2. Hari yang Rusuh

51 7 4
                                    

Nanti earbuds-nya gue ganti. Pas istirahat lo ke kelas gue aja, 11 IPS 1. Nama gue Sashika Nindyani.
-S. Nindyani

-∞-∞-∞-
2. Hari yang Rusuh
-∞-∞-∞-

SMA Lingkar Global telah menunjukkan tanda-tanda kehidupan bahkan sebelum matahari terbit. Tepatnya di sebuah lokal khusus ekstrakurikuler Ligaradio, pukul 05.50, beberapa orang siswa tampak sibuk berkutat dengan persiapan siaran radio pagi ini. Ada yang mengeset komputer, mengecek speaker, mengetes mikrofon, dan berbagai kesibukan lainnya di lokal Ligaradio.

Secara umum, lokal ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang siaran dan ruang utama. Ruang siaran memiliki kapasitas empat orang dan biasanya dihuni oleh dua penyiar serta dua pendamping yang membantu jalannya siaran. Ruang utama lebih luas dibanding ruang siaran, umumnya digunakan untuk diskusi anggota ekskul serta merangkap sebagai ruang sekretariat. Kedua ruangan dibatasi oleh partisi kaca-yang memungkinkan anggota lain untuk memantau proses siaran dari ruang utama-dan dihubungkan oleh sebuah pintu di tepi kiri partisi.

Di sela kesibukan persiapan siaran, muncul kehebohan kecil tatkala sang ketua ekskul, Fabio, menyadari ketidakhadiran salah satu anggota yang memiliki peran penting hari ini. Cowok berwajah oriental dengan mata sipit itu memulai dengan bertanya, "Sashi belum hadir?" Pertanyaan itu lantas disambut dengan jawaban "belum" oleh beberapa orang yang ada di ruangan, yang memicu timbulnya atmosfer panik dan tegang.

Fabio menyuruh salah satu anggotanya untuk menghubungi Sashi, tetapi hasilnya nihil. Sashi tidak bisa dihubungi.

"Gue bilang juga apa. Sashi jangan sampe kebagian siaran pagi. Dia tu anaknya susah bangun pagi, mana rumahnya jauh." Seorang siswa dengan penampilan agak urakan berujar kesal setelah awalnya berkutat dengan mikrofon di ruang siaran. Siswa itu, Farhan, menghampiri beberapa rekannya yang berada di ruang utama, lantas berkata, "Coba hubungi kakaknya, Fab."

Menyorot ke tempat lain, tepatnya di sebuah mobil yang sedang melaju di jalanan kota yang cukup lengang sepagi ini, seorang siswi berkali-kali menggigit bibir bawahnya serta meremas celana milik laki-laki di sebelahnya yang tengah menyetir mobil. Berulang kali pula siswi itu menyuarakan rasa tergesanya dengan kalimat, "Cepetan, Mas. Aku pasti udah ditungguin, nih."

Sang kakak yang berperan sebagai sopir mobil hari ini tidak menanggapi walau merasa sedikit dongkol karena adiknya terus-terusan meremas boksernya. Dia sedang berusaha fokus 100% pada kemudi mobil dan jalanan di depan sana. Barulah saat sang adik mencubit pahanya, lelaki berusia 22 tahun itu meringis dan fokusnya sedikit terbagi. "Sashika Nindyani! Jangan cubit-cubit, dong. Bahaya!"

Sang tersangka, Sashika Nindyani-atau biasa dipanggil Sashi-menyahut dengan sewot, "Makanya buruan, Mas!"

"Ini udah mencapai kecepatan maksimal yang dibolehin Papa, tau! Mas nggak berani lebih tinggi lagi."

Berderingnya ponsel pintar yang ada di dasbor mobil mengurungkan niat Sashi yang hendak menyuarakan kembali rasa kesalnya terhadap sang kakak. Cewek berambut sepinggang yang dikucir satu dan berponi tipis itu segera meraih ponsel dari tempatnya. Ponsel milik kakaknya, Sean.

"Halo, Mas Sean. Ini aku, Fabi-"

"Iya, Fabi. Ini Sashi. Gue lagi di jalan nih, bentar lagi sampe, kok."

"Kira-kira berapa lama lagi, Shi?"

Sashi mengedarkan pandangan ke bangunan di sekitarnya melalui kaca mobil, kemudian menjawab mantap, "Sepuluh menit lagi!"

Menuju Tak HinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang