Dan hari menjelang larut, setelah perdebatan siapa yang tidur di bawah akhirnya mereka memutuskan untuk tidur bersama di atas dipan kayu tersebut. Maya membelakangi Tarachandra yang terlihat sudah memejamkan kedua kelopak matanya. Maya merasakan jantungnya berdetak semakin kencang, ia merasa sangat resah ketika harus satu ranjang dengan pria tampan ini.
"Belum tidur?" suara baritone itu membuat Maya terperanjak kaget, sontak Maya menoleh ke arah Tarachandra yang kini sudah membuka kedua matanya dan kini sedang menatap ke arah Maya. Maya menjadi salah tingkah karenanya, tatapan itu sangat tidak bagus untuk kesehatan jantung.
"B-belum," jawab Maya gugup.
"Maaf, aku membuatmu tidak nyaman ya? kalau begitu aku akan tidur di bawah-"
"Tidak, tidak usah tidurlah disini," sahut Maya karena sepertinya Tarachandra merasa tak enak kepada dirinya.
"Aku akan tidur dulu," ucap Maya sembari memejamkan kedua kelopak matanya, ia berusaha keras untuk tertidur. Dan pada akhirnya ia dikalahkan oleh rasa lelah dan kantuk, ia pun terlelap dalam tidurnya.
***
Maya terbangunkan oleh suara deritan pintu yang dibuka, ia duduk sembari mengucek kedua matanya yang terasa masih berat. Ia melihat Tarachandra yang membawa nampan yang berisi makanan dan minuman, ia menaruh nampan itu di meja yang ada di dalam kamar itu.
"Sugeng Enjing , ini aku membawakanmu makanan cepatlah sarapan lalu kita segera berangkat menuju Tumapel," titahnya pada Maya. Maya mengangguk paham, kemudian Tarachandra meninggalkan Maya sendirian di kamar itu. Badan Maya terasa sangat pegal, karena dipan yang begitu kerasa dan tidak ada bantal.
Maya merasa lebih baik tidur di atas batu yang ada di dalam gua tempat Tarachandra bertapa daripada tidur disini. Maya mereganggkan otot-otot tubuhnya yang merasa linu, ia segera bangkit dari posisinya dan segera meminum air putih yang ada di dalam kendi yang sudah Tarachandra siapkan. Ia juga dengan lahap memakan makanan yang dibawakan Tarachandra.
Setelah itu, ia pergi ke dalam bilik kamar mandi yang ada di luar kamar. Kamar mandi itu terbilang sangat sederhana dan tidak memiliki toilet, Maya mandi dengan air tanpa sabun. Rasanya sangat menyegarkan karena dirinya tidak mandi berhari-hari, ia juga butuh mengganti pakaiannya yang nampak begitu lusuh dan kotor.
Seusai mandi, ia kembali menuju kamar dan melihat Tarachandra yang tengah duduk di sebuah kursi kayu yang ada di dalam kamar. Maya melihat pria itu tengah memejamkan matanya, ia memutuskan untuk berjalan perlahan untuk mendekati pria tampan itu. Maya penasaran apakah pria itu tertidur atau tidak?
Maya memandangi paras tampan nan rupawan dari Tarachandra, ia menganggumi ketampanan yang tidak biasa dari pria itu. Sungguh tangan Maya sangat gatal ingin membelai helaian rambut panjang Tarachandra yang sedikit menutupi mata kirinya. Dan benar saja, Maya menyibak helaian rambut panjang yang menutupi mata kiri Tarachandra.
"Tampan sekali," lirih Maya sembari tersenyum dengan penuh kekaguman.
"Terimakasih," jawab Tarachandra. Sontak Maya terkejut dan dengan reflek ia segera menjauh dari Tarachandra, ia melihat Tarachandra membuka kedua matanya dan melemparkan senyuman manis ke arahnya.
"Terimakasih, aku memang tampan," lanjutnya. Maya hanya berdecih kesal, ia juga merasa begitu malu karena tindakan bodohnya tadi.
"Kau tidak memiliki pakaian ganti?" tanya Maya pada Tarachandra, untuk mengalihkan perhatian karena tindakan bodohnya tadi.
"Ada, tapi pakaian tidak memiliki atasan layaknya pakaian wanita." Benar sekali, Maya lupa bahwa pakaian pria di zaman ini hanya mengenakan bawahan saja.
"Pakaianku sangat lusuh dan kotor, aku ingin sekali berganti pakaian," ucapnya pada Tarachandra.
"Tunggulah disini." Tarachandra keluar dari kamar, Maya bingung apa yang dilakukan Tarachandra kenapa dia pergi begitu saja. Maya memilih untuk duduk di dipan kayu, lalu menatap kosong ke langit-langit kamar.
"Adik, ibu. Maya rindu kalian," lirihnya.
