Sehari setelah bertemu ibunya, Nakhala memutuskan untuk mengajak kedua ayahnya untuk pulang. Ya, kepulangan mereka akhirnya kembali dipercepat. Bukan, bukan karena dirinya membenci sang ibu. Hanya saja dirinya harus pulang. Membiarkan ibunya untuk menenangkan diri dan membuat keputusan.
Tak apa walau pada akhirnya sang ibu tidak pulang bersamanya, yang penting Nakhala sudah menemuinya. Setidaknya Nakhala sudah mengajak sang ibu untuk pulang. Walau Nakhala tak pernah tahu di mana rumahnya sebenarnya. Karena selama hidupnya, Nakhala hanya menggantungkan hidupnya pada Abi, Yayah, Didi, dan Papa Juan.
"Setelah ini, Abi jangan pernah berkorban lagi ya untuk Adek."
"Kenapa? Kenapa Adek ngomong kaya gitu, nak?"
"Karena Adek nggak mau Abi merasa sakit terus menerus."
Kun membuang napasnya kasar. Bukan, bukan karena dirinya marah pada Nakhala. Hanya saja dirinya merasa bersalah. Apa Nakhala kasih sayangnya masih kurang sehingga Nakhala merasa seperti itu?
"Adek." Kun menarik kedua telapak tangan mungil Nakhala. Menggenggamnya erat dan mengusapnya lembut. "Abi 'kan sudah bilang kalau bahagianya Abi itu Adek, nak. Yang terpenting itu, Adek harus selalu bahagia."
Nakhala menggeleng menolak. "Nggak boleh. Abi harus bahagia dengan cara Abi sendiri."
Kun mengerutkan keningnya. "Kenapa? Kenapa harus? Kenapa Abi nggak boleh berkorban untuk anak Abi?"
"Abi hanya perlu berkorban untuk diri Abi sendiri. Untuk bahagianya Abi."
"Tapi bahagianya Abi itu, Adek, nak. Adek adalah satu-satunya alasan bahagianya Abi."
"Abi... Tolong... Tolong jangan buat Adek berhutang banyak seperti ini."
"Abi nggak pernah anggap ini sebagai hutang. Nakhala, anak Abi. Semua yang Abi lakukan untuk Adek adalah kasih sayang ayah untuk anaknya, nak. Kamu anak Abi." jawab Kun dengan cepat. Dirinya sedikit menarik tangan Nakhala untuk meminta atensi anak itu. Pandangannya terus terfokus pada kedua mata Nakhala yang berkaca-kaca. Walau anak itu membuang pandangannya ke arah lantai, Kun dapat melihat kesedihan di sana.
"Abi, jangan kaya gini, jangan terlalu baik. Adek cuma nggak mau Abi terus-terusan berkorban untuk Adek. Abi harus bahagia."
"Abi akan selalu bahagia kalau bersama Adek. Asal ada Adek, Abi pasti nggak akan merasa sedih. Adek nggak akan tinggalin Abi kan, nak?"
Nakhala tak lagi dapat menahan air matanya. Anak itu langsung memeluk Kun yang memandangnya begitu lembut.
Nakhala kadang berpikir dari apa hati Kun terbuat? Setelah mendengar penuturan panjang dari ibunya, Nakhala tahu bahwa bukan hanya dirinya yang menjadi korban. Kun pun sama. Ayahnya itu bahkan mendapat luka paling banyak di sini. Namun bagaimana bisa dirinya masih senantiasa memberinya bahagia sebesar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakhala (SELESAI)
Teen FictionNakha bukannya tidak bersyukur karena sudah hidup lebih dari berkecukupan dan punya empat ayah. Tetapi Nakha hanya bingung. Bagaimana bisa dia punya empat ayah tanpa adanya seorang ibu?