TIGA PULUH DUA

22 5 7
                                    

"Mas Zean, Qila?"

Zean dan Qila kompak menolehkan pandangannya ke sumber suara, masih dengan posisi dimana Zean yang menopang tubuh Qila agar gadis itu tidak terjatuh. Mata keduanya membola ketika mendapati Najwa di ujung sana dengan tatapan yang sulit diartikan keduanya.

Sadar dengan posisinya saat ini, Qila segera menegakkan badannya kembali. Ia takut jika Najwa akan salah paham dengannya.

"Najwa kamu ngapain disini?" Tanya Zean dengan ekspresi terkejutnya.

Najwa berjalan mendekati Zean dan Qila berdiri, "kamu nanya aku ngapain disini mas?" Tanyanya, belum sempat Zean menjawab Najwa sudah kembali bersuara, "aku lagi mergokin suami aku berpelukan dengan selingkuhannya yang tak lain adalah sahabat aku sendiri." Tekannya sambil menatap Qila dan Zean bergantian.

Tatapan Najwa menyiratkan kekecewaan yang sangat mendalam, berulang kali ia mencoba menyangkal kecurigaannya terhadap dua orang yang ia sayangi ini, tapi sekarang semua sudah terbukti. Ia melihat secara langsung dengan kedua matanya, sahabat dan suaminya sedang berpelukan.

"Apa maksud kamu Najwa? Aku tadi hanya menolong Qila yang tergelincir batu itu." Zean menyangkal tuduhan Najwa dan tangannya ia arahkan ke sebuah batu yang ada didepannya.

"Ohh jatuh ya," Najwa mengangguk-anggukkan kepalanya seolah-olah memahami maksud Zean. "Udah berapa kali?" Tanyanya lagi dengan ekspresi meremehkan.

Zean menyatukan kedua alisnya bingung, apa maksud pertanyaan Najwa kali ini?. Ia benar-benar tidak mengerti. "Najwa, bicara yang jelas. Aku tidak mengerti." Ucapnya.

"Kamu bener nggak ngerti atau pura-pura gak ngerti?" Najwa terus saja mendesak Zean, sejujurnya saat ini ia mencoba untuk tidak marah dan menangis.

"Berapa kali kamu pura-pura jatuh sampai akhirnya harus ditolongin mas Zean, Qila?" Beralih, kali ini Najwa mengalihkan pertanyaannya kepada Qila yang kini juga menatapnya. "Oh iya lupa, jatuhnya jatuh dipelukan suami orang ya?"

"Aku gak pernah berpura-pura jatuh, Najwa. Apalagi di depan Zean." Qila berucap setelah ia diam cukup lama.

"Lalu bagaimana bisa wangi parfummu melekat di kemeja mas Zean?"

"Jangan beri aku jawaban wangi parfum seseorang mungkin saja sama. Alasan klasik."

"Najwa cukup, aku dan Qila tidak memiliki hubungan apapun. Apalagi sampai menghianati kamu." Zean mencoba mengakhiri pembicaraan ini, menurutnya semakin diteruskan Najwa akan semakin berpikir yang tidak-tidak.

"Tapi ini sudah terbukti mas, kamu dan Qila mengkhiatani aku. Kamu selingkuh dengan sahabatku sendiri. Dan lebih parahnya dengan tidak tau malunya kalian berpelukan di depan umum." Tak bisa lagi, Najwa kini meluapkan emosinya.

"Aku pikir kalian sama-sama mengerti agama, bagaimana seharusnya interaksi antara dua orang yang bukan mahramnya. Oh atau sebenarnya kalian sudah menikah? Makanya mau berpelukan di depan umum?"

"Cukup Najwa, cukup. Hentikan pikiranmu yang buruk itu." Zean sedikit meninggikan suaranya.

"Kelakuanmu yang buruk mas, aku tau pernikahan kita tidak dilandasi dengan cinta. Tapi aku pikir setelah 7 tahun kita bersama rasa cinta di hati kamu akan tumbuh. Tapi ternyata aku salah ya? Rasa cinta di hati kamu memang tumbuh tapi tidak untuk aku." Air mata yang sedari tadi Najwa tahan lolos begitu saja. Ia sudah tidak sanggup lagi. "Melainkan untuk sahabat aku, Qila." Lanjutnya.

"Najwa, dengerin penjelasan aku dulu. Kamu salah paham. Aku dan Zean tidak memiliki hubungan apapun, kejadian barusan murni ketidaksengajaan. Aku gak mungkin menghianati kamu." Qila mencoba menjelaskan kejadian barusan kepada Najwa, sungguh ia tak rela sahabatnya menangis seperti ini apalagi semua ini karenanya.

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang