TUJUH BELAS

40 7 2
                                    

Zean dan Najwa sudah bersiap, saat ini mereka akan ke dokter kandungan untuk mengecek kondisi Najwa.

"Mas, aku deg-degan." Ucap Najwa sesaat setelah mobil berjalan.

"Kenapa?" Tanya Zean.

"Kalo test pack itu salah, aku takut kecewa."

"Semuanya kita pasrahkan sama Allah, kalau memang belum, mungkin Allah mau kita lebih mengenal-Nya terlebih dahulu." Zean mencoba menenangkan istrinya itu dengan mengelus puncak kepala sang istri.

"Emm Mas, aku pengen makan ayam bakar itu deh." Najwa kembali berucap setelah diam beberapa saat. Ia menunjuk sebuah kedai ayam bakar di ujung sana.

"Nanti aja ya, setelah ke dokter." Kata Zean, mencoba bernegosiasi. Bukan apa-apa pasalnya antrian nampak begitu panjang dan meja disana terlihat penuh.

"Aku mau sekarang. Ihh."

"Iya-iya, sekarang."

Meskipun Zean belum tau Najwa benar hamil atau tidak, tapi keyakinan Zean saat ini meningkat hingga 99% bahwa Najwa hamil.

Sebelumnya, Najwa tidak pernah meminta dengan memaksa seperti ini, jadi Zean yakin perilakunya saat ini bawaan kehamilannya. Orang bilang ibu hamil sangat sensitif.

Najwa hendak turun dari mobil setelah Zean menghentikan laju mobilnya, namun tangannya di cekal oleh Zean membuat Najwa balik menatap Zean.

"Kamu di dalem aja, aku pesenin." Ucap Zean.

"Aku mau makan disana." Najwa mencoba melepas cengkraman Zean, sulit tapi ia berhasil.

Zean menghela nafasnya, "Masih permulaan Zean, sabar." Ucapnya menyemangati diri sendiri.

******

Qila duduk termangu di balkon kamarnya, perilaku Azzam kemarin membuat hatinya berdesir. Rasa kagum terhadap sosok Azzam semakin besar.

"Jangan Qila, jangan suka." Ucap Qila menahan dirinya sendiri untuk tidak menaruh hati kepada pria lagi.

"Jangan izinkan hati kamu terluka untuk kedua kalinya, Qila." Kata Qila lagi.

"Dia seorang gus, pasti akan berakhir dengan perjodohan."

"Yaa Qila, kamu harus lebih mencintai diri kamu sendiri. Jangan mencintai pria yang belum halal bagimu."

"Sudah cukup Zean sebagai luka untukmu, jangan tambah lagi." Qila terus mengeluarkan kalimat-kalimat untuk menyadarkannya. Ia tak ingin kembali terluka hanya karena cinta yang belum halal.

Drrtt...drrtt

Dering handphone Qila yang ada di nakasnya mengalihkan pandangan Qila saat ini.

"Kalau Najwa, aku belum siap." Gumamnya sambil menghampiri dimana handphonenya berada.

"Kak Azzam?" Lirihnya kembali saat mengetahui bahwa Azzam lah yang menelponnya.

"Kenapa jadi deg-degan gini?"

Tangan Qila sedikit gemetar, "tenang Qila, hanya telpon gak perlu se gugup ini." Ujarnya menyemangati.

"A-assalamualaikum, a-ada a-pa Kak." Ucapnya sesaat setelah mengangkat teleponnya. "Ya Tuhan kenapa jadi gugup gini?" Batin Qila.

"Wa'alaikumussalam, kamu kenapa Qila?"

"G-gak papa kok Kak, gi-gimana?" Qila meremas ujung bajunya, kenapa ia harus se gugup ini.

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang