Note:
Sama seperti sebelumnya, yang diitalic adalah tulisan Ghea yang dibaca oleh Kiana. Sementara bagian selanjutnya adalah Hazel masih memperlihatkan situasi yang terjadi dalam catatan tersebut.
Semoga tidak membingungkan yaaaa
.
.
..
.
."Aku boleh ngomong nggak, Yah?" tanya Ghea pada Damar yang sedang fokus mengendarai kendaraan roda empatnya itu, di mana Ghea duduk di belakang, sementara Meira —sang ibu duduk di depan bersama sang suami.
"Kamu mau ngomong apa?" Damar berbalik tanya dengan nada datar.
"Aku nggak mau terima permintaan oma!"
"Kamu jangan keras kepala, jangan egois begitu, Ghea!" hardik Meira, sekilas menengok ke belakang untuk mengamati anaknya tersebut. "Ini demi kebaikan kita."
"Demi kebaikan Ayah sama Ibu, bukan aku." Sang putri sulung menghela napas kuat-kuat. "Bu, aku suka sama orang lain dan itu bukan Kak Ardian—"
"Suka atau cinta itu bakalan tumbuh seiringnya kalian bersama. Dulu waktu kamu masih kecil, kamu selalu bilang pengen jadi istri Ardian. Sekarang apa yang kamu tunggu? Perasaan kamu udah berubah?"
"Itu, kan, cuma perkataan biasa, Bu. Bukan bermaksud apa-apa. Lagian aku waktu itu masih kecil dan belum ketemu orang yang benar-benar aku suka."
Kesenyapan kembali menyelimuti. Meskipun begitu, Ghea masih berharap —walaupun sedikit jika kedua orang tuanya menyetujui permintaannya tersebut.
"Sekarang Ibu tanya, apa yang kamu takutin?"
"Aku cuma nggak mau dianggap perusak rumah tangga orang. Lagian, aku juga lebih sayang sama Kak Reza—"
"Reza? Reza anaknya Pak Tommy?"
Ghea membasahi bibir bawah dan berujar ragu-ragu, "I-iya, Bu ...."
Meira tergelak kecil mendengar pernyataan putrinya membuat sang suami hanya menggeleng perlahan sambil memperlihatkan senyuman tipis-tipis. "Ghea, Reza nggak bakalan bisa kasih kamu seperti halnya Ardian. Reza jauh di bawah, Nak. Kalo kamu menikah dengan Ardian, semuanya akan merayakannya penuh kebahagiaan.
"Lagian ya Ghea, kamu nggak hancurin rumah tangga mereka, kok. Kelakuan orang tua Kiana yang justru merusak semuanya."
Ghea tidak menampik hal tersebut. Namun, ia juga merasa bahwa ini tidaklah benar. "Bu, bayangin kalo kita di posisi Kiana, kita juga pasti bingung dan marah. Kita juga nggak bakalan tau kalo kejadiannya akan seperti ini, kan?"
"Kamu benar, Ghea. Tapi sekarang kita nggak ada di posisi Kiana, kan? Jadi ya udah, apa yang harus dikhawatirkan kalo kayak gitu?"
Ghea memejam sebentar lalu membuang tatapan keluar jendela sembari tangannya bertaut satu sama lain. Perasaannya terasa campur aduk: sedih, marah, dan kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...