27. Rumor Baru

13 5 0
                                    

Dia adalah wanita istimewa yang tidak pernah memandang saya sebagai anak yang berbeda, meski kenyataannya saya memang berbeda.
—K.A. Samudra

—∞—∞—∞—
27. Rumor Baru
—∞—∞—∞—

Acara dies natalis SMA Lingkar Global berlangsung hari ini. Semua panitia tampak sibuk menyiapkan berbagai hal untuk menunjang keberhasilan acara. Ada yang mengatur pencahayaan, menata properti di atas panggung, mengetes mikrofon dan speaker, serta melakukan briefing pada semua orang yang akan tampil hari ini.

Sashi dan Neo terlihat rapi dalam setelan baju batik berwarna biru-cokelat. Mereka sedang duduk di belakang panggung dengan teks MC di tangan masing-masing. Setengah jam lagi acara akan dimulai. Sashi dan Neo sedang latihan untuk yang terakhir kalinya.

Keasyikan latihan MC mereka mesti terusik saat terdengar suara seruan tidak terima dari depan panggung. Seruan itu bersumber dari beberapa penonton serta para murid yang berbondong-bondong mendekat ke arah panggung.

Sashi saling tatap dengan Neo untuk kemudian sama-sama mengedikkan bahu. Awalnya mereka bermaksud melanjutkan latihan, tetapi kehadiran Nora, penanggung jawab tim acara dies natalis, mengurungkan niat itu. Nora membisikkan sesuatu pada Sashi yang praktis membuat kedua mata cewek itu membelalak.

Lalu, tanpa pamit dengan Neo, Sashi berlarian menuju mading sekolah sesuai informasi dari Nora. Di sana, dia mendapati kerumunan berbaju batik yang sedang mengerubungi mading. Dari kerumunan itu, keluarlah Dava dan Fabio yang menatapnya panik.

“Shi, lo nggak papa?” Dava mendekati Sashi, berniat memegang bahu cewek itu, tetapi Kanu keburu menyela ke tengah-tengah mereka.

Tepatnya, Kanu berjalan tidak santai menerobos Dava dan Sashi, juga kerumunan di sekitar mading. Cowok itu dengan penuh emosi mencabut paksa foto-foto dan surat yang tertempel di mading tersebut.

“Dia berulah lagi,” kata Fabio rendah, bermaksud hanya Sashi yang mendengar. Namun, ternyata Dava juga menangkap suaranya.

“KURANG AJAR TU CEWEK!” Dava kelepasan berseru sambil menggulung lengan bajunya. “Nggak bisa gini. Mentang-mentang Sashi diam aja, dia seenaknya gini nyebar hoax?!”

Sashi tidak begitu mengindahkan Dava yang kini ditenangkan oleh Fabio. Dia justru mendekati Kanu yang terpaku di depan mading. Berkat kehadiran cowok itu, kerumunan di mading bubar sehingga Sashi bisa memastikan dengan jelas apa yang sedang jadi pusat kehebohan.

“Boleh lihat?”

Kanu menggeleng, meremas foto-foto dan surat yang tadi dirampasnya dari mading. Namun, kedua bola mata Sashi yang menatapnya dengan binar penuh permohonan dan kesedihan berhasil menggoyahkannya. Akhirnya cowok itu memperlihatkan apa yang tadi berusaha disembunyikannya.

Ada empat lembar foto yang sudah remuk. Masing-masing berisi figur Sashi dengan Kanu, Fabio, Dava, dan Neo. Lalu, ada selembar surat berkertas A5 dengan warna gradasi ungu yang bertuliskan keterangan dari foto itu.

Dear all,

Berikut foto-foto kebersamaan Sashi dengan para pacarnya. Nggak tahu deh mana yang pacar beneran mana yang selingkuhan.

Gue kira dia udah kapok sejak rahasia busuknya terbongkar, ternyata masih aja nempel sana-sini sama banyak cowok. Nggak habis pikir.”

“Apa, nih? Kenapa ada foto gue?” Neo entah sejak kapan muncul di belakang Sashi, ikut menatap foto dan membaca surat itu. “Kerjaan siapa, sih?”

Menuju Tak HinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang