❝Saya akan terus memperjuangkan kamu, juga memastikan kamu ada di setiap jengkal perjalanan saya menuju tak hingga.❞
—K.A. Samudra—∞—∞—∞—
34. Komitmen
—∞—∞—∞—“Kamu yakin nggak ada hal lainnya yang mau diungkapin ke aku?” Sashi bertanya untuk kedua kalinya sejak mereka selesai makan siang di warteg depan taman. Kanu tadi bilang bahwa mereka akan langsung pulang setelah makan, tapi Sashi enggan sepakat karena ekspektasinya belum terwujud. Makanya sekarang dia mengajak Kanu kembali ke gazebo untuk menuntut hal itu.
Untuk kedua kalinya pula Kanu menyuarakan sanggahan lewat gelengan kepala. Kali ini dia menambahkan, “Hal lain jenis apa yang kamu maksud? Kalau itu soal ulang tahun, saya udah jelasin tadi, kan?”
Sashi berdecak sebal begitu memahami ucapan Kanu. Bukan itu yang dimaksudnya. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, Sashi pun memutuskan untuk menyinggung topik yang sejak seminggu belakangan dihindarinya. “Karena aku udah telanjur malu-maluin diri sendiri dengan ungkapin perasaan ke kamu, seharusnya aku bisa tahan malu untuk yang satu ini,” kata Sashi sebagai pengantar. Dia menghela napas cukup panjang dan mengembuskannya pelan, lalu melanjutkan, “Gimana soal perasaan kamu? Kamu suka nggak sama aku?”
Kanu mengulum bibir menerima itu. Dia belum siap dengan semua ini. Tapi, Sashi terlihat lebih dari siap untuk menuntut jawabannya dan itu membuat Kanu agak tertekan.
“Kamu selama ini memperlakukan aku dengan sangat baik. Kamu selalu mastiin aku pulang dengan selamat, kamu panik saat aku sakit, kamu takut kehilangan aku, dan kamu bahkan ngajak aku ke makam mama kamu. Aku bisa salah paham kalo kamu nggak jujur soal perasaan sendiri. Jadi, tolong jawab, kamu suka nggak sama aku?”
“Kalau saya jawab saya punya perasaan yang sama seperti kamu, apa yang terjadi selanjutnya? Apa kita pacaran?” balas Kanu akhirnya usai melalui pergelutan untuk memantapkan hati dan pikiran.
Sashi mendadak gelagapan. “Ya ... biasanya gitu, kan? Kalo kita saling suka, ya ... kita pacaran.”
Kali ini giliran Kanu yang menghela dan mengembuskan napas panjang. Dia mengangkat ponsel, melanjutkan percakapan lewat ketikan karena rasanya bahasan ini cukup berat. “I also got those butterflies in my stomach, flying around every time you smiled, you laughed, you talked to me, and you stared at me. Ya, saya suka kamu. Tapi, saya nggak mau pacaran. Saya mau kita tetap berteman.”
Kupu-kupu nakal itu kembali menari di perut Sashi saat membaca pengakuan Kanu. Namun, dia berusaha mengabaikannya dan memilih fokus pada hal lain. “Kenapa nggak mau pacaran?”
Kanu kembali mengetikkan jawaban. “Saya belum siap. Mungkin nanti, setelah saya bisa menanggung kebutuhan hidup sendiri dan menafkahi anak gadis orang.”
“Kamu kedengaran kayak mau nikah ketimbang pacaran,” gumam Sashi.
Kanu menarik satu ujung bibirnya untuk menyeringai. Sepertinya dia mulai bisa berdamai dengan ketidaksiapan mengungkapkan perasaannya. Dia lalu kembali berkata lewat bahasa isyarat, “Kamu mau?”
“Mau apa?”
“Menikah sama saya nanti.”
“A-apa?” Sashi sukses dibuat gagap usai memahami maksud bahasa isyarat Kanu yang tak pernah diduganya. “K-kok jadi nikah, sih?”
“Jawab aja. Mau nggak?”
Sashi sudah meyakini kini pipinya panas dan merah bak kepiting rebus saat berkata dengan suara rendah dan malu-malu, “Ya, mau ....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Tak Hingga
Teen Fiction"Jika manusia adalah bilangan, bilangan apa yang menggambarkan sosok Kanu Aji Samudra menurut lo?" "Negatif satu." "Kenapa negatif?" "Karena saya punya kekurangan." "Sekarang gue kasih lo PR. Cari cara untuk meningkatkan nilai dari bilangan itu. Lo...