T.D 7

28 0 0
                                    

Mata Kim Jeane mengarah ke pemandangan kota Seoul dari lantai 10 balkon kamarnya. Akan tetapi pandangan matanya kosong. Air matanya juga sesekali berhasil terjun bebas ke pipi.

Riasan wajahnya untuk wisuda tadi nampak sedikit berantakan. Bulu mata palsu yang sepertiga bagiannya sudah tidak menempel sempurna di ujung kelopak mata, eyeliner yang sedikit luntur meninggalakan noda hitam di kedua kantung mata Jeane.

“Dulu saat masih kecil, Kakak Seokjin yang pergi dari apartment ini untuk tinggal dengan Ayah dan Ibu.”

“Setelah itu nenek pergi.”

“Dan saat hatiku baru saja terbiasa untuk hidup jauh dengan Kakak Taetae, aku juga harus hidup jauh dengan Jeon lagi.”

Ya itu semua gerutu Jeane pada dirinya sendiri.

Aaakhh

Napasnya menggebu. Dalam paru-parunya kini terasa seperti ada yang mengganjal, sesak. Tangisnya masih berlanjut.

“Kenapa semua orang pergi? Kenapa semua orang memaksaku untuk hidup tanpa mereka!? KENAPA?!” Jeane berteriak, tapi suaranya seakan hilang terbawa angin yang sedang berhembus kencang.

Kata siapa semua orang pergi?

Jeane terdiam tak merespon. Ia tau itu suara Deon Ha, Ayahnya yang lolos masuk ke balkon karena kamarnya yang sengaja tidak ia kunci.

“Kau juga marah pada Ayah?” tanya Deon Ha yang melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba diam saat mendengar suaranya.

“Tidak..” Jeane akhirnya menjawab dengan singkat tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.

“Ayah boleh berdiri di sampingmu?”

“Silahkan saja. Ini kan apartment milik Ayah. Aku tak punya hak untuk melarang.”

Deon Ha tersenyum lalu berjalan mendekatkan diri pada Jeane yang berdiri tepat di depang railing balkon.

“Siapa yang sudah berani membuat anak perempuan kesayangan Ayah semarah dan sesedih ini?” tanya Deon Ha. Random sekali pertanyaannya, sudah jelas Jeane menangis karena Jeon.

“Kakak-kakak laki-lakiku. Anak-anakmu juga.” Jeane menjawab pertanyaan random sang ayah.

Deon Ha tertawa kecil mendengar jawaban sang anak. Lalu ia merangkul pundak Jeane.

“Ayah mau bicara. Boleh kita duduk saja? Ayah pegal nanti kalau terlalu lama berdiri,” ucapnya jahil seraya memegang pinggangnya berpura-pura lelah.

Jeane berpikir sejenak lalu mengusap air matanya. Tangannya sigap memegang tangan Deon Ha yang ada di pundaknya. “Kau kenapa Ayah? Kau sakit?”, ia khawatir.

“Tidak.” Deon Ha tersenyum menahan tawa, misinya berhasil.

“Kalau begitu kita duduk di dalam saja ya, di luar panas.” Jeane memegang tangan Deon Ha lalu berjalan bersama menuju sofa pink di dalam kamarnya.

“Ayah mau bicara apa?”

Deon Ha menepuk pundaknya. “Bersandarlah, Ayah sudah lama tak meraskan kepalamu di pundak Ayah.”

Jeane menurut dan bersandar di pundak Deon Ha.

“Kau tau dua tahun lalu Kim Taehyung bicara apa pada Ayah sebelum berangkat ke Amsterdam?”

Kepala Jeane menggeleng. “Memangnya Kakak Taetae bicara apa pada Ayah?”

“Taehyung bilang, dia sebenarnya sedih luar biasa harus meninggalkanmu. Hatinya tidak tenang, ia takut tak ada yang bisa menjaga adik perempuannya ini sepertia ia menjagamu.”

THE DAYWhere stories live. Discover now