.
.
.
Menghabiskan waktu lima hari bersama Ardian tanpa gangguan dari siapapun di villa, membuat Ghea kembali bersemangat. Tubuh semakin membaik dan wajah terlihat secerah mentari pagi. Ardian yang menyaksikan hal itu juga tak kuasa menahan perasaan bahagia.Beruntung hari ini adalah hari minggu, sehingga Ardian dapat mengajak keluarga kecilnya untuk berkeliling di taman pribadi yang baru diresmikan satu minggu yang lalu.
Taman yang diberi nama Rellia Garden --sesuai nama terakhir Ghea-- di pinggir kota seluas tiga hektar terdiri dari lahan terbuka luas dengan pepohonan yang mengitarinya adalah prakarsa Ardian. Mulanya hanya tanah kosong milik seorang tuan tanah yang tinggal di kota sebelah. Lantas, Ardian membeli dengan dana pribadi. Lokasi tersebut juga secara tak sengaja ditemukan setelah dirinya hanya berputar-putar dengan mobil untuk melepaskan penat di kantor.
Tak hanya hamparan rerumputan yang luas, ada pula air mancur kecil di persimpangan jalan setapak, tempat duduk kayu panjang yang diukir dan lampu taman setinggi perut di beberapa titik, serta deretan bunga-bunga yang indah dan ditata apik.
Bagi Ghea, ini terasa sedikit berlebihan mengingat Ardian dapat menggunakan uang tersebut untuk hal yang lebih bermanfaat. Akan tetapi, ketika laki-laki itu menjelaskan jauh sebelum hari ini tiba jika dirinya telah membeli tanah tersebut --tanpa diskusi dengan Ghea terlebih dahulu, Ghea hanya mampu mendengkus. Puan itu tak pernah menyangka jika tanah kosong akan diubah jadi secantik ini.
"Gimana, Ma?" tanya Ardian seraya menggendong Tata di punggung, lalu berjalan pelan berdampingan dengan sang istri dan anak sulungnya.
"Ini beneran buat Mama?"
"Iya, dong, Sayang. Suka, nggak?"
Ghea mengangguk pelan dan tersenyum manis. "Mama suka semua yang Papa kasih. Makasih banyak ya, Sayang."
"Adek nggak ditanya Papa, Adeknya maunya apa gitu nggak ditanya juga?" celetuk Tata yang membuat Ardian melirik kecil ke arah belakang.
"Ya ampun, Adek ngomongnya belibet banget," sela El yang berada di samping Ghea. Satu tangan anak kecil itu menggenggam lengan sang ibu.
Perkataan El dan Tata sontak membuat orang tua mereka terkekeh pelan.
Ardian dengan tatapan lembut kembali berujar, "Emang Adek mau juga?"
"Nggak."
"Lah, terus?"
"Adek maunya rumah gede yang dipinggir pantai itu, Papa. Yang kamarnya banyak, ada kolam renangnya, trus bisa maen bola juga. Ada kapal bentuk pisang bisa dinaekin empat orang. Itu, lho, Papa yang kita liat di tv."
Kening Ardian langsung memperlihatkan kerutan. "Yang mana, sih, Dek?"
"Ihhh makanya kalo nonton, tuh, jangan maen hp aja, Papaaa," gemas Tata yang langsung mendapat sambutan tawa menggelegar dari Ghea dan El.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fiksi Penggemar[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...