.
.
.
Sepulangnya dari rumah Wijaya pagi itu, Ghea tidak melanjutkan tidur seperti sang suami, tetapi mempersiapkan segala keperluan sekolah El seraya menggendong Tata yang kembali rewel. Setelah anak sulungnya berangkat ke sekolah, perempuan itu meletakkan Tata di kamar Ghea, agar si bungsu dapat berbaring dengan Ardian. Ini juga sebagai salah satu cara Ghea agar Ardian terbangun akibat terinterupsi oleh gerakan si kecil. Sayangnya, keduanya kembali lanjut terlelap dengan Tata yang berada di atas perut.Ghea berjalan ke walk in closet sebelum berangkat menuju Primrose. Saat sedang memilih pakaian yang akan ia kenakan, netranya refleks menunduk dan mengamati laci kecil tempat dokumen-dokumen penting diletakkan. Ia terdiam sebentar, menatap lamat dan sedikit ragu-ragu. Lantas, ia berpikir bahwa tak ada yang harus dia khawatirkan, sehingga tangan bergerak untuk membuka laci tersebut.
Di antara tumpukan dokumen, map warna hijau terlihat berada di urutan paling atas. Sontak saja, perempuan tersebut mengingat bahwa itu adalah map yang diberikan oleh jiwa Ghea ketika ia mengunjungi rumah sakit. Ia sama sekali belum mengetahui isi dari map tersebut, hingga akhirnya ia membuka dengan cepat.
Untuk sejenak, Ghea memperhatikan kertas-kertas dan meletakkan atensi penuh pada deretan kalimat yang tertera di sana. Sempat memproses apa yang terjadi selama beberapa sekon, Ghea kemudian berjalan cepat keluar untuk mengambil ponsel.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika jiwa-jiwa bebas di rumah sakit itu telah memikirkan semua ini, membuat Ghea tak percaya. Sungguh, ia merasa bahwa Dewi Keberuntungan tengah berpihak padanya. Entah bagaimana menjelaskan perasaan bahagia ini, karena ia sudah memiliki perasaan optimis bahwa dirinya akan menang dengan surat-surat tersebut. Ah, ada perasaan menyesal bahwa ia tak membuka dokumen itu sejak pertama kali diberikan.
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Bukankah seperti itu?
Wanita itu langsung meminta bertemu seseorang di suatu kafe hari ini melalui pesan singkat. Tidak lama kemudian, orang itu pun membalas bahwa dia menyetujui pertemuan yang Ghea minta.
Bergegas Ghea memilih pakaian dan mulai membasuh tubuh. Persiapan dirinya tak terlalu lama, mengingat Ghea sangat bersemangat hari ini. Sebelum ia pergi, puan itu menyempatkan diri untuk meminta izin pada Ardian yang masih setengah tersadar.
Ghea merunduk sambil menyugar puncak kepala sang suami. "Sayang," panggilnya.
"Hm?"
"Mama pergi dulu ya."
"Udah mau berangkat ke Primrose?" Ardian bertanya dengan suara serak khas bangun tidur. Posisinya yang masih berbaring dengan Tata di atas perut membuat laki-laki itu harus sedikit berhati-hati agar tak membangunkan buah hatinya.
"Iya, Sayang."
"Nanti siang mau Papa jemput?" tawar laki-laki itu dengan masih memejam.
"Boleh, deh. Sekalian jemput Kakak El."
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...