09. Maaf Yayah

2.9K 445 37
                                        

"Yayah jahat! Didi jahat! Abi jahat! Papa jahat! Semuanya jahat sama Adek! Kenapa nggak ada yang kasih tau Adek kalau Mama masih sering kasih surat untuk Adek?! Kenapa semuanya harus disembunyikan? Apa nunggu Adek mati baru dikasih tau?! Didi yang...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yayah jahat! Didi jahat! Abi jahat! Papa jahat! Semuanya jahat sama Adek! Kenapa nggak ada yang kasih tau Adek kalau Mama masih sering kasih surat untuk Adek?! Kenapa semuanya harus disembunyikan? Apa nunggu Adek mati baru dikasih tau?! Didi yang paling jahat! Didi selalu bilang sama Adek kalau Adek nggak boleh ada rahasia rahasiaan! Tapi Didi bohong sama Adek!"

Nakhala berteriak kepada keempat ayahnya. Sedangkan keempatnya menanggapi dengan berbagai macam ekspresi, Kun dan Juan yang terlihat begitu khawatir, Jay yang hampir frustrasi, dan Yudhi yang menatap Nakha dengan tatapan datar.

Nakhala menangis tersedu sedari tadi. Meluapkan emosinya yang tak lagi dapat ditahan. Awalnya anak itu hanya bertanya masalah surat yang tadi ditemuinya. Tapi anak itu malah menjadi emosional dan terpancing untuk marah sehingga memangis akibat dan mendapat jawaban yang dirasanya pas. Kenapa semua orang membuatnya seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Sudah cukup dia menjadi anak manja yang tidak bisa hidup tanpa ayahnya.

"Adek dengarkan Abi dulu oke. Adek duduk dulu ya?" Kun mendekati Nakha. Mencoba meraih pundak anak itu, namun Nakha menghindar.

Anak itu seolah tak sudi disentuh oleh ayahnya.

"Nggak mau!" kakinya dihentakkan dengan kesal. Membuat Yudhi harus turun tangan.

"Nakhala." suara tegas nan dingin milik Yudhi terdengar. Membuat Nakhala terdiam.

"Dengerin Yayah! Yayah, Abi, Didi, maupun Papa sudah pernah membicarakan ini kan? Nakha ingat apa yang Yayah bilang kan? Nakha hanya perlu bersabar sembari Yayah dan yang lainnya berusaha. Sulit Nakhala?"

"Tapi sampai kapan? Nakha udah gede. Nakha udah bisa pilih mana yang baik dan yang buruk."

"Tapi kamu belum bisa bersabar kan? Tunggu sebentar lagi saja Nakhala. Yayah janji untuk itu." Yudhi berjalan mendekati sang anak dengan perlahan. Merengkuh tubuh kurus putranya yang telah basah karena keringat.

"Sebentar lagi ya, nak. Yayah akan berusaha lebih keras lagi."

Kepala Nakha mengangguk di dalam dekapan Yahya. "Maaf Yayah."

Kini bergantian Yudhi yang mengangguk, semakin mengeratkan pelukannya pada sang putra yang telah lelah menangis.

"Tapi Adek harus janji nggak akan ninggalin Yayah sampai kapanpun oke?"

Nakhala hanya dapat mengangguk. Kepalanya sudah cukup pusing dan berat akibat terlalu lama menangis. Lagipula, Nakhala tak pernah berpikir sekalipun untuk meninggalkan empat ayahnya. Sampai kapanpun, Nakhala akan menjadi anak dari Yayah, Abi, Didi, dan juga Papa Juan.

 Sampai kapanpun, Nakhala akan menjadi anak dari Yayah, Abi, Didi, dan juga Papa Juan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tidur anaknya?" Kun bertanya pada Yudhi yang baru saja duduk disampingnya.

"Hmm. Abis ini demam paling."

Kun menarik nafas panjang, menyandarkan tubuhnya yang lelah pada sandaran sofa. Lelaki itu baru saja pulang sesaat ditemuinya Nakhala yang menangis di depan Yudhi juga Jay. Juan juga sama, bedanya lelaki itu datang setelah Kun mencoba menenangkan Nakhala.

Betapa terkejutnya dia saat melihat beberapa lembar kertas digenggaman anaknya itu. Surat dari ibu Nakhala yang sengaja disimpan Yudhi di gudang. Berharap agar anaknya tak dapat menemukannya di sana. Namun Nakhala bukan lagi bocah empat tahun yang bisa dilarang untuk pergi ke gudang.

Anak itu kini memiliki banyak kesibukannya yang membuatnya membutuhkan beberapa barang yang disimpan ayah-ayahnya di gudang.

"Gue kaget banget tadi." Kun berucap pelan. Memandang Yudhi yang tengah mengurut dahinya berulang.

"Dia awalnya nanya baik-baik. Tapi guenya langsung kepancing emosi. Dianya langsung nangis."

"Yaiyalah. Lo kalau marah kaya orang kesetanan. Siapa yang nggak takut coba."

Yudhi menoleh ke arah Kun dengan dahi berkerut. "Gue bahkan nggak ngebetak dia. Tapi dia tau kalau gue cuekin. Makanya nangis."

"Setelah ini, si Adek bakal nanyain lagi nggak ya?" tanya Kun pada Yudhi. Lelaki itu memejamkan matanya. Tak dapat membayangkan jika nanti Nakhala akan bertanya hal yang sama kepadanya.

"Nggak tau. Tapi kemarin gue ketemu sama laki-laki itu."

Kun kontan membuka matanya setelah mendengar ucapan Yudhi.

"Ha? Ngapain?"

"Tau dah. Dianya ngajakin gue ketemu. Tapi kita berakhir berantem."

"Pukul-pukulan?"

"Kagak lah. Kaya anak-anak aja." desis Yudhi.

"Ya kalau gitu kaga berantem." Kun kembali menyenderkan tubuhnya.

"Mau gue tebas tapi." ucap Yudhi santai.

"Anjing?!" Kun kembali bangkit. Kini lelaki itu bahkan berdiri di depan Yudhi yang baru saja berucap santai.

"Heh! Inget lo guru agama."

"Astaghfirullah."

Kun mengusap-usap dadanya sembari beristighfar. Membuat Yudhi terkekeh geli.

"Nggak jadi tapi. Tenang aja." Yudhi menepuk-nepuk sofa di sampingnya dengan tujuan membuat Kun kembali duduk.

"Lo tuh kenapa kagak berubah-ubah sih, Yud? Kalau emosi tuh jangan gituan lah. Lo bukan lagi anak SMA yang hobi tawuran ya!"

"Haha iya iya. Lo juga kagak berubah dari dulu tukang ngomel."

"Ya tapikan gue begini karena gue perduli. Kalau nggak perduli mah gue biarin aja lo."

"Hahah lo masih mirip banget sama Kakak, Bi."

"Yud-"

"Lo masih sayang kakak gue nggak, Bi?"

Yudhi menatap tepat pada kedua mata milik Kun mencoba mencari jawaban dari sana. Sedangkan Kun hanya mampu meneguk salivanya.

"Gue bakal selalu sayang sama Kak Yasha, Yud. Selamanya."

"Bahkan setelah-"

"Lo meragukan rasa sayang gue?"

"Lo meragukan rasa sayang gue?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


bingung.

Nakhala (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang