EMPAT PULUH

14 7 1
                                    

"Gimana es krimnya, enak?" Tanya Qila kepada anak-anak yang kini duduk rapi melingkar didepannya memakan sebuah es krim. Ya, saat ini Qila sedang memenuhi janjinya. Membelikan es krim untuk anak-anak desa yang ia temui tadi.

Semua anak disana mengangguk, "enak Kak." Jawab seorang anak berambut ikal dengan semangat.

"Nama kakak siapa? Kakak orang baru disini?" Seorang anak yang paling tinggi dari yang lainnya bertanya.

"Iya, kakak warga baru? Aku baru kali ini bertemu kakak." Sambung anak yang lainnya menyetujui.

Qila menganggukkan kepalanya, "kenalin nama kakak, Qila. Kakak disini untuk berlibur mencari suasana baru. Mungkin sekitar dua sampai tiga minggu ke depan." Jawab Qila.

Semua anak disana mengangguk-anggukkan kepalanya, "hai Kak, Qila. Kenalin kak, nama aku Pian." Anak yang tadi menanyainya ikut memperkenalkan diri.

"Ini Bagus." Sambungnya memperkenalkan teman yang lain.

"Yang ini Bagas, mereka kembar kak." Tambahnya. "Kalo itu Andi, dan yang itu Dika, itu Fajar, sampingnya Reyhan, sampingnya lagi Bayu, dan yang terakhir Zian." Beritahunya menunjuk satu persatu anak-anak yang duduk melingkar.

Qila tertegun mendengar nama terakhir, nama yang mirip dengan pria yang menjadi cinta kedua setelah Abinya. Zean.

Sesaat, Qila segera menggelengkan kepalanya. Tak seharusnya ia memikirkan pria itu. Tujuannya kesini untuk menenangkan diri juga memantapkan hatinya untuk yakin kepada Azzam. Ia tak boleh mengingat-ingat pria yang tak seharusnya ia ingat.

"Salam kenal kalian semua, oh ya. Bagas dan Bagus perbedaannya di bagian mana?. Kakak gak bisa bedain." Ucap Qila meminta penjelasan, dua anak yang duduk berdampingan itu sangat mirip menurutnya.

"Rambut aku di poni lebih panjang, Kak. Aku Bagas." Jawab anak yang Qila maksud tadi.

"Kalau Bagus, bicaranya cadel." Imbuhnya sembari menatap kembarannya dan terkekeh.

"Di dahi Bagas ada luka Kak, makanya ditutupi pakek poni." Ejek anak yang bernama Bagus. Sepertinya ia tak terima di ledek oleh kembarannya.

Qila ikut terkekeh mendengar mereka saling ejek mengejek, "udah-udah. Kenapa harus ribut? Nanti kak Qila coba buat bisa bedain kalian ya." Sambungnya.

Anak kembar adalah kesukaannya, ia selalu senang melihat bagaimana dua anak kembar berinteraksi. Entah beradu mulut, bertengkar atau bahkan berbagi sesuatu hal. Menurutnya seperti satu orang di dalam tubuh yang berbeda.

"Kak, besok ikut main ya. Jam 3 sore." Kata Pian meminta Qila untuk ikut bermain sepak bola esok, seperti yang Qila tadi katakan, "lain kali" ia harus menagih esok.

"Kan kak Qila gak bisa main bola, kakak liat aja ya. Kalian main yang semangat, siapa tau nanti bisa ikut membela negara Indonesia di kancah dunia." Balas Qila menggebu-gebu, bukannya tak mau ia memang tak bisa.

*******************

Azzam dan Syabil tiba di rumah sakit setelah perjalanan lebih dari 15 menit, tadi Azzam mendapat kabar kecelakaan Najwa saat bertemu dengan Syabil di taman hingga mereka memutuskan untuk menemui Zean di rumah sakit bersama.

Dengan rambut yang masih sedikit basah karena sisa air wudhu tadi, Azzam dan Syabil berjalan menuju UGD tempat Najwa mendapatkan penanganan. Sebelum sampai di rumah sakit, mereka menyempatkan diri untuk melaksanakan sholat magrib terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, Zean?" Salam Azzam ketika sampai di depan UGD, ia mendapati seorang pria yang terduduk lemas bersandar pada dinding. Pria yang ia yakini adalah Zean, sepupunya. Di sebelah kanan pintu ada orang tua Najwa dengan ibunya yang terus menangis di pelukan ayah Najwa. Sedangkan orang tua Zean masih dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan saat mendapatkan kabar buruk ini, mereka berada di luar kota Kediri. Dan Aina, gadis kecil itu dititipkan pada saudara sepupunya Najwa.

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang