Di taman kanak-kanak waktu itu, Nakhala bertemu dengan Hisyam. Anak laki-laki yang mengaku sebagai kakaknya. Hisyam ini memang satu tahun lebih tua dari Nakhala. Sebagai sesama anak tunggal, naluri Hisyam langsung saja menginginkan Nakhala untuk menjadi adiknya.
Mengadu pada Mama kala melihat anak-anak lain bermain dengan Nakhala. Cemburu ceritanya. Meminta izin kepada Yudhi untuk membawa Nakhala ke rumahnya. Juga meminta Mama untuk membuatkan satu bekal untuk Nakhala. Dan meminta Papa mebelikan dua mainan kembar untuknya dan Nakhala.
Panggilan favoritnya untuk Nakhala adalah Adik Kala. Dan panggilan favoritnya dari Nakhala adalah Kakak Iyam.
"Kamu ini apa?" Hisyam kecil bertanya. Tangan kecilnya mengusap-usap pipi putih Nakhala yang sedikit memerah. Nakhala tak apa. Karena kata Abi, pipi masih boleh saja disentuh oleh orang lain.
Abi memang mengajarkan bagian tubuh mana saja yang boleh dipegang oleh orang lain, dan bagian mana saja yang tidak di perbolehkan. Abi juga selalu berpesan kepada Nakhala untuk jangan pernah untuk ikut dengan orang asing. Nakhala kecil yang begitu penurut langsung saja mengangguk menyetujui larangan ayahnya itu.
Mata bersinar milik Nakhala memerjap beberapa kali. Menatap Hisyam yang berada di depan wajahnya.
"Aku Nakhala." cicit Nakhala. Sebenarnya dia takut akan kehadiran Hisyam yang terlalu dekat dengan wajahnya. Namun kala tangan Hisyam bergantian mengusap pipi dan kepalanya, Nakhala merasa nyaman.
"Aku tau. Ibu Guru kan sudah bilang."
"Eung?" kepala Nakha dimiringkan karena tidak mengerti ucapan Hisyam.
"Iya, Ibu Guru kan sudah bilang kalau nama kamu Nakhala. Hihi kamu lucu sekali mirip meng."
"Meng?"
"Heum meng. Meow meow."
"Tapi Didi bilang aku milip labbit."
"Labbit itu apa?" Hisyam berhenti mengusap pipi halus milik Nakhala.
"Labbit lhoo masak ndak taw. Yang kaya gini" Nakhala melompat-lompat kecil. Menirukan kelinci yang dilihatnya dari ipad miliknya pemberian dari Didi.
"So cute." Hisyam berseru girang. Anak itu bahkan bertepuk tangan heboh. Senang sekali dia melihat Nakhala yang sungguh menggemaskan itu. Niatnya, sehabis pulang sekolah, Hisyam akan meminta Mama untuk membawa Nakhala pulang ke rumah.
"Taw?" Nakhala bertanya setelah kembali dari memperagakan kelinci tadi. Dahinya sedikit basah karena terlalu bersemangat memperagakan hewan berbulu itu.
"OOooO bunny!"
"Iyahhh bunny Nakha lupa hihi." Nakhala menepuk pelan kepalanya. Namun ditahan oleh Hisyam.
"Nggak boleh pukul-pukul kepala, Adek."
"Heum Adek? Yayah, Abi, Didi, sama Papa juga panggil Nakha, Adek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakhala (SELESAI)
Teen FictionNakha bukannya tidak bersyukur karena sudah hidup lebih dari berkecukupan dan punya empat ayah. Tetapi Nakha hanya bingung. Bagaimana bisa dia punya empat ayah tanpa adanya seorang ibu?