T.D 15

33 0 0
                                    

Kak Yoongi, hari ini seseorang telah merenggut sesuatu dalam diriku yang seharusnya menjadi milikmu. Maaf aku tidak mampu mempertahankannya, mereka terlalu kuat dan aku terlalu lemah. Apa setelah ini aku masih pantas menjadi istrimu?”

Jeon, Kak Taetae, Kak Seokjin, Ayah, Ibu. Maaf aku belum bisa menepati janji untuk menjaga diriku sendiri. Maafkan aku membuat kalian kecewa. Apakah setelah ini kalian masih tetap menyayangiku?”

Seokjin menangis tiada henti di samping sang adik yang masih tertidur karena efek obat penenang. Tangannya menggenggam erat tangan Jeane yang sudah basah karena air matanya.

“Hiks.. Jeane, maafkan aku, hiks..” Dada Seokjin rasanya masih terlalu sesak untuk menerima kenyataan.

Sementara Deon Ha masih menenangkan Han Ra yang baru saja sadar dari pingsannya di sofa ruang rawat Jeane.

“Mengapa ini terjadi pada Jeane? Deon Ha, mengapa ini terjadi pada anak kita?” lirih Han Ra, air matanya tentu tak henti mengalir.

“Han Ra, tenanglah.” Deon Ha berusaha menenangkan sang istri, padahal ia sendiri juga masih tidak terima akan kenyataan.

Anak perempuan satu-satunya yang keluarga Kim miliki, kini harus mengalami tindakan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Ayah di bagian dunia mana yang rela anak perempuannya disakiti oleh orang lain? Ayah di bagian dunia mana yang rela masa depan anaknya direnggut begitu saja oleh manusia manusia tak punya hati?

Hhh, manusia? Apakah yang seperti itu masih pantas disebut sebagai manusia?

“Bagaimana aku bisa tenang? Anak perempuan satu-satunya yang aku miliki, yang selama ini berusaha aku jaga mati-matian, kini menerima perlakuan tidak baik dari orang lain.. Hiks…” Tangis Han Ra semakin histeris.

Cklek

Pintu ruang rawat tiba-tiba terbuka menampilkan seorang pria bertubuh gagah yang tanpa aba-aba langsung bersimpuh di kaki Deon Ha.

“Tuan dan Nyonya Kim maafkan saya. Saya salah. Ini semua salah saya. Andai kemarin saya tidak ambil cuti, saya bisa menjaga Nona Jeane dan Nona Jeane tidak akan mengalami hal seperti ini.” Pria itu mengangis dan nampak sangat menyalahkan dirinya.

“Pak Yeon, bangunlah.” Deon Ha memegang kedua pundak pria itu dan mengangkatnya.

Ya, pria yang baru saja masuk itu adalah Pak Yeon yang kemarin sedang tidak bisa menjaga Jeane karena harus menjaga sang istri yang sedang sakit di Daegu.

Saat mendapat kabar yang menimpa Jeane, Pak Yeon tanpa pikir panjang langsung menaiki travel keberangkatan pertama pukul empat pagi dari Daegu ke Seoul meski harus meninggalkan istrinya yang masih sakit.

“Maafkan saya, Pak. Saya lalai akan kewajiban saya menjaga Nona Jeane,” lirih Pak Yeon yang kini berlutut di hadapan Deon Ha.

“Ini bukan salah anda, Pak Yeon. Keputusan anda untuk pulang itu benar, istri anda memang sudah seharusnya diutamakan,” tutur Deon Ha karena tidak ingin ada orang tak bersalah yang menyalahkan dirinya.

THE DAYWhere stories live. Discover now