Malam ini arhan sudah mulai bimbingan dengan dosen yang di maksud luna kemarin membuat arhan malas saja, arhan menatap malas dosen di depanya yang tengah menjelaskan materi pertama, raganya memang di rumah tapi otaknya treveling kemana mana.
"arhan ada yang di tanyakan? Sejak tadi saat lihat kamu hanya diam saja"ujar dosen bernama ari
Arhan baru tersadar dari lamunanya membuat gelagapan saat di tanyai seperti itu"eh enggak pak, udah ya saya capek mau istirahat"ucap arhan langsung bangkit dadi duduknya.
Kania yang di sampingnya hanya melirik arhan, padahal sejak tadi yang aktif berbicara itu dirinya dan arhan hanya diam saja bisa bisanya bicara seperti itu.
"tapi masih 30 menit lagi arhan kamu nggak boleh begitu nanti bunda kamu marah"
"bodo amat yang ada nanti kalau saya denger pak ari ngoceh terus bukanya saya ngerti malah pusing"ucap arhan meninggalkan ari dan kania.
Ari menghembuskan nafas pelan, pantas saja luna berpesan harus punya kesabaran yang banyak jika berhubungan dengan arhan dan memang benar sejak tadi arhan hanya diam kalau tidak arhan beranjak pergi dengan sejuta alasan."kania ini mau di lanjut atau selesai sampai sini"
"di lanjut sampai selesai saja pak"
Ditempat lain tapi masih satu rumah arkan melihat adiknya masuk ke kamar"bukanya selesainya jam sepuluh ini masih setengah sepuluh kenapa udah balik"
Arhan merebahkan tubuhnya di kasur empunya"males, gue ngundurin diri aja dari olim"
"lo nggak mau buktiin sama orang yang ngremihin lo, buktikan kalau lo itu pantas kalau li itu di pilih jadi perwakilan sekolah"
"tapi nyatanya gue nggak pantas jadi perwakilan sekolah, gue bukan lo yang gampang nyerep pelajaran"
"lo juga jangan langsung putus asa lo belum berusaha, gue yakin semua orang yang mau berusaha pasti bisa"
Saat hendak berbicara arhan merasakan ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya, arhan mengusap hidungnya alangkah terkejutnya saat arhan melihat apa yang ada di tanganya dan arhan langsung mengubah posisinya menjadi duduk"kak.."panggil arhan dengan bergetar tapi masih di dengar arkan
Arkan menoleh ke belakang, arkan membulatkan matanya saat melihat hidung arhan mengeluarkan darah"astaghfirullah lo mimisan"arkan langsung bangkit dari duduk
"gue takut kak"
Arkan mengambil tissue yang berada di atas nakas dan membersih darah yang masuh mengalir dari hidung arhan"nggak usah takut gue yakin lo cuma kecapean aja"
5 menit berlalu tapi mimisan arham belum berhenti juga walau tidak sederas tadi"gue telfon ayah"ucap arkan
"mau bunda"
Arkan mengangguk lalu mengambil ponselnya di atas meja belajar, setelah di telfon arkan tidak lama kemudian fairuz datang sendiri tanpa luna.
"ini sejak kapan mimisanya"tanya fairuz kawatir melihat arhan sudah lemas di atas kasurnya.
"sekitar 5 menitan yah"
"mau bunda"ucap arhan dengan nada bergetar
Fairuz tidak tahu harus bicara apa, karena luna sudah tertidur dari tadi mau membangunkan juga fairuz kasian"sama ayah aja ya"
Arhan menggeleng pelan"enggak mau, maunya sama bunda"
"aku bangunin bunda aja ya yah kasian arhanya"
"bunda udah tidur, tadi juga bunda kurang sehat kasian kalau di bangunin"
"tapi aku maunya sama bunda! Nggak mau sama ayah"
"ayah udah bilang bunda lagi kurang sehat! Kamu itu udah dewasa seharusnya nggak nyusahin orang tua!"
Arhan menepis tangan fairuz yang hendak ingin membersihkan hidung, arhan sakit hati di bentak fairuz padahal ia hanya ingin bersama luna"ayah pergi!"
Arkan juga terkejut saat mendengar fairuz membentak arhan padahal sejak dulu fairuz tidak pernah berbicara dengan nada tinggi apalagi sama arhan yang tidak bisa di bentak"nggak usah bentak adek juga yah"
Fairuz menggigit bibir dalamnya ia baru saja sadar kalau dirinya telah membentak arhan padahal sejak dulu fairuz tidak pernah membentaknya"maafin ayah, mau bundakan? Ayah bangunin ya"
"ayah pergi hiks"
Mau tidak mau fairuz harus pergi untuk membangunkan luna kalai tidak pasti arhan akan mengamuk.
