Arhan membuka matanya secara berlahan lahan, saat membuka mata secara sempurna pandanganya langsung tertuju pada jam digital yang tertempel di tembok kamar, arhan memghembuskan nafas pelan saat jam sudah menujukan pukul 18.20 dan dia belum mandi ataupun shalat magrib.
Dari pada berlama lama di kasur dan ujung ujung ketiduran lagi dan tidak shalat magrib lebih baik arhan langsung ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, arhan sengaja tidak mandi karena kalau mandi sudah di pastikan dalam hitungan jam arhan langsung di larikan ke rumah sakit apalagi dari tadi pulang sekolah badanya tidak bisa di ajak kompromi belum lagi tonjokan arkan tidak main main terbukti pipinya kini berubah keunguan akibat tonjokan arkan.
Setelah shalat magrib dan membaca al-qur'an arhan memutuskan untuk keluar kamar sebab waktu sudah menujukan 19.00 tidak lupa tadi arhan sudah suntik insulin, arhan mengambil obat yang berada di atas nakas untuk ia konsumsi setelah makan nanti.
Saat tiba di meja makan keluarganya sudah berkumpul semua kecuali dirinya, tanpa mengucapkan apapun arhan langsung duduk dan mengambil makanan yang akan arhan makan, tidak ada menu spesial yang di makan arhan hanya sayur sup dan sedikit sambal tidak seperti keluarga lainya yang memakan makanan yang enak.
Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring tidak ada candaan atau suara si kembar yang saling debat. Arhan meletakan sendoknya tanganya mengerut pangkal hidungnya, arhan tidak berniat untuk mengadu kesiapapun perihal sakitnya bahkan keluarganya juga bungkam mungkin keluarganya terlalu fokus dengan makananya hingga tidak melihat arhan tengah menahan sakit.
Arhan menggeser piringnya yang masih tersisa banyak membiat atensi keluarganya melihat dirinya.
"makanan kamu saja masih banyak kenapa sudah minum obat?"tanya fairuz melihat arhan yang membuka tabung obatnya.
Arhan menutup kembali tabung obatnya, ia menatap fairus dengan tatapan sulit diartikan"malas ngunyah"ucap arhan tanpa alasan karena rahangnya terasa sakit saat di buat ngunyah alhasil tadi arhan hanya memakan 2 sendok saja.
Saat fairuz handak bicara luna langsung memegang tangan fairuz bertanda fairuz tidak boleh bicara"bunda bikin oat milk ya?"
Arhan tidak langsung bicara selang beberapa detik arhan baru mengeluarkan suaranya"enggak usah, udah kenyang juga"ucap arhan tidak menatap luna.
"tapi..akhh"luna mengelus perutnya yang tiba tiba terasa nyeri.
"bun perutnya tambah sakit?"tanya fairuz kawatir tiba tiba luna meringis kesakitan.
"bunda nggak papa"tanya arkan tidak kalah kawatir.
Luna memejamkan matanya saat merasa perutnya terasa nyeri"ayah.."
"arkan keluarkan mobil, kita bawa bunda ke rumah sakit karena dari tadi bunda ngeluh perutnya sakit"
Arkan mengangguk mengerti, ia langsung bangkit dari duduknya.
Arhan melihat satu persatu keluarganya keluar dari rumah bahkan mereka lupa kalau ada manusia lain di antara mereka, ada rasa kawatir saat melihat luna tengah kesakitan arhan memang tidak mau punya adik tapi ia juga masih punya hati nurani yang saat melihat luna kesakitan arhan juga ikut ikutan sakit.
Arhan bangkit dari duduknya, ia tidak mungkin hanya duduk di rumah sedangkan bundanya tengah sakit sampai di larikan ke rumah sakit. Tanpa mengganti pakaianya arhan memutuskan pergi ke rumah sakit dengan di antar mang jaja.
Jarak rumah sakit dengan rumahnya tidak jauh hanya menbutuhkan waktu 20 menit saja dengan menggunakan mobil, sesampainya di rumah sakit arhan langsung menuju IGD, arhan melihat arkan tengah duduk di kursi panjang depan IGD.
"kak?"panggil arhan pelan.
Arkan menoleh ke samping, ia mendapati adiknya tengah berdiri tidak jauh darinya"ngapain lo kesini?"
