T.D 21

21 0 0
                                    

“Kau hebat, Kak..” lirih Jimin yang kini posisinya sudah duduk bersama Seokjin dan Yoongi di meja makan.

“Hebat bagaimana maksudmu, Jimin?” tanya Seokjin.

“Ya kau hebat. Kau menghadapi semua ini dengan kuat, kau bisa tetap menjalaninya dengan kepala dingin.”

“Jim, kakak mana yang sanggup menerima ini semua? Jeane punya tiga orang kakak laki-laki, tapi kami semua gagal menjaganya. Hatiku hancur. Tapi ketika Taehyung dan Jeon bersedih dan terus menyalahkan diri sendiri, siapa yang harus menenangkan mereka kalau bukan aku?”

“Aku selalu berpikir apa yang dengan terus-terusan bersedih akan memperbaiki keadaan? Tidak, Jim,” tambah Seokjin.

Sebagai kakak tertua, Seokjin harus pandai menempatkan dirinya. Tetap berusaha tegar ketika kedua orang tuanya terpuruk saat anak perempuan satu-satunya mengalami pelecehan seksual, tetap tenang di kala dua adik laki-lakinya sedang di rundung emosi karena hidup adik perempuan kesayangan mereka direnggut.

Satu lagi, tetap berusaha meyakinkan Yoongi bahwa semua akan kembali seperti semula di saat Yoongi hancur karena sang calon istri yang selama ini mati-matian ia buat bahagia di hancurkan begitu saja.

Tanpa Seokjin sadari sebenarnya ia juga hancur, bahkan lebih hancur dari yang kalian bayangkan. Hanya saja ia pandai menutupinya dan ia pun mengerti bahwa amarah dan kesedihannya pun tidak akan merubah apa yang sudah terjadi.

Jimin menatap Kim Seokjin dengan penuh rasa kagum. Sosok pria yang selama ini hanya ia lihat di televisi kini ada di hadapannya. Dan mengejutkannya lagi ternyata Seokjin adalah kakak dari kedua sahabatnya, ah tidak, sekarang ada tiga karena kini ia juga menganggap Jeane adalah sahabatnya.

Seokjin yang selama ini dikenal oleh khalayak ramai yang tak hanya sebagai pewaris perusahaan label musik terbesar di Korea tapi juga tampan, berwibawa, dan bijaksana ternyata benar adanya.

Aigo, jangan terus menatapku seperti itu,” protes Seokjin.

Jimin tersenyum. “Kau benar-benar kakak yang hebat, Kak Seokjin.”

Aniya.. Kakakmu jauh lebih hebat, Jim…”

Yoongi seketika mengernyitkan alisnya mendengar ucapan Seokjin. “Mwo? Kenapa aku?”

Seokjin dan Jimin tertawa melihat wajah Yoongi yang malu dengan pipinya yang memerah.

“Aishh sudah. Sudah mau jam makan siang, akan kubuatkan makanan terlebih dahulu. Minum obat sebelum makanmu dulu Jim, agar nanti ketika makanan sudah matang kau bisa langsung ikut makan,” titah Yoongi.

Ne, Kak.” Jimin menurut tanpa membantah, ia langsung melenggang begitu saja ke kamarnya untuk mengambil obat.

“Yoon..” Setelah memastikan Jimin pergi, Seokjin berdiri mendekatkan jaraknya dengan Yoongi agar suaranya tidak terdengar oleh Jimin.

Wae?”

“Apa Jimin sudah tau kalau perusahaan tempatnya bekerja itu milik ayahnya?” tanya Seokjin dengan pelan.

“Sudah, Jin. Tapi…” Yoongi menggantungkan ucapannya.

Alis mata Seokjin mengernyit. “Tapi apa?”

“Jimin belum tau kalau ayah kami adalah pemimpin salah satu mafia terkejam yang sangat jahat.”

“Mengapa kau tidak jujur padanya, Yoon?”

“Aku tidak mau membuatnya benci pada ayah karenaku. Aku tidak mau Jimin menjadi seperti aku..” Yoongi menggantungkan ucapannya lalu menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

THE DAYWhere stories live. Discover now