.
.
.Brak....
Ketiga pria bersetelan lengkap memasuki ruangan pribadi Ardian setelah mengakhiri pertemuan dengan tim inti siang itu. Angga dan Reza langsung menempati sofa panjang. Sementara Ardian memilih duduk di kursi miliknya seraya melepas jas, dasi, jam tangan, ikat pinggang, hingga membuka satu kancing kemeja di bagian atas serta pada ujung lengan. Ia menyandarkan tubuh dengan nyaman, lalu mendongak sembari memejam.
Rasanya seluruh energi telah tersita di rapat pagi hingga siang ini. Terlihat laki-laki itu memijat-mijat pelipis berulang kali sambil membuang tatapan ke arah gedung-gedung tinggi di luar sana, membelakangi Reza dan Angga yang juga terlihat sama pusingnya.
"Jadi, apa langkah lo selanjutnya?" tanya Angga.
Ardian menggeleng. "Gue nggak tau, Ga."
Mendengar itu, Angga sontak menegakkan punggung dan menatap kursi Ardian dengan kening yang berkerut. "Really, Ar? lo stuck di sini?"
Hembusan napas berat mengalun dari mulut Ardian yang membuatnya harus memutar kursi menuju Angga dan Reza, menatap kedua sejawatnya itu dengan sorot mata lelah. Terlihat sedikit enggan untuk melontarkan banyak kalimat.
"Beneran, gue nggak tau--"
"Lo ada masalah apa, sih, sebenarnya? Tadi di rapat lo nggak fokus, padahal itu rapat evaluasi paling penting. Kalo gue perhatiin, lo nggak sekali dua kali kayak gini, Ar," geram Angga dengan tangan yang sudah terkepal menepuk tepi sofa. "Gue ingetin lagi ke lo kalo perusahaan ini baru kehilangan tender 80 miliar. 80 miliar, Bapak Ar-di-an!"
Pemimpin perusahaan itu meletakkan kedua siku di atas meja seraya mengacak-ngacak rambut, frustasi. Memang benar, Ardian sedang kalut marut karena PT Bratadikara Industri untuk pertama kalinya gagal terpilih pada tender pemerintah dibawah kepemimpinannya, sehingga saat ini ia sangat disorot oleh rekan-rekan, baik di dalam maupun di luar perusahaan.
Telah menjadi perhatian banyak karyawan bahwa Ardian akhir-akhir ini terlihat bersikap aneh. Ia selalu marah untuk sebab yang tak jelas, tidak fokus dalam pertemuan, menginap di kantor, hingga membatalkan beberapa janji penting. Ini sunggu bertentangan dengan sikapnya yang biasa terlihat.
"Lo itu cuma direktur. Dengan kegagalan lo ini, bukan nggak mungkin lo bisa didepak saat RUPS nanti," acap Angga berapi-api yang membuat Reza dan Ardian sekali lagi mengatupkan rahang.
Angga mengangkat kedua tangan di depan dada, lalu berujar dengan tenang setelah melihat Ardian kembali mengusap kening. "Oke, gue akuin kalo ini bukan salah lo sepenuhnya. Tapi, ngeliat lo yang kehilangan konsentrasi di rapat tadi dan berkali-kali ditegur sama bokap lo, udah nunjukkin kalo lo nggak profesional sama sekali. Lo nggak tau Pak Arya setegas apa? Beliau bahkan nggak peduli kalo anaknya sendiri didepak dari posisi penting."
Reza yang sedari tadi hanya menunduk sembari memainkan jemari pun langsung mengangkat wajah pada Ardian dan Angga secara bergantian. Nampaknya ia terkejut dan tak menampis perkataan menusuk dari Angga untuk atasannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...