EMPAT

86 15 5
                                    

Ternyata mendengarkan ceritamu dari orang lain sungguh menyakitkan.

"Kenapa? Lehernya sakit?" Najwa bertanya kepada Zean saat mendapati cowok itu sedang memijat tengkuk lehernya.

"Gak papa" Sahut Zean cuek.

    Najwa menghela napasnya, sebenarnya apa salah dia? Kenapa sikap Zean terus-menerus cuek seperti ini. Ia tahu perjodohan memang bukan awal yang baik, tapi semuanya sudah terjadi. Tak bisakah Zean menerimanya?.

"Sini aku pijitin" Najwa mendekat hendak memijit tengkuk Zean, tapi dengan cepat Zean menjauhkan dirinya dari Najwa.

"Gak usah," tolaknya.

"Daripada nanti makin sakit, ditanyain Ummi sama Abi mau jawab apa?"

   Zean terdiam dengan ucapan Najwa, ada benarnya juga. Tapi....

"Udah sini" Najwa menarik Zean supaya mendekat kemudian segera memijat leher Zean dengan pelan.

"Najwa baik sama aku, meskipun sikap ku sejak kemarin terus ketus dan cuek. Tapi dia sama sekali tidak protes ataupun menuntut ku. Apa aku harus berusaha mencintai Najwa? Qila bilang ia sudah mengikhlaskan aku dan menyuruhku mencintai Najwa kan? Gak ada salahnya kalo aku coba." Batin Zean.

"Udah enakan?" Najwa bertanya setelah dirasa cukup lama ia memijat leher Zean.

"Udah, makasih ya" pertama kalinya Zean tersenyum kepada Najwa. Dan apa? Terimakasih? Najwa tak menyangka Zean akan mengucapkan itu. Semoga ini awal yang baik.

******

"Ini kamar kamu." Ucap Zean setelah memasuki rumah barunya, dan menunjuk sebuah kamar yang ada di depannya.

"Kamar aku?" Najwa bertanya, ia bingung kenapa Zean bilang ini kamarnya? Bukankah seharusnya ia sekamar dengan pria itu?.

"Kamu?"

"Aku di kamar lain, kita tidur terpisah." Jawab Zean seadanya.

"Kalo kita tidur terpisah, bagaimana kamu bisa mencintai aku Zean? Bagaimana kamu bisa menerima takdir bahwa kita sudah menikah kalau seperti ini?." Najwa sungguh kecewa dengan sikap Zean saat ini, Najwa tak pernah berpikir sampai ini.

"Aku kan sudah pernah bilang, jangan menaruh harapan kepadaku. Sudah ada orang yang mengisi hati ku." Jelas Zean.

"Iya aku tau, tapi kita sudah menikah Zean. Aku kekasih halal mu bukan dia. Aku yang berhak atas kamu. Kamu santri seharusnya kamu tau kewajiban dan hak suami istri."

"Maaf kalau nanti aku ngomong ini sama Abi dan Ummi."

    Zean menghela nafasnya, ia harus dihadapkan dengan kondisi yang tidak ia inginkan.

"Jika memang kamu mencintai ku, buktikan Zean. Perlakukan Najwa layaknya seorang istri." Ucapan Qila waktu itu tiba-tiba melintas dalam pikirannya.

"Benar Zean, istri mu sekarang Najwa bukan Qila. Kalau memang tak bisa mencintai Najwa, setidaknya belajarlah menerima takdirmu." Zean berucap dalam hati meyakinkan dirinya sendiri. Takdirnya bukan Qila, dan ia harus menerimanya.

"Kita sekamar." Putus Zean.

    Dua kata yang keluar dari mulut Zean barusan membuat mulut Najwa tertarik ke atas, ia senang Zean menurutinya.

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang