Kadang tingkah anak kecil memang tidak dapat dicegah. Pun tidak dapat dihentikan. Apalagi orang tua yang terlalu memanjakan anak-anak mereka. Contohnya keempat bapak-bapak ini. Kemarin Nakha mengajak keempatnya untuk membuat es krim.
Berbekal video tutorial dari youtube dan uang recehan di kaleng bekas biskuit di samping TV, keempat lelaki dewasa disana hampir saja diperbudak oleh Nakha kalau saja Kun tidak mengambil alih. Nakha dengan wajah antusiasnya dengan sabar menunggu Kun yang sedang mengaduk adonan. Dengan sabar pula anak itu menunggu lebih dari delapan jam non stop untuk menunggu es krim itu agar siap untuk disantap.
Berakhir dengan satu tupperware sedang penuh es krim dihabiskan oleh bocah empat belas tahun itu sendirian. Dan berakhir dengan hidungnya yang tersumbat juga suhu tubuhnya yang naik. Ya singkatnya anak itu terserang demam. Padahal hari ini adalah hari Senin.
Semua orang rumah mempunyai masing-masing kegiatan. Jay dengan jadwal pemotretannya, Kun dengan jadwal mengajarnya, dan Yudha dengan rutinitas biasanya. Hanya ada Juan yang memiliki jadwal membereskan seisi rumah. Mulai dari menyapu dan mengepel lantai. Serta merapikan pakaian yang kemarin malam disetrika oleh Jay yang dibantu oleh Nakha.
Tapi sampai pukul sebelas pagi ini, Juan masih berada di tempat tidur Nakha. Menemani si putra tunggal yang sedang rewel. Dengan plester demam bayi di dahinya Nakha bergelung didalam selimutnya. Juan dengan penuh sabar mengusak rambut anaknya yang berantakan.
Seharusnya Juan sudah bisa mengerjakan tugasnya. Tapi tampaknya laki-laki itu tidak tega meninggalkan Nakha sendirian. Karena sejak tadi, anak itu bergerak gelisah sembari meracau memanggil Jay. Memang Nakha dan Jay itu love and hate relationship banget.
"Didi..." lirih Nakha. Suaranya pelan sampai nyaris tak terdengar.
"Papa..." panggilnya lagi.
"Apa Sayang? Adek mau apa, Nak?" tanya Juan lembut. Tubuhnya direbahkan disisi Nakha. Tanpa menyibak selimut disana.
"Mau Didi, Papa."
"Didi masih kerja, Nak. Adek bobok dulu, nanti kalo Didi udah pulang Adek Papa bangunin.
"Mau Didi."
Juan memilih tak menjawab. Sebab mungkin saja anaknya itu akan menangis. Ya seperti anak gadis yang kalau sedih ditanya 'kenapa?' pasti langsung mewek.
"Bobok, ya? Papa puk puk." satu tangan Juan mengusap pelan dada Nakha. Lalu dengan gerakan lembut mengusap keringat di dahi anaknya.
"Papa..."
"Iya..."
"Nakha nggak mau makan es krim lagi." ucapnya lirih.
Juan terkekeh pelan. Ini sudah kali kesekian Nakha berucap seperti itu. Besok juga kalau sudah baikan sedikit juga minta lagi. Anak ini kalau sedang sakit memang manja dan agak aneh. Wajar soalnya bapak-bapaknya juga aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakhala (SELESAI)
Ficção AdolescenteNakha bukannya tidak bersyukur karena sudah hidup lebih dari berkecukupan dan punya empat ayah. Tetapi Nakha hanya bingung. Bagaimana bisa dia punya empat ayah tanpa adanya seorang ibu?