Maya terbangun dari pingsannya, ia masih merasakan pening yang begitu menyakitkan. Beberapa saat kemudian ia tersadar dan melihat keadaan sekitar yang membuatnya semakin kebingungan. Ia melihat bahwa dirinya tengah terduduk di depan sebuah gerbang, ketika di perhatikan dengan seksama gerbang itu terlihat nampak familiar.
"Nduk? Kamu ndak apa-apa?" Maya dikejutkan dengan sosok wanita paruh baya yang mengenakan pakaian jawa kuno, wanita itu terlihat tengah membawa kendi yang berada di tangan kanannya. Wanita itu berbicara menggunakan bahasa kawi atau jawa kuno, namun entah mengapa Maya dapat memahami bahasa yang wanita itu ucapkan.
"Inggih mbok, saya tidak apa-apa," balas Maya pada wanita itu, Maya juga terkejut ketika sadar bahwa gerbang di depannya adalah gapura Bajang Ratu. Seingatnya ia pingsan dan akhirnya tergeletak begitu saja di depan gapura ini, Maya juga menyadari pakaian yang ia kenakan juga sudah berubah menjadi pakaian jawa kuno sama yang seperti wanita paruh baya itu kenakan.
"Yawis, jangan berdiam diri di sini nduk. Ini gerbang suci, kenapa kamu tidur di sini?" tanya wanita itu pada Maya, Maya sendiri juga kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Saya tidak tahu mbok. Omong-omong, ini dimana, ya?" Maya kembali bertanya karena memang posisinya sekarang begitu asing, ia sama sekali tidak mengenali suasana sekitar, kecuali gerbang bajang ratu yang tepat ada di depannya ini.
"Kamu jangan bercanda, segeralah memasuki kedhaton," titah si mbok itu pada Maya, tak lupa si mbok juga memberikan satu wadah yang berisi buah-buahan yang terlihat seperti akan digunakan untuk acara keagamaan umat hindu. Maya membawa wadah tersebut lalu ia berjalan mengikuti sosok si mbok itu memasuki kawasan yang asing.
Ia memasuki gapura bajang ratu, di balik gerbang dengan pagar yang begitu besar dan tinggi ternyata terdapat bangunan-bangunan yang begitu megah bagaikan mahakarya terindah pada zamannya. Maya mengetahui, bangunan tersebut terbuat dari susunan batu gosok yang terikat menjadi suatu bangunan yang begitu megah dan indah.
Di dalam sana terdapat banyak prajurit dan pengawal yang berlalu-lalang, ia juga melihat pakaian yang mereka kenakan memang terkesan seperti pakaian adat jawa kuno dan bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa kawi atau jawa kuno.
"Mbok, ini majapahit?" Maya memutuskan untuk melontarkan pertanyaan secara lirih kepada si mbok tersebut.
"Iya nduk,wis to kamu jangan bercanda terus!" balas si mbok sembari terus berjalan menyusuri bangunan yang terlihat seperti istana.
"Lantas, siapakah raja yang memerintah pada masa ini mbok?" Maya benar-benar penasaran, karena ini kejadian yang sangat aneh dan membingungkan baginya.
"Kanjeng Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani." Ucapan dari si mbok membuat Maya membeku di tempat, ia sangat terkejut bagaimana bisa ia terlempar pada abad ke 14. Maya mencoba mencubit dirinya sendiri, dan itu terasa sakit yang artinya dia tidak sedang bermimpi.
"Kenapa kamu melamun? Ayo jalan!" teriak si mbok, Maya yang nampak bingung memilih untuk pergi mengikuti langkah kaki si mbok tersebut. Hingga mereka tiba di salah satu tempat yang terlihat seperti tempat beribadah umat hindu, Maya melakukan apapun yang diperintah oleh si mbok. Setelah selesai menyiapkan tempat untuk beribadah, mereka hendak meninggalkan tempat itu namun salah satu brahmana disana menggenggam lengan Maya.
Brahmana itu nampak menatap Maya dengan intens, Maya sangat terkejut dengan perilaku aneh sang brahmana itu. Begitu pula si mbok yang merasakan keanehan ketikan brahmana itu menatap tajam pada arah gadis yang ia bawa.
"Aku melihat jiwamu berasal dari masa yang jauh, kau mendapat kesempatan emas karena menjadi permaisuri dari seorang pendekar sakti mandraguna." Maya melongo keheranan, ia tidak mengerti apa yang brahmana ini ucapkan.