***
Selang beberapa menit, Tarachandra kembali ke dalam kamar. Ia membawakan lima pakaian untuk Maya, Maya sangat terkejut dengan sikap pria ini yang begitu baik, hal itu semakin membuat Maya semakin terpanah olehnya.
"Kenapa banyak sekali?"
"Aku tidak tahu kain mana yang bagus, jadi aku membeli semuanya. Aku mengorbankan semua gobokku untukmu,jadi kamu harus memakai dan menerima pemberianku. Aku juga membelikanmu ini," ujar Tarachandra sembari memberikan Maya sebuah kalung emas dengan liontin kecil berbentuk bunga mawar dengan permata merah ditengahnya.
"Kenapa kamu repot-repot membelikanku kalung?" ucap Maya tak percaya dengan kelakukan Tarachandra.
"Kupikir dirimu akan sangat cantik jika mengenakan kalung ini." Tanpa Tarachandra sadari ucapannya membuat Maya membuat kedua pipinya menjadi merah merona.
"T-terimakasih," ucap Maya pada Tarachandra.
"Tidak masalah, cepat kamu berganti pakaian. Aku akan menunggu di luar kamar," ujar Tarachandra sembari berjalan keluar dari kamar. Lalu Maya pun segera mengganti pakaiannya, ia merasa sangat bahagia karena dipertemukan dengan sosok sebaik Tarachandra yang sangat peduli padanya.
Setelah bergantai pakaian, Maya berniat ingin memasang kalung tersebut. Namun, ia kesulitan dalam memasangya, akhirnya gadis itu memutuskan untuk meminta tolong kepada Tarachandra yang berada tepat di luar kamar.
"Tarachandra," ucap Maya sembari membuka pintu kamar.
"Iya?"
"Minta tolong pasangkan kalung ini, aku tidak bisa memakainya tanpa bantuan orang lain," ucapnya pada Tarachandra. Tanpa basa-basi pria itu masuk kembali ke dalam kamar, Maya memberikan kalung itu pada Tarachandra dan dengan segera pria itu memasangkan kalung itu pada Maya. Tarachandra merasakan jantungnya berdegup kencang, bahkan ia merasa kesulitan dalam bernafas tangannya pun menjadi gemetaran.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Maya yang merasakan getaran yang berasal dari tangan Tarachandra.
"T-tidak apa-apa," balasnya. Setelah memasang kalung tersebut, mereka segera pergi dari ke penginapan. Mereka mengendarai kuda dengan cepat karena memang hari sudah semakin siang, mereka tidak boleh membuang waktu lagi dan harus segera pergi menuju Tumapel.
***
Perjalanan mereka tempuh sekitar 4 jam-an, mereka pun tiba di sebuah rumah yang begitu megah dan letaknya tak jauh dari kedaton Tumapel. Disana mereka disambut oleh Wistara dan seorang pria yang diketahui bernama Narayandra, mereka berdua mempersilahkan Maya dan Tarachandra masuk ke dalam kediaman yang mewah itu.
"Kami sangat menunggu kedatanganmu," ucap Narayandra.
"Ya, aku harus menyelesaikan semediku. Omong-omong apa ayahmu mengetahui rencana kita?" tanya Tarachandra. Maya sendiri hanya mengekori ketiga pemuda itu, ia bahkan merasa sangat canggung ketika beberapa pelayan yang ada disana memandangi dirinya dengan tatapan aneh.
"Apa gadis bodoh ini merepotkan dirimu?" celetuk Wistara pada Tarachandra, mendengar dirinya diomongkan Maya mendongakkan kepalanya ke arah Wistara yang kini menatapnya dengan tatapan yang dingin seperti biasanya.
"Tenang saja, dia tidak merepotkanku sama sekali," jawa Tarachandra sembari terkekeh melihat Wistara dan Maya saling menatap tajam.
"Siapa dia?" tanya Narayandra penasaran tentang Maya yang dibawa Tarachandra.
"Aku juga tidak tahu, aku memungutnya dijalanan," sahut Wistara.
"Dia hanya gadis biasa yang tak memiliki siapapun, jadi aku mengajaknya untuk tinggal bersamaku di Sadeng." ucapan Tarachandra membuat Wistara dan Narayandra terkejut, karena bisa-bisanya Tarachandra dengan mudah membawa orang asing untuk tinggal bersamanya.
"Apa?!" teriak Narayandra dan Wistara bersamaan.
***
*Glosarium
Gobok : mata uang yang digunakan pada masa kerajaan majapahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA : The Eternal Love [Majapahit]
Ficción históricaRevisi!! Mohon maaf jika ada beberapa part yg berantakan. "Ratusan purnama telah aku lewati, ratusan perpisahan telah aku alami, namun dari sekian lamanya menjalani hidup yang menyakitkan, kaulah yang paling kudambakan." - Tarachandra Utpala Latar...