❝Kamu punya semua hal yang saya kagumi dari seorang manusia.❞
—K.A. Samudra—∞—∞—∞—
37. Nina Bobo
—∞—∞—∞—Musim ujian telah tiba. Ini semacam momok bagi Sashi, tapi buat siswa setipe Kanu dan Neo, ini justru sesuatu yang seru dan menegangkan.
Selepas dari ruang ujian, dapat ditebak siswa mana yang melalui ujian dengan baik dan tidak hanya dari raut wajah mereka. Sashi sepertinya agak gelisah, terlihat dari dia yang tak henti menggigiti bibir semenjak meninggalkan ruang ujian. Berbeda dengan Kanu yang tampak biasa saja, seolah tak ada kendala berarti selama sesi ujian tadi.
Melihat Kanu dan Neo yang santai saja saat mereka bertemu di gazebo, Sashi jadi dilanda insecure. Dia tiba-tiba merasa tak pantas bersanding dengan dua makhluk berotak cemerlang itu.
Seperti biasa, mereka pulang naik bus. Sashi menolak untuk duduk bersama Kanu. Dia membiarkan cowok itu berdua dengan Neo, sementara dirinya duduk di belakang mereka bersama seorang ibu paruh baya.
Sashi pikir, Kanu masih skeptis dengannya akibat pengakuan atas kejorokannya kemarin. Namun, sepertinya cowok itu kembali seperti biasa, terbukti dari dia yang meminta Sashi untuk pindah duduk di sebelahnya saat Neo turun. Meski agak ragu, Sashi menuruti itu.
“Nu,” panggil Sashi akhirnya setelah hanya saling diam dengan Kanu yang mendengarkan sesuatu lewat earphone.
Kanu melepas sepasang benda penyumpal telinga itu, menatap Sashi tertarik.
“Kamu ... masih butuh mikir, ya? Soal yang kemarin?” tanya Sashi agak hati-hati.
Otak Kanu mulai berputar, mencoba mengungkit perihal kemarin. Sejujurnya dia agak lupa karena sibuk belajar. Setelah berhasil mengingatnya, dia menghela napas agak tertahan. Ternyata itulah yang sedang membebani Sashi hari ini sampai-sampai menolak duduk bersamanya tadi.
Sashi menyandarkan tubuh semakin dalam dan mendesah sangat berat setelah tak menerima tanggapan Kanu—yang malah diartikannya sebagai bentuk pembenaran. “Kayaknya cuma aku yang punya kekurangan yang bisa bikin kamu il-feel. Kamu nggak ada celah. Rasanya aku nggak pantas buat kamu.”
Mendengar itu, tentu Kanu keberatan dan menatap Sashi lebih serius. “Saya juga punya kekurangan,” sahutnya lewat gerakan tangan.
“Kalau itu soal kamu yang bisu, aku bisa terima. Aku nggak pernah mempermasalahkan itu. Itu juga bukan hal memalukan yang bisa bikin aku il-feel sama kamu.” Sashi kembali menegakkan punggung untuk membalas tatapan serius Kanu. “Tapi, aku ... aku punya banyak kekurangan yang bertentangan dengan kamu. Aku nggak pintar, juga nggak rapi. Aku orangnya sama sekali nggak tertata. Kalau dipikir-pikir, sebenernya kita ini nggak cocok. Aku terlalu berkelok-kelok untuk kamu yang lurus dan mulus.”
Berkat ucapan Sashi, Kanu terpaksa mengeluarkan notebook-nya dan menuliskan balasan. Balasan yang cukup panjang dan kemungkinan tak akan begitu dipahami Sashi jika dikatakan lewat bahasa isyarat. “Kamu lupa? Kamu pernah bilang saya adalah tak hingga, sama seperti kamu dan manusia lainnya. Kamu juga bilang kalau kamu nggak bisa bergaul sama orang yang jahat ke dirinya sendiri. Lalu ini apa? Kamu juga jahat ke diri sendiri dengan pikiran macam itu.”
Sashi menunduk, kembali mengembuskan napas berat, seakan ada beban seberat satu ton di pundaknya. “Aku tau, tapi aku nggak bisa berhenti mikirin ini dari kemarin. Kamu juga ... kelihatannya bakal menjauh dari aku.”
Kanu menyentuh lengan Sashi, meminta cewek itu untuk kembali mengangkat kepala agar bisa melihatnya dan membaca tulisannya. “Kemarin itu saya bercanda. Saya nggak bermaksud bikin kamu jadi overthinking. Maaf.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Tak Hingga
Teen Fiction"Jika manusia adalah bilangan, bilangan apa yang menggambarkan sosok Kanu Aji Samudra menurut lo?" "Negatif satu." "Kenapa negatif?" "Karena saya punya kekurangan." "Sekarang gue kasih lo PR. Cari cara untuk meningkatkan nilai dari bilangan itu. Lo...