"Maksudnya?" Namun, ketika Maya ingin meminta penjelasan lebih, si mbok menarik Maya untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Maya pun pergi meninggalkan sang brahmana, dari kejauhan ia juga masih melihat bahwa brahmana itu masih memperhatikan dirinya.
"Prabawati, kamu jangan dekat-dekat dengan kaum brahmana. Meskipun kita bekerja di kedaton ini bukan berarti kita bisa seenaknya berinteraksi dengan semua orang, ingat kita berasal dari kasta sudra nduk," jelas si mbok, Maya baru mengetahui kalau dirinya memiliki nama Prabawati. Ia juga sadar bahwa dalam rangkaian namanya juga terdapat nama Prabawati, ia semakin bingung untuk mencerna semua ini "Prabawati?" ucap Maya kebingungan.
"Orangtuamu menitipkanmu padaku, agar hidupmu bisa lebih mulya," jelas si mbok pada Maya. Maya juga baru mengetahui perihal dirinya disini bernama Prabawati, ia juga memiliki orangtua.
"Mereka mengantarmu dari Daha, sungguh aku masih bisa mengingat kalian dulu hidup terlunta-lunta sangat sedih jika aku mengingatnya," lanjut si mbok. Maya terdiam mendengarkan penjelasan serta penuturan dari si mbok, ia juga baru mengetahui kalau dirinya berasal dari Daha.
Tanpa mereka sadari mereka telah tiba di kediaman abdi dalem kedaton. Maya diperintahkan untuk pergi bersama beberapa gadis lainnya untuk ke pasar yang masih berada di lingkungan kedaton, sungguh Maya merasa sangat canggung karena dia juga tidak mengenal satupun dari mereka.
Tanpa para gadis itu sadari, Maya mencoba pergi dari lingkungan kedaton. Ia melihat sekeliling dan jika sudah dirasa aman dia segera kembali menuju arah gapura bajang ratu. Ia sedikit berjalan dengan kencang, ia sangat ingin kembali menuju tempat asalnya serta mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ia pun sampai di gerbang sakral tersebut, ketika ia berniat untuk melewati gerbang tersebut seseorang berhasil menghentikan langkahnya "Apa yang kau lakukan?!"
Maya menoleh ke sumber suara, ia melihat sosok yang begitu memiliki kharisma yang begitu kuat, ia merasakan perasaan segan dan hormat pada sosok ini. Ia juga terlihat seperti seorang prajurit yang gagah dan lebih tinggi dari prajurit lainnya.
"Saya-" Ketika hendak menjawab teguran dari sosok itu, datang lagi sosok prajurit lainnya. Prajurit itu memberi hormat pada sosok yang tadi menegur Maya.
"Patih, anda dipanggil oleh Kanjeng Ratu Tribhuwana. Anda diminta untuk segera menghadap beliau," ucap seorang prajurit pada sosok yang baru saja Maya ketahui yang merupakan seorang patih.
"Aku akan segera kesana," balasnya pada prajurit tersebut, lalu prajurit itu undur diri dan meninggalkan patih dan Maya di depan gerbang bajang ratu.
"Kenapa kamu ke tempat ini?" tanya patih itu dengan tatapan yang penuh intimidasi, Maya sendiri gelagapan untuk mencari alasan yang tepat.
"Begini, saya tersesat. Saya ingin keluar kedaton dikarenakan-" belum sempat Maya menyelesaikan ucapannya tiba-tiba saja datanglah sosok wanita dengan ageman bak seorang ratu kerajaan. Wanita itu di dampingi dengan beberapa pelayannya, tak lupa satu pelayan lainnya membawakan songsong.
"Patih Gadjah Mada, saya ingin berbicara mengenai hal penting dengan anda," ucapnya membuat Patih yang diketahui sebagai Gajah Mada mengalihkan atensinya dari Maya yang saat ini tengah memperhatikan sosok wanita cantik nan berkharisma itu.
"Njeh, Kanjeng Ratu," jawab Patih itu kepada wanita yang disebutnya sebagai Kanjeng Ratu, mereka pun segera pergi meninggalkan Maya yang masih mencoba mencerna hal yang baru saja terjadi padanya.
"Sumpah, ini bukan mimpikah? I-itu tadi Mahapatih Gajah Mada dan Kanjeng Ratu Tribhuwanatunggadewi?"
***
*Glosarium :
Nduk/Genduk : Merupakan panggilan untuk anak perempuan/gadis.
Inggih/Njeh : Iya (bahasa jawa alus/Krama)
Ageman : Pakaian
Songsong : Payung agung yang digunakan oleh raja/ratu
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Historical FictionRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...