.
.
.Rasa sesak dan sesal yang masih menumpuk di dada, seharusnya dianggap telah lenyap ketika mata membuka dan matahari mulai menampakkan sinarnya. Sayangnya, keyakinan Ghea itu tidaklah tepat.
Semua hal yang dikatakan oleh sang suami dan anak sulungnya beberapa hari lalu masih membekas dalam benak. Tidak tahu harus memberikan respons seperti apa, perempuan itu hanya mengatupkan rahang dan termenung memandang lurus seraya memainkan sarapan dengan sendok. Sementara alat makan suami dan anak-anaknya sudah berbunyi pelan dari tadi, Ghea masih sibuk berkutat dengan pikirannya.
Ghea tersadar tiba-tiba dari lamunan ketika jemari Ardian menapak di atas tangannya yang bebas. Ia dengan cepat menoleh pada lelaki tersebut. "Ma, kita nggak papa, 'kan?" tanya Ardian lembut.
Sang puan menghela napas, lalu membuang tatapan ke arah makanan. "Iya, kita baik-baik aja, kok."
"Yaudah, sekarang sarapannya dimakan, dong! Masa cuma dimainin doang kayak gitu."
"Nanti nasinya nangis, lho, Mama," sela Tata sebelum memasukkan satu suapan ke dalam mulut tanpa memandang sang ibu.
Mendengar putri kecilnya menyela, Ghea hanya terkekeh pelan. Ia mengacak-ngacak puncak kepala Tata, lalu mencubit gemas pipi si kecil yang tampaknya tidak terlalu mempermasalahkan tingkah ibunya tersebut.
Ghea kemudian memandangi El. "Kak, nanti pulangnya Mama jemput ya. Kakak pulang jam berapa?"
"Jam 2 seperti biasa, Ma," balas El sesingkat mungkin.
"Oke, deh, kalo gitu."
Tata menggoyang-goyangkan kaki, terlihat tak sabaran untuk mengeluarkan suara. "Mama, Papa, Adek juga mau sekolah," pintanya manja.
Ghea seketika membalas, "Nanti ya, Nak. Tahun depan."
"Tahun depan, tuh, hari apa? Berapa hari lagi?"
Sontak saja, seluruh tatapan di meja makan tertuju pada Tata, lalu semuanya terkekeh mendengar pertanyaan polos yang keluar dari bibir kecil itu.
"Waduh, kapan ya, Nak?" acap kepala rumah tangga itu dengan cengiran lebar.
Sekali lagi, tatapan Ghea mengedar cepat dan jatuh pada Ardian. Dilihatnya pakaian sang suami yang tidak rapi sama sekali: kancing bagian atas kemeja putih dan bagian pergelangan terbuka, jas biru gelap belum terpasang, serta tidak ada dasi. Sepertinya Ardian juga akan segera berangkat melihat bagaimana makanannya sebentar lagi akan lenyap dari piring.
"Atik ... Tik!" panggil Ghea.
Dengan tergesa-gesa, asisten rumah tangga yang berambut hitam pendek bergelombang tersebut pun menghampiri sang nyonya rumah. "Kenapa, Bu?"
"Tolong ambilin dasi Bapak yang ada di atas tempat tidur ya! Udah saya siapin, kok, tadi."
"Oh iya, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...