Fight or Give Up

323 28 7
                                    

Hi, it's verry long time i didn't post the new chapter
I'm so sorry
Kupikir kemarin pas senggang banget, aku bakal punya waktu buat nulis tapi ternyata aku memutuskan untuk istirahat, hehe
Maaf ya sudah menunggu sangat lama.

Sekarang udah disini. Udah dibuat. Selamat membaca😍

───ཹ🌹 ݇-݈

Pintu kayu yang ditutupi tanaman rambat yang menjalar sampai pada seluruh bangunanya menjadi pemberhentian Enver setelah sungai kecil yang bermuara di kolam yang ada halaman depan. Bangunan besar atas susunan ranting kering yang sengaja dikamuflase seolah gundukannya hanyalah semak belukar biasa. Enver ingin pergi kedalam sana namun ia tidak tahu apa yang akan dikerjakannya. Gadis ini hanya berkeinginan saja, ia tidak sanggup membayangkan suasana menyesakkan yang bersemayam didalam sana jika pintu rantingnya dia tutup dari dalam.

Sesak sekali ketika deretan ranting kering ditengah bangunan itu masih belum penuh. Enver sangat ingin mengetahui bagaimana polanya dan mencari jalan keluar jika ada. Membantu teman-temannya keluar dari penjara labirin yang merenggut masa remaja mereka. Enver ingin, hanya saja ia tidak mampu.

Ia dengan keraguannya sampai pada buntu yang selalu sama. Tentang keberadaan pulang yang hanya seperti bayangan saja. Bayangan dibawah sinar rembulan ketika malam datang.

Sudah berbulan-bulan mereka berlari, mengamati, mengingat jalur dan memetakan saat kembali. Tetapi ternyata memang tidak mudah. Dengan dinding yang bergerak setiap malam yang membuka jalur baru setiap petang, rasa-rasanya sangat tindak mungkin untuk dipecahkan jalan keluarnya. Semuanya terasa tidak mungkin, sulit, dan sangat melelahkan.

Tidak pernah lepas setiap malam menjelang tidur, Enver bertanya pada dirinya sendiri apakah ia bisa membantu teman-temannya. Atau bisakah ia bangun lebih cepat dengan fisik yang jauh lebih kuat. Enver butuh dia menjadi lebih cepat berlari agar bisa pergi lebih jauh dari patroli hari sebelumnya. Enver butuh dirinya lebih mudah mengingat agar tidak mengulangi jalur yang sama setiap kali lupa.

Berbulan-bulan ia mencoba tenang. Mencoba percaya bahwa besok akan jauh lebih mudah. Tapi dunia tidak bergerak seperti itu. Dunia berputar berlawanan dengan harapan. Tidak ada yang mudah. Tidak akan pernah ada hari yang mudah. Semakin malam berputar menjadi siang, dunia menjadi tempat yang mengerikan. Semakin waktu bergulir semakin sulit hari ditaklukan.

"Berhenti berfikir macam-macam, En." Ia berbisik pada dirinya sendiri. Tangan kanannya yang mungil menggantung ia letakan pada dada kiri, menepuk pelan sambil memejamkan mata. "Kau bisa. Semangatlah, ada hal luar biasa didepan sana. Semangat."

Ujung bibirnya tertarik pelan ketika kelopak matanya terbuka. Ia menarik nafas dalam sebelum mengeluarkannya perlahan. Beralih kemudian menggerakkan kakinya yang mulai pegal. Enver melangkah perlahan melewati semak besar juga pepohonan rindang. Menerobos rumput liar. Sudah lama sejak ruang perpetaan dibangun Enver tidak berkeliling hutan. Rasanya seperti sudah sangat lama tanah lembab berumput tebal ini tidak dipijaknya.

Seperti petualangan baru segera dimulai ketika tangan Enver lincah menyibak dahan-dahan juga dedaunan yang menutupi jalan. Rasanya sedikit sejuk ketika embuh yang tertimbun membasahi daun tersentuh oleh jemarinya. Menyenangkan untuk dirasakan, basah juga dingin. Berbeda sekali dengan labirin yang lembab dan berdebu. Enver sering bersin saat melewati dinding yang dirambati banyak lumut pada permukaannya yang abu-abu.

Berbicara tentang labirin dan hutan, dua tempat ini seperti dua hal yang saling berjauhan. Mereka bersebalahan, namun sama sekali tidak menunjukan adanya persaudaraan. Labirin yang lurus dan kaku. Hutan yang fleksibel dan lebih dinamis.

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang