.
.
.
Rutinitas harian Kiana sejak terbangun di tubuh Ghea adalah bangun pukul empat pagi. Ia akan selalu membuka mata paling pertama, lalu pergi ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri. Setelah itu, ia langsung mengurus keperluan anak-anak dan suaminya. Namun, bukan berarti ia tak pernah terlambat, mengingat terkadang Ardian juga terbangun di waktu yang sama dan meminta hubungan jasmaniah sebelum melanjutkan hari.Pada awalnya mungkin terasa sangat berat, mengingat Kiana diketahui selalu pulang pagi setelah syuting sinema elektronik yang digandrungi para ibu-ibu berbagai kalangan, hingga akhirnya ia terbangun pukul sepuluh atau sebelas siang. Atau, menghabiskan waktu di konser dan klub malam, meskipun tidak sampai sempoyongan akibat meneguk alkohol.
Bangun di badan Ghea benar-benar mengubah jam metabolisme tubuhnya. Dan ia mulai terbiasa dengan hal tersebut.
Setelah melakukan defekasi, Ghea yang saat itu tak mengenakan sehelai benang kemudian melangkah menuju bilik pancuran. Samar-samar, ia mendengar pintu toilet dibuka di belakang sana. Sudah dapat diduga bahwa Ardian terbangun dan melakukan hal yang telah Ghea lakukan sebelumnya.
Tak lama kemudian, ketika air mulai memancar membasahi seluruh tubuh, Ghea merasakan tangan yang melingkar dari belakang dan memeluknya erat. Mengetahui jika itu adalah sentuhan sang suami, Ghea seketika memiringkan sedikit kepala agar Ardian dapat menjelajah bagian leher dan bahu istri yang menjadi kegemarannya.
"Papa nggak minta, 'kan?" tanya Ghea sambil memejam dan menggigit bibir bawah. Sebisa mungkin perempuan itu menahan agar desahan tak lolos begitu saja dan menambah gairah di antara keduanya.
"Kenapa emangnya? Mama nggak mau?"
"Bukannya nggak mau, tapi Mama takut capek aja. Soalnya, bentar Mama mau keluar."
Mendengar perkataan Ghea, Ardian lantas meraih tubuh itu dan memutar ke arahnya. "Mama mau ke mana?"
"Mama mau ke Primrose untuk ngeliat gaun sama ngecek venue acara ulang tahun adek. Acaranya, kan, tinggal beberapa hari lagi."
Mata sang adam sontak membulat sempurna. "Astaga, Papa lupa!"
Ghea menatap Ardian kecewa. "Papa ...."
"Maaf, Sayang. Papa bener-bener lupa."
"Nggak heran, sih, sebenarnya. Yang aneh, tuh, kalo Papa beneran ingat ulang tahun adek," acap Ghea sembari membuang tatapan ke arah bawah.
"Ma--"
"Nggak papa, Sayang. Santai aja," Ghea mendongak dan memberikan senyum tipis pada Ardian, "mau keramas, nggak? Sini, Mama keramasin seperti biasa."
Mau tak mau, Ardian pun duduk pada bangku kayu yang memang diletakkan dalam bilik pancuran. Ghea biasa menggunakan bangku tersebut ketika sedang luluran atau merendam kaki dalam air hangat, menghilangkan penat seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfic[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...