"Njirr nggak usah nangis juga kali, kayak bocah aja lo"ujar arkan sebal melihat adiknya menangis, ah kenapa arhan sanhat cengeng dikit dikit nangis kayak bocah saja
"hua bundaaa"teriak arhan saat luna masuk ke dalam kamarnya dan tangisan arhan semakin pecah.
Luna langsung menghampiri arhan yang berada di kasir"gimana mimisanya udah berhenti"
Arhan mengangguk"hiks kak arkan sama ayah jahat bun tadi bentak aku"
Luna menghapus air mata arhan yang membasahi pipi arhan, kenapa tiba tiba arhan seperti arhan umur 7 tahun tapi kenapa menurut luna malah lucu, membuat luna yang mendengarnya terkekeh
"astaghfirullah kenapa lo kayak bayi sih udah mau punya adik juga"gerutu arkan
Arhan membulatkan matanya terkejut, apa arhan nggak salah denger kakaknya bilang seperti itu"bunda hamil?"ucap arhan polos
Hati luna merasa cemas padahal luna sudah mewanti wanti arkan jangan bicara dulu jika luna hamil ini malah berbicara di waktu yang tidak tepat.
Arkan melempar tissue yang masih bersih ke arhan"ya iyalah tolol namanya juga mau punya adik, nggak mungkinkan bunda mau mungut bayi di jalanan, ini bukan sinetron cuk"
"kakak!"
Hati arhan tiba tiba gelisah setelah mendengar fakta yang baru saja ia dengar"bun.."
"maafin bunda ya dek"
Arhan menghembuskan nafas kasar lalu merebahkan tubuhnya ke kasur hingga memunggungi luna arkan dan fairuz"udah berapa bulan?"tanya arhan dengan hati tak karuan
"jangan gini dek, nanti tangan kamu sakit?"ucap luna malah kembali tanya ke arhan, luna kawatir luka kemarin masih sakit
"berapa bulan!"ucap arhan sedikit ada penekanan
"2 bulan"ujar fairuz kini mereka tidak bisa membohongi arhan toh juga cepat atau lambat mereka harus kasih tahu kebenaran tidak mungkinkan luna menyembunyikan lebih lama lagi.
"aku mau sendiri, kakak tidur sama ayah bunda aja"ucap arhan menarik bed caver sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Luna menatap arkan dan fairuz secara bergantian lalu bangkit dari duduknya, kalau sudah gini arhan pasti susah untuk di bujuk"terserah kakak aja deh"gerutu luna melangkah pergi meninggalkan mereka.
Arkan menghebuskan nafas kasar, nggak adiknya nggak bunda sama sama suka sensitif apalagi luna sejak hamil luna sangat sensitif"yah.."
"ayah nggak tahu"ucap fairuz melangkah pergi meninggalkan si kembar.
"dek jangan marah ya sama"bujuk arkan
"ngapain tetap disini! Pergi sana!"
Arkan menghembuskan nafas kasar lalu melangkah keluar kamar.
.
.
.
.
.
Ada nggak sih kalian sebagai anak bungsu sifatnya kayak arhan, soalnya aku dulu sifatnya kayak arhan sebagai anak bungsu aku nggak mau punya adik, bukan karena saudara aku udah banyak atau aku nggak mau punya saingan tapi entah kenapa dari kecil udah nggak mau aja punya adik, sampai ke dua orang tuaku nggak boleh tidur berdua kalau seranjang ya harus ada aku, suatu ketika waktu kelas 4 sd, aku pulang masuk kamar lihat ke dua orang tuaku tidur seranjang seketika langsung banting pintu kabur ke rumah neneku nggak mau pulang sampai 2 hari.Tapi sifatku yang kayak gitu nggak bertahan lama kok waktu SMA ortu mutusin buat ngasuh anak dari temanya yang udah meninggal aku bisa sayang, kalau aku jalan jalan sama doi atau temen gitu sering aku ajak, ya awalnya sih nggak mau menerima dia, sampai aku berani bilang ke ortuku "emang nggak puas ngurusin 4 anak dan kalian mau ngurusin anak orang" tapi lama kelamaan karena kebiasaan jadi sayang banget, kalau lagi nggak di rumah seharian gitu harus vc, sampai teman temanku pada hafal kalau lagi istirahat aku vc pasti vcnya bukan sama pacarku tapi sama adiku😂
KAMU SEDANG MEMBACA
arhan-2A
Teen FictionKalian pasti tahu gimana rasanya mempunyai kembaran yang bertolak belakang dengan dirimu pasti banyak orang yang membeda bedakan, pasti sakitkan? untung saja arhan mempunyai kembaran yang baik dan ke dua orang tuanya yang tidak pernah mempermasalahk...