9. Membaca Pikiran

580 93 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Ketika suara alat masak beradu dan aroma kuat menguar memenuhi seluruh dapur di kala pagi, di saat itu pula Ardian, Tata, dan El menyambangi meja makan dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Setidaknya bagi Ghea yang melihat mereka untuk saat ini.

"Mama masak?" tanya Ardian, sedikit terkejut dengan Ghea yang memakai terusan berwarna hijau pastel dan apron putih menutupinya, sedang berkutat di depan kompor.

Ghea tampak lihai meracik bahan makanan, hingga Ardian sedikit sangsi dengan indra penglihatannya sekarang. Mungkin memang efek kecelakaan mobil yang terjadi pada sang istri mengaktifkan sisi otak Ghea yang lain.

Ini sangat mengejutkan!

Tentu saja demikian, sebab Bi Sum memberitahu Ghea satu hari yang lalu bahwa sang nyonya besar memang tak pernah menyentuh alat-alat dapur. Jangankan menyentuh, Ghea hanya datang ke dapur ketika ia lapar saja. Sang hawa diketahui tidak memiliki keahlian dalam memasak, sehingga mereka membutuhkan bantuan Bi Sum. Berbeda dari Ardian yang ternyata mahir mengolah makanan. Jika hari libur tiba, tak jarang Ardian yang akan memasak untuk keluarga kecilnya itu.

"Tumben Mama masak. Emangnya Mama bisa?" sahut El yang telah duduk tenang di kursi bersama Ardian. Sedangkan Tata --dengan muka bantal telah berjalan ke arah Ghea sambil mengulurkan tangan minta digendong.

"Bisa, dong. Jangan meragukan kemampuan Mama," jawab Ghea seraya mengambil Tata dan menggendongnya di sisi kiri. Sementara tangan kanan perempuan itu telah cekatan mengaduk potongan bawang di penggorengan.

Tak butuh waktu lama, Ghea pun menghidangkan masakan di meja makan. El dan Ardian sempat saling berbagi pandang ragu, sebelum akhirnya satu suapan masuk ke dalam mulut mereka.

"Ehmmm ... kok nasi kuningnya enak?" acap El.

"Iya ya, kok bisa?" balas Ardian, tak kalah herannya.

"Pada jahat-jahat banget, sih, sama Mama." Ghea berbalik badan menghadap anak dan suaminya seraya mengerucutkan bibir, membuat kedua laki-laki itu tersenyum kecil.

Ghea kemudian duduk dengan Tata masih berada dipangkuannya. Perempuan itu menawarkan Tata untuk sarapan, tapi sang anak menolak. Ia masih setia melingkarkan tangan di leher Ghea sambil menenggelamkan wajah di sana. Melihat itu, Ghea hanya mengelus punggung Tata lembut dan penuh perhatian. Sesekali, ia akan memberikan kecupan di puncak kepala si gadis kecil.

"Kalo gitu, Mama makan ya, Dek? Kalo Adek mau makan bilang aja, nanti Mama suap." Mendengar perkataan sang ibunda, Tata hanya mengangguk kecil.

"Kakak El, jangan lupa ambil bekalnya di meja itu ya," tunjuk Ghea pada meja kecil kayu yang berada di belakang Ardian.

"Iya, Mama."

"Kalo Papa, mau dibawain makan siang nggak?"

"Eh? Beneran Mama mau bawain?" tanya sang kepala keluarga yang sementara sedang menyuap itu.

Irreplaceable You [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang