.
."Oke, sekarang waktunya Kakak tidur. Mama nggak mau Kakak terlambat ke sekolah besok," acap Ghea lembut pada putra sulungnya, El.
Perempuan bersurai hitam legam itu kemudian menarik selimut yang terlipat rapi di ujung tempat tidur El, lalu membawa kain tersebut untuk menutupi tubuh sang anak. Seraya mendudukkan diri di tepi ranjang, Ghea mengusap kening anak berusia 6 tahun itu dengan penuh perasaan kasih sayang.
"Tapi Mama harus janji sama Kakak dulu," ujar ananda keturunan Bradikara tersebut sambil mengangkat jari kelingking.
Ghea tersenyum simpul, lalu menyambutnya dengan menautkan jemari kelingking yang lebih besar dari jari sang anak. "Mama janji, Nak. Ayo, sekarang Kakak bobo!"
"Mama, Adek ngantuk juga." Suara anak perempuan di ambang pintu di belakang sana sontak membuat Ghea dan El menoleh cepat.
Dan tentu saja, Ghea kembali menyunggingkan sudut bibir yang terangkat pada anak keduanya yang kini telah berada digendongan sang ayah, Ardian. "Ayo, bobo," ajaknya kemudian dengan rengekan yang membuat Ghea tentu saja tidak dapat menolaknya.
Ardian kemudian melangkah masuk ke kamar El, menyerahkan si putri yang berusia 3 tahun pada Ghea, lalu melanjutkan untuk memadamkan lampu utama dan mengganti dengan lampu kekuningan yang berada di kedua sisi tempat tidur.
"Kakak bobo ya," acap Ardian sembari memberikan kecupan di kening sang anak. "Mama sama Papa mau nemenin adek bobo dulu."
"Oke, Papa." El tersenyum lebar dan sedetik kemudian, mata anak itu perlahan memejam.
Ghea dan Ardian, serta si kecil Tata pun meninggalkan kamar anak lelaki tersebut dengan perasaan hangat. Semburat kebahagiaan terpancar dari wajah pasangan suami istri tersebut ketika mengantar anak pertama dan keduanya terlelap. Dan ini ... mereka lakukan setiap hari.
Mama harap kalian sehat terus, batin Ghea sebelum akhirnya menutup pintu kamar anaknya dan berjalan bersisian dengan sang suami malam itu.
"Kamu tadi ngomong apa sama Kakak El?" tanya Ardian, nampak terduduk di atas tempat tidur sambil menancapkan tatapan pada televisi yang menyiarkan berbagai berita yang terjadi selama sehari.
"Aku cuma janji sesuatu sama dia, Mas. Tapi, bukan sesuatu yang gimana banget, kok." Ghea yang saat itu telah menyelesaikan rangkaian perawatan wajah kemudian bergerak untuk membuka selimut dan berbaring di samping suaminya.
Ardian terkekeh pelan. "Asal kamu nggak janjiin mainan lagi, Mas nggak masalah, sih."
"Oh, kalo itu tenang aja, Mas. Mainan kakak, kan, udah banyak. Jadi, aku nggak minta nambah-nambahin kontainer di kamar main lagi. Udah cukup!"
Ardian yang mendengar itu pun mengangguk, lalu menoleh sebentar pada sang istri yang sedang memperbaiki posisi bantal. "Sayang, boleh nggak?" tanyanya dengan memamerkan senyum manis dan kedua alis yang ia naik-turunkan berulang kali.
Ghea yang sudah paham dengan maksud Ardian tersebut akhirnya mengangguk, lalu setelahnya berujar, "Boleh, tapi yang cepet ya, Mas. Soalnya takut adek masuk ke kamar."
"Siap, Ibu Bos!"
Seandainya Ghea tahu bahwa janjinya pada El malam ini tak akan pernah mampu ia tepati. Andaikan waktu dapat berhenti, maka ia mungkin akan berharap bahwa pagi tak akan pernah menyapa. Andai ia dapat bersikap sedikit lebih tenang pada keadaan yang tidak diduga.
Hanya ... seandainya.
.
.
.
.
..
.
.
.
.╔──────────────╗
Author's note:Buku ini aku muat sebagai bagian menyalurkan hobi tulis menulis.
Kalian yang membacanya mungkin akan menemukan cerita terkait keluarga, kisah cinta, adegan kekerasan, dan adegan dewasa yang tidak disarankan untuk pembaca di bawah 21 tahun.
Jika teman-teman menikmati cerita dari buku ini, silakan berikan vote untuk mengapresiasi karya, dan juga berikan kritik saran agar aku dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Terima kasih 😊💚
╚──────────────╝Ignacia Carmine
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfic[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...