.
.
.Rasa kalut Ghea seolah tak terbendung lagi sesudah melihat gambar yang ia temukan semalam, sehingga ia bermaksud akan menanyakannya pada Ardian yang kini terlihat fokus ke jalan menuju Primrose, setelah sebelumnya telah mengantar El ke sekolah pagi ini.
Suaminya itu tidak terlihat seperti biasanya yang selalu tampil necis dengan setelan jas, dasi berwarna senada, dan jam tangan seharga mobil. Rambut klimis dan aroma wewangian segar yang keluar dari tubuh terkadang membuat sang hawa sulit untuk berpaling. Tidak, Ardian tak menyemprotkan parfum Tom Ford Grey Vetiver seperti yang digunakan oleh artis kenamaan Hugh Jackman. Akan tetapi, laki-laki itu memang menjaga kebersihan dengan rajin membasuh tubuh.
Ghea memperhatikan sang suami yang tampil dengan kaus putih, celana jeans belel, dan bersandal jepit seperti yang digunakan oleh Bi Sum ketika menuju pasar. Sayangnya, sesederhana apapun pakaian yang dikenakan oleh sang adam tetap saja tak menghilangkan aura pemimpin tegas, kuat, dan penuh kharisma.
"Nanti kalo udah selesai, mau dijemput, nggak?" tanya laki-laki itu sambil sesekali melihat ke arah spion.
Ghea menoleh cepat. "Nggak, deh, Pa. Mama mau jalan-jalan dulu."
"Mau Papa temenin?"
"Nggak usah. Lagian Mama cuma sebentar, kok. Papa istirahat aja di rumah," tolak Ghea, lembut.
"Oke, deh."
Cukup lama tak ada percakapan di antara mereka, hingga suasana kembali menjadi dingin. Ghea sebenarnya masih ragu. Akan tetapi, jika ia tak menanyakannya, maka rasa penasaran dan pertanyaan tanpa jawaban akan semakin menumpuk dalam kepala. Rasanya Ghea tidak mau menambah beban pikiran lagi. Sudah terlalu banyak kepingan-kepingan ia temukan, namun tak satupun yang terungkap dan membuatnya puas.
"Oh iya, Pa. Semalam kan Mama nemuin foto bayi yang di bagian belakangnya ada tulisan 'Bratadikara, Los Angeles, California, US'. Itu ... bayi siapa?" Ghea bertanya dengan penuh kehati-hatian.
"Foto yang mana?"
"Yang ada di ruang kerja papa."
"Ada siapa aja di foto itu? Ada susternya juga, nggak?"
Ghea mengangguk cepat. "Iya."
"Trus ada siapa lagi?"
Perempuan itu dapat menangkap rahang mendadak mengeras, sorot mata tajam, dan genggaman pada stir yang menguat hingga urat-urat tangan suaminya terlihat. Ardian nampak berkali-kali membuang tatapan dari Ghea --selain fokus pada jalan, tentunya.
"Udah, itu aja."
"Ohhh."
Cuma itu?
"Emangnya ... kita punya anak yang lain ya, Pa?" lirih Ghea.
Ardian membalasnya dengan memberikan tersenyum tipis. "Mama mau punya anak lagi?"
"Ih, Papa. Ditanya apa, malah balik nanya. Mama serius, lho." Ghea mencebik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...