Arhan menunduk takut"gu-gue mau lihat keadaan bunda"
Arkan terkekeh"ngapain lo mau lihat keadaan bunda? Bukanya ini mau lo bunda pendarahan dan kehilangan janinnya? Selamat doa lo di jabahi"
Arhan menggeleng pelan"bunda keguguran?"ucap arhan dengan nada bergetar.
Arkan melayangkan sebuah bogeman ke arhan membuat arhan langsung tersungkur, bogeman arkan tidak main main apalagi tubuhnya sudah sangat lemas"kenapa lo nggak mau lihat bunda bahagia sih han! Kenapa! Jawab gue han!"arkan menarik kaos yang di gunakan arhan dan arhan hanya menurut saja tidak membantah ucapan arkan.
Arkan menghempaskan tubuh lemas arhan ke ubin rumah sakit"bukan hanya janin bunda yang terancam tapi nyawa bunda juga terancam! Lo ngerti nggak sih han! Astaghfirullah kenapa gue punya adik goblok kayak lo sih, nyesel gue punya adik kayak lo!"
"mas kalau berantem jangan disini, ini rumah sakit"ucap seorang perawat
"keadaan bunda saya gimana sus"tanya arkan pada perawat itu karena arkan tadi melihat perawat di depanya itu juga ikut menmbantu menangani luna.
"keadaan ibu luna tidak bisa di katakan baik baik saja, sebentar lagi akan di pindahkan ke ruang icu agar perawatan lebih intensif, perihan kondisinya mas bisa tanya langsung sama pak fairuz karena tadi sudah di jelaskan dokter"
Arkan mengangguk, tanpa mengeluarkan apapun arkan langsung bangkit dari duduknya meninggal arkan dan perawat masih disitu.
"masnya sakit?"tanya perawat saat melihat arhan yang tanpak begitu pucat.
Bibir pucat arhan membentukan sebuah senyuman"saya baik baik saja sus"
"saya sangat hafal sama mas arhan, masnya lagi sakit kan? Mau saya antar ke dalam biar di periksa dokter"
Ah kenapa arhan bisa lupa ia kan langganan masuk rumah sakit ini dan sudah pasti perawat IGD sangat hafal denganya"enggak usah sus, saya masih kuat nahan kok, bunda lagi sakit masak saya juga ikut ikutan sakit. Oh ya bunda mau di pindahin ke icu berapa?"
"icu dua, kalau mas arhan nggak mau ke dalam saya ke dalam dulu ya mas"
"iya sus"
Sepeninggalan perawat tadi arhan memutuskan keluar dari rumah sakit, ia tidak mungkin ikut menemani bundanya sudah pasti arkan melarangnya dan menyuruhnya pergi.
Arhan meringkuk seperti janin di salah satu kursi taman rumah sakit, ia tidak mungkin pulang sebab arhan tidak membawa hp ataupun dompetnya, ia juga tidak hafal nomer ART di rumahnya atau teman temanya yang arhan hafal hanya nomer arkan, fairuz dan luna saja. Tapi jika arhan tidur semalaman di taman rumah sakit sudah pasti besok arhan sudah menjadi mayat dan arhan tidak mau mati dulu, arhan masih ingin meminta maaf ke luna.
"apapun yang terjadi aku ayah sama bunda bakal tetep di samping adek"
"iya apapun yang terjadi ayah sama bunda nggak bakal jauhin adek karena adek sama kakak permata ayah bunda, jadi adek nggak perlu kawatir kita jauhin adek karena itu tidak akan mungkin"
Arhan terkekeh nengingat ucapan arkan dan orang tuanya, air matanya berlomba lomba lomba keluar menbasahi pipinya, dengan langkah tertatih arhan keluar dari pagar rumah sakit.
Sepanjang jalan arhan hanya bisa menangis tanpa suara, kalau keluarganya saja mengingkari ucapan apalagi orang lain, tubuhnya meluruh di tortoar orang yang tengah melintas hanya melihat saja tanpa ingin membantu arhan.
"arhan!! mamah papah"teriak seorang gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
arhan-2A
Teen FictionKalian pasti tahu gimana rasanya mempunyai kembaran yang bertolak belakang dengan dirimu pasti banyak orang yang membeda bedakan, pasti sakitkan? untung saja arhan mempunyai kembaran yang baik dan ke dua orang tuanya yang tidak pernah mempermasalahk...