DUA PULUH

33 6 2
                                    

"Kenapa gak coba kamu telpon Kak Azzam?" Ucap Lavanya memberi saran.

"Aku coba"

Qila mencoba menelpon Azzam, tapi ia hanya mendengar pesan dari operator. Ponsel pria itu tidak aktif. Pikiran Qila semakin kalut karenanya, ia sangat-sangat mencemaskan Azzam. Ada rasa ketidakrelaan jika Azzam turut serta menjadi korban pesawat jatuh, Qila terus melapalkan doa-doa dan sholawat untuk menenangkan hatinya. Kalaupun pria itu termasuk ke dalam penumpang pesawat itu, yakinlah itu berarti Allah lebih sayang kepada Azzam.

Antara Mahveen dan Lavanya juga tak ada yang berani membuka suara, melihat Qila yang terus terdiam membuat mereka tak enak hati untuk bertanya.

"Gimana kalau Kak Azzam bagian dari penumpang pesawat itu?" Tanya Qila bersuara. Ia tak sadar, airmata sudah merembes membasahi pipinya.

"Kamu percaya takdir kan Qila? Kamu pernah bilang kalau semua sudah diatur oleh pemilik semesta ini." Kata Lavanya mencoba menenangkan Qila dengan perkataan yang sering gadis itu ucapkan.

Qila menghela nafasnya, perlahan ia menghapus airmatanya. Bukankah ia tadi sudah mengatakan kalau Azzam termasuk dari penumpang pesawat itu berarti Allah lebih sayang pada pria itu? Lantas mengapa ia masih mengkhawatirkannya. Benar kata Lavanya, semua sudah ada yang mengatur.

Rencana Qila, Mahveen dan Lavanya untuk quality time rasanya akan tidak berjalan dengan lancar. Mereka tidak akan mungkin bisa bersenang-senang disaat pikirannya kalut.

"Qila, kita pulang aja yuk?" Ucap Mahveen, mungkin jika di rumah Qila bisa lebih tenang.

"Gak papa kok, Veen. Lanjut aja." Jawab Qila, ia tak enak hati jika harus membatalkan rencana yang sudah ia susun bersama kedua temannya ini.

"Masih ada esok, Qila. Gak papa kalau gak jadi hari ini pun." Ucap Lavanya.

"Enggak kok, aku gak papa. Lagian ini udah hampir sampai kan? Lanjut aja." Lavanya dan Mahveen akhirnya menyetujui permintaan Qila.

Tak berselang lama mereka sudah sampai di tempat tujuan, di tempat dimana ia bisa berkumpul juga menenangkan diri. Wisata alam. Ya mereka mengunjungi wisata alam yang ada di Cambridge, ini saran dari Mahveen. Menurutnya, mereka baru saja pusing karena tugas-tugas kuliah maka mereka perlu refreshing dengan menikmati wisata alam.

Setelah memarkirkan mobil, Qila, Lavanya dan Mahveen mulai memasuki pintu masuk. Mata mereka dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah. Tanaman-tanaman nampak hijau dan segar, juga penataan yang rapi membuat kesan elegan tercipta.

Di dalamnya ada beberapa gazebo sebagai tempat pengunjung bersantai, ada juga bukit yang tak terlalu tinggi yang mengarah ke danau luas di ujung sana. Danau dengan airnya yang biru, ditambah saat ini langit sedang cerah membuat kesan indah semakin kentara.

Qila akui, dia kagum dengan pemandangan yang saat ini ia lihat. Ia bersyukur bisa merasakan keindahan alam yang Allah ciptakan saat ini.

Namun, masih saja ia terus teringat dengan Azzam. Entahlah, pemandangan indah ini tak mampu mengalihkan pikirannya tentang pria itu.

"Duduk di bukit itu aja yuk?" Ajak Mahveen.

"Kalian duluan aja, aku beli minum dulu." Kata Lavanya.

Qila dan Mahveen melangkahkan kakinya menuju bukit yang ada di ujung sana. Sesaat setelah sampai, Mahveen mengeluarkan ponselnya serta berselfie ria.

Drtt..drtt...

Ponsel Qila berbunyi, dengan segera Qila mengambil dan segera mengangkat telepon itu.

*************

Akhir Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang