"Permisi ... pakettt...!"
Terdengar panggilan dari luar disertai ketukan pintu.
"Pakkettt...!"
Kembali diulang hingga kini si penghuni terusik dari dunia bawah sadarnya.
"Iya, bentar!" suara serak khas bangun tidur menyaut setelah panggilan ketiga.
"Siapa, sih, ganggu-ganggu!"
Arane, perempuan dengan kondisi rambut acak-acakan, wajah bantal, dan nyawa yang masih melayang itu mengayun tungkai meninggalkan ranjang nyamannya.
"Pak ... paket, Mbak." terdengar ada penurunan nada kala Arane membuka pintu.
"Paket apaan? Aku gak merasa order barang."
"Saya kurang tau. Tapi ini alamat dan nama yang tertera benar, kan?" si kurir menunjukkan paket yang dibawa.
Arane meraihnya, menyaksikan sendiri alamat, nama, bahkan nomor telepon yang tertera memang benar.
"Pengirimnya kok gak ada?" sontak kilatan kecurigian memancar dari kedua manik kelam kecokelatannya.
"Anu ... katanya, Mbak bakal tau sendiri kalo paketnya sudah dibuka." terang si kurir agak panik dicurigai.
Kepala Arane meneleng, kedua alisnya nyaris bersatu.
"Saya gak tau apa-apa, Mbak!" Mengibas-ngibaskan tangan di depan dada, si kurir menampiknya.
"Ya udah, makasih." lontar Arane memutuskan untuk menerima kotak paket seukuran kardus sarung.
"Ngapain masih di situ?" tatapnya heran karena si kurir belum beranjak kala ia akan menutup pintu
"Anu ... di situ keterangannya bayar di tempat, Mbak."
Astaga... Arane mendengus kasar. Ia meminta si kurir untuk menunggu sebentar, sementara ia mengambil dompet di kamar.
"Ini," Arane kembali dengan uang pecahan 50-an dan menyuruh si kurir membawa saja kembaliannya. Selesai bertransaksi si kurir pergi dan Arane masuk menutup pintu.
"Apa sih ini? Jangan-jangan bom lagi?" bergidik ngeri sambil geleng-geleng, ia kini menyamankan diri di sofa.
"Tapi masa bom enteng gini? Apa ada penemuan baru, dibuat chip mungkin?" agak ngeri-ngeri sedap tapi dia penasaran akut.
"Gak mungkinlah, kurirnya aja terpercaya, gak mungkin bom bisa lolos."
Mengesampingkan rasa ngeri, Arane membongkar kotak yang dilapisi selotip berwarna cokelat tersebut.
"Astaga ... kuker banget disolasi setebel gini!" keluhnya kesulitan membuka lapisan tebal selotip. Ia malas beranjak mengambil alat bantu seperti gunting atau benda tajam lainnya.
BRAKK
Segenap upaya Arane curahkan sampai akhirnya bungkus dapat dibuka dan...
"Astagaa ... ini pasti ulah Mama! Udah tua suka lupa umur emang."
Dari isinya saja dapat terungkap siapa pengirim setumpuk kertas di kotak tersebut.
"Gila! Tanggalnya kenapa berurutan gini, sih? Bisa bangkrut dong Aku!" hebohnya kala memindai tanggal yang tertera.
Yap! Yang dia pegang dan ia hebohkan saat ini adalah undangan. Ada 6 undangan yang terdiri dari 5 nikahan dan 1 sunatan.
"Cih, mohon doa restu? Bilang aja mohon sumbangannya!" gerutunya mempermasalahkan kebiasaan nyumbang alias mengisi kotak amplop yang sengaja disiapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDANGANPHOBIA [TAMAT]
Roman d'amourKesal lantaran sang anak selalu mengacaukan rencana perjodohan yang ia siapkan, Reny nekat membuat undangan atas nama Arane sang anak. Bermula dari sana, semesta mempertemukan Arane dengan Pandega yang amat sangat membenci orang seperti Arane karena...