T.D 23

25 0 0
                                    

Suasana apartment tempat tinggal Jeane yang semula sepi kini semakin sepi. Semenjak Jeane dirawat, keluarga Kim tidak sehangat dulu. Keluarga Kim sudah kehilangan mataharinya.

Dua minggu berlalu, kondisi Jeane tidak menunjukkan perkembangan sedikitpun atau bahkan memburuk. Jeane semakin sering menangis histeris, tak jarang dokter harus menyuntikkan obat penenang jikalau Jeane benar-benar tidak bisa ditenangkan.

Apartment tempat tinggal Yoongi dan Jimin juga tak kalah sepi. Semenjak saat itu, Yoongi menjadi sangat pendiam. Hari-hari penuh warna yang biasanya ia lalu bersama Jeane sudah tidak ada lagi. Beruntungnya kini sudah ada Jimin, walaupun sama-sama terpukul setidaknya Yoongi tidak benar-benar sendiri.

Hari ini Yoongi memutuskan untuk kembali datang menjenguk Jeane, calon istrinya. Semenjak hari itu hidupnya redup. Jeane yang selama ini menjadi satu-satunya semangatnya untuk terus hidup kini bahkan seperti tidak memiliki senangat untuk hidup.

“Jeane, aku datang,” lirih Yoongi tepat di hadapan Jeane yang sedang terduduk diam di ranjang rawatnya.

Hati Yoongi teriris melihat beberapa bekas suntikan obat penenang dan luka lebam akibat dari tindakan histerisnya yang tak jarang melukai diri sendiri di beberapa bagian lengan Jeane.

“Jeane, bagaimana kabarmu? Bagaimana hari-hari yang kau lalui di sini?” Yoongi berusaha terus mengajak Jeane berinteraksi dan berbicara seperti yang ia biasa lakukan pada pasien-pasiennya.

Yoongi tau betul bahwa seseorang dengan keadaan seperti Jeane tidak cukup jika hanya seorang psikolog sepertinya yang membantu memulihkan, Jeane perlu psikiater yang cukup berpengalaman.

“Jeane, bicaralah. Ceritkan apa yang kau alami hari itu? Apa yang kau rasakan?” ucap Yoongi dengan sebuah air bening yang tiba-tiba terjun bebas membasahi pipinya.

Bukankah berbicara seperti itu dengan pasien seperti Jeane ini akan percuma? Yoongi yang biasanya berbicara dengan pasien dengan ganguan mental dalam skala ringan saja terkadang sulit, apalagi dengan Jeane?

Yoongi menatap manik mata coklat milik Jeane yang nampak kosong. Biasanya Yoongi bisa melihat dunianya yang indah di tatapan mata Jeane, tapi kini dunianya sudah hancur. Tatapan itu kini tidak ada lagi, hanya digantikan tatapan kosong yang memancarkan rasa takut.

Aku berjanji, aku akan mengembalikan dunia itu. Aku tau tidak ada yang percuma. Aku yakin keajaiban itu ada, Jeane.

“Aku rindu padamu, Jeane.”

“Ahh.. Aku yakin kau tau itu.”

“Aku rindu dengan senyum dan gigi kelincimu. Aku rindu caramu menatapku. Aku rindu menghabiskan waktu berdua bersamamu di restaurant favoritmu.”

“Kau tidak rindu pada sup udang kesukaanmu itukah, Jeane?”

Perlahan Yoongi memberanikan diri memegang tangan Jeane. Sudah beberaap minggu ini Yoongi tidak pernah merasakan genggaman tangan lembut Jeane, Yoongi ingin merasakannya lagi.

Bukan hanya karena itu, Yoongi berharap dengan genggaman tangannya bisa menyampaikan energi baik dan perasaannya pada Jeane. Yoongi berharap Jeane bisa merasakan bahwa Jeane tidak sendiri, Jeane memiliki banyak orang yang menyayanginya dalam keadaan apapun.

Takk

Jeane tiba-tiba menepis tangan Yoongi tepat ketika Yoongi berhasil menggenggam tangannya.

“PERGI!” teriak Jeane yang semakin membuat Yoongi tersentak.

“Jeane, ini Kak Yoongi.. Tenanglah..”

“PERGI!” teriak Jeane semakin histeris dan disusul dengan tangisannya yang pecah.

Yoongi berusaha meraih tangan Jeane dan menggenggamnya. Bukannya membuat Jeane tenang, hal ini justru membuat Jeane semakin histeris.

THE DAYWhere stories live. Discover now