehingga membuat Bu Narti heran dengan gelagat anehnya.
"Mbak Maya ini kenapa to? Kok dari tadi terlihat gelisah?" Bu Narti bertanya pada Maya, karena memang sedari tadi siang Maya terlihat begitu pucat dan gelisah.
Lalu, Maya bercerita kepada Bu Narti tentang apa yang ia alami tadi siang. Bu Narti juga menganggap bahwa mungkin Maya halusinasi dan kecapekan, jadi Bu Narti menyuruh Maya untuk beristirahat.
***
Keesokan paginya, para siswa sekolah dasar berkumpul untuk absen dan segera check out dari hotel ini. Jadwal hari ini mereka sudah diharuskan untuk pulang, namun Maya merasa bahwa dirinya masih ingin berdiam diri di sini. Ia merasa sangat berat jika harus pergi dari kota ini, dan ia merasa bahwa dirinya harus kembali lagi ke situs trowulan yang kemarin ia kunjungi.
"Mbak? Kenapa melamun?" tanya Madya yang mencoba menyadarkan Maya dari lamunannya, begitu juga semua anak dan guru melihat Maya dengan tatapan heran dan kebingungan.
"Kayaknya mbak Maya sakit ya? Dari kemarin pucet banget dan kelihatan gelisah," celetuk Bu Narti.
"Bu, sepertinya ada barangku yang ketinggalan di situs Trowulan. Saya kesana dulu ya bu, kalian bisa pergi duluan dan saya nitip Madya ya bu." Maya segera berlari pergi meninggalkan hotel dan para guru dan siswa yang terlihat kebingungan.
Bu Narti sangat khawatir dan meminta sopir bus yang bernama Ilham menjemput Maya.
***
Maya telah tiba di situs Trowulan, ia menaiki ojek online untuk datang kesini. Ia merasa dirinya harus benar-benar kembali menuju kesini, dan ketika ia sampai di depan Gapura Bajang Ratu ia membeku menatap relief Kala yang ada di atas pintu. Angin kencang menerpa tubuh Maya, Maya tak bergeming ia merasakan kepalanya terasa begitu berat. Suasana aneh menyelimuti sekitar, situs ini mendadak begitu sepi. Ia merasa memang sedari ia masuk tak melihat satu pun pengunjung yang ada di sini. Ia merasa bahwa ia sendirian di dalam sini, sekilas ia mendengar suara bisikan yang lirih namun jelas.
"Prabawati~"
Beberapa detik kemudian ia kehilangan kesadarannya, ia jatuh pingsan ke tanah tepat di depan Gapura Bajang Ratu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...