DUA PULUH ENAM

46 5 1
                                    

Pukul 20.30 Zean baru saja menyelesaikan tugasnya di kantor, beberapa hari kebelakangan perusahaan yang dipimpin Zean sedang mengalami masalah. Sehingga ia harus lembur dan memutar otak memikirkan cara agar perusahaannya tidak bangkrut.

Zean mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tak terlalu tinggi, pikirannya kalut. Ia ingin segera sampai rumah dan menenangkan pikirannya.

Mata Zean menyipit kala melihat 2 orang pria dan wanita di ujung sana, nampaknya mereka sedang bertengkar. Terlihat dari pandangannya jika sang pria menarik wanita itu.

Dekat semakin dekat, ada yang aneh. Sepertinya ia kenal dengan wanita itu.

"Qila?" Gumamnya, Zean memutuskan menghentikan mobilnya untuk memastikan wanita yang ada didepannya itu benar Qila.

"Zean tolong.." teriak Qila saat menyadari kehadiran Zean disana sambil terus mencoba melepas cekalan pria itu.

Zean berlari menghampiri dan menendang pria yang tadinya mencekal Qila, membuat pria itu jatuh tersungkur ke tanah.

"Kamu gak papa, Qila?" Tanyanya kepada Qila.

"Aku takut Zean." Qila berucap dengan nada yang sangat gemetar. Air mata terus keluar dari mata cantik gadis itu. Wanita mana yang tidak takut saat tahu ia akan dilecehkan?.

"Zean awas." Teriaknya saat menyadari pria tadi mencoba memukul tengkuk Zean dengan balok kayu.

Syukurlah, dengan sigap Zean bisa menghindar bersamaan dengan Qila. "Qila kamu masuk ke mobil aku." Ucapnya pada Qila.

"Tapi..."

"Masuk Qila." Zean berucap dengan nada lebih keras dari biasanya. Membuat Qila tak berani membantah sedikitpun. Dengan cepat Qila berlari ke arah mobil Zean dan memasukinya.

Di dalam mobil, Qila melihat Zean dan ojek gadungan itu saling pukul memukul. Tangannya terus bergetar dengan mulut yang terus melapalkan doa semoga Zean baik-baik saja.

"Telpon polisi." Ucapnya setelah menyadari, dengan segera ia membuka tas dan mengambil ponselnya dari sana. Namun, saat Qila mencoba menyalakan, ponsel itu tak kunjung menyala. "Kenapa harus sekarang sih?" Ucapnya. Kini ia tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Zean selain doa.

Perkelahian terus terjadi, pria yang tadi mencoba melecehkan Qila jatuh tersungkur di tanah. Wajahnya sudah dipenuhi lebam akibat pukulan dari Zean. Perlahan pria itu mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku jaketnya, disaat Zean lengah dan masih mengatur nafasnya pria itu menancapkan pisaunya ke perut Zean. Karena terkejut, Zean tak dapat mengelak. Ia raba bagian perutnya yang mengeluarkan darah. Sedangkan pria yang menusuknya kini sudah kabur entah kemana.

Qila berlari keluar mobil saat menyadari kondisi Zean. Ia benar-benar panik dan khawatir dengan pria itu. Bagaimanapun juga, pria itu terluka karenanya.

"Zean, maaf." Ucapnya merasa bersalah, namun Zean malah tersenyum. "Gak papa" balasnya dan mencabut pisau yang menancap di bagian perutnya.

Darah terus bercucuran dari perut Zean membuat Qila semakin merasa bersalah. Dengan segera ia lepas cardigan yang saat ini ia pakai. Ia ikatkan cardigan itu di perut Zean, berharap ini bisa mengurangi perdarahan yang tubuh Zean keluarkan.

"Zean kita ke klinik terdekat." Ucapnya. Qila mencoba mencoba mengangkat Zean untuk berdiri. "Tuhan maaf, aku menyentuh yang bukan mahramku." Batinnya.

Didudukkannya Zean di bangku penumpang, "baringlah Zean." Ucapnya.

"Aku tidak papa, Qila. Tak perlu seperti ini. Aku antar kamu pulang." Balas Zean menolak.

"Enggak Zean, kamu terluka. Kamu harus mendapatkan perawatan."